Share

Diusir Dari Kampung

Penulis: Ai Ueo
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-15 22:57:45

"Sekali lagi Ibu tanya sama kamu! Siapa bapak dari anak yang kamu kandung?"

Ibu Rania murka setelah memgetahui anaknya tengah berbadan dua. Ia adalah seorang janda. Lalu, bagaimana ia menghadapi cemoohan tetangga saat anaknya hamil tanpa suami. Selama ini anaknya dikenal sebagai gadis yang baik.

Sudah dua hari sejak kejadian wisuda Andra, Rania masih bungkam tidak menjawab pertanyaan Ibunya. Seberapa keras perlakuan ibu padanya, Rania tetap memilih diam.

Rania tahu betul apa akibatnya jika ia buka suara, bahkan semua yang terjadi saat ini adalah campur tangan Andra dan adiknya. Rania belum memberitahu siapa pun tentang kehamilannya, tapi ibunya sudah lebih dulu tahu. Kuasa Andra dan keluarganya memang tidak terbantahkan.

Hanya air mata sebagai jawaban akan semua tanya. Mulut Rania seakan terkunci rapat. Bahkan hanya untuk mengeluarkan suara isakan saja ia enggan. Rania berjanji akan menyimpan rasa sakitnya seorang diri.

Risa masuk untuk melihat keadaan adiknya. Ia tidak tega mendengar Rania dicecar oleh ibunya.

"Bu, biar Risa yang bicara sama Rania ya. Ibu istirahat aja, Ibu pasti capek," ucap Risa lembut pada sang Ibu.

Ibu Rania berjualan sayur di pasar, selepas subuh dia akan berangkat dan akan pulang menjelang tengah hari. Suaminya meninggal saat Rania dan Risa masih remaja. Beratnya berjuang membesarkan anak, membuatnya begitu kecewa saat mendengar kabar tentang Rania. Ia merasa gagal sebagai seorang ibu.

"Tanyakan yang tegas! Jangan coba-coba membelanya," sahut sang Ibu.

Ibu Rania keluar dari kamarnya dengan hentakan kaki yang cukup keras, pertanda amarah masih menguasai.

"Kamu bisa cerita sama mbak kalau kamu siap, mbak nggak maksa. Mbak sayang sama kamu, selama ini mbak percaya kamu bisa jaga diri. Jangan dipendam kalau memang kamu nggak kuat, mbak pasti jaga rahasia," ucap Risa seraya mengusap punggung sang adik.

Rania memeluk sang Kakak erat. Setelah ancaman yang bertubi selama dua hari ini, akhirnya sekarang ada yang cukup mengerti perasaannya. Ingin rasanya Rania menceritakan semuanya, tapi ia takut pernikahan sang kakak yang akan digelar satu bulan lagi bisa gagal karena dia.

"Maafin aku ya, Mbak, aku udah bikin aib keluarga." Hanya kata itu yang mampu diucapkan Rania.

"Nggak, jangan ngomong gitu. Kamu tetep adik kebanggaan mbak, kamu harus kuat. Nggak boleh sedih, nanti dedeknya ikut sedih," tutur Risa. Ia yakin ada orang jahat yang memanfaatkan sang adik, tapi ia tidak tahu siapa karena selama ini ia tidak pernah melihat adiknya dekat dengan pria mana pun.

"Rania kotor, Mbak," lirih Rania.

"Kamu nggak kotor. Orang lain yang jahat sama kamu. Kamu bisa ceritain semuanya. Mbak akan menyimpan rahasia," ujar Risa.

Rania hanya menggeleng. Ia lalu kembali memeluk kakaknya. Tidak mungkin kakaknya akan diam kalau tahu siapa yang menyakitinya. Rania lebih takut lagi kalau sang kakak akan rela pernikahannya gagal hanya untuk membelanya.

Hening. Hanya pelukan hangat dan isakan yang ada di ruangan itu, kakak beradik itu masih larut dalam kesedihan masing-masing.

**Ai**

Keluarga Roni, calon suami Risa datang berkunjung. Mereka akan menanyakan kabar yang berkembang. Suka tidak suka, kabar itu sudah mengusik keluarga mereka.

Ruang tamu kecil itu sudah terisi oleh enam orang dewasa. Sementara Rania tetap dia di dalam kamarnya.

"Kalau adik kamu masih di rumah ini, Ibu nggak akan setuju kamu nikah sama anak Ibu. Sekarang saja dia bisa hamil tanpa tau siapa bapaknya. Bagaimana nanti kalau dia godain anakku?" Suara keras calon mertua Risa menggema di ruang tamu sederhana itu, Rania yang berada di kamar bisa mendengar meski tidak sengaja menguping.

"Saya bisa menjamin kalau itu tidak akan terjadi, Bu. Adik saya wanita baik-baik. Dia hanya korban kejahatan orang lain, mohon pengertiannya," ujar Risa. Meski sekarang adiknya dalam keadaan salah, tapi ia tidak bisa menerima jika adiknya dihina seperti itu.

Tangan Risa diremas oleh ibunya, berharap Risa hanya diam mendengarkan.

"Kamu bela dia karena kamu Kakaknya! Pokoknya Ibu nggak mau tau, kalau dua hari ini dia nggak pindah dari sini berarti pernikahan ini batal," ucap calon mertua Risa tegas.

"Maafkan anak saya, Bu," ujar ibu Risa.

"Tolong dong, Bu. Didik anaknya dengan baik. Kalau bukan karena anak saya yang ngebet, saya masih pikir-pikir menikahkan mereka."

"Jangan gitu, Bu. Selama ini aku mengenal Rania adalah perempuan baik-baik," ucap calon suami Risa pada Ibunya.

"Sudahlah, Ibu nggak mau denger alasan apa pun. Sekarang Ibu mau pulang, semua keputusan di tangan Ibu jadi jangan membantah!"

Calon mertua Risa keluar dari rumah Rania, calon suami Risa berpamitan lalu menyusul sang Ibu keluar.

"Kamu denger sendiri, kan?" ucap Ibu Risa.

Suasana kembali hening. Kini tinggal mereka berdua yang ada di ruangan itu.

"Aku nggak pa-pa, Bu, kalau nggak jadi nikah. Aku nggak mungkin biarin Rania keluar dari rumah ini," tegas Risa.

"Kamu juga mau bikin malu Ibu? Apa nggak cukup Rania mencoreng muka Ibu, sekarang kamu juga mau begitu? Nggak kasian kamu sama Ibu? Ibu cuma punya dua anak, bagaimana nasib Ibu kalau kalian berdua tega sama Ibu?" Ibu Rania mulai menangis.

"Bukan begitu, Bu. Risa hanya tidak ingin Rania pergi. Dia masih terlalu kecil untuk hidup di luar sana. Siapa nanti yang akan bantuin saat dia kesusahan?

Risa hanya diam, ia tidak tahu harus berkata apa. Satu sisi ia tidak mungkin tega menyakiti sang Ibu, tapi di sisi lain ia juga tidak tega jika adiknya harus pergi dari rumah.

"Biarkan Rania yang pergi dari rumah ini, dia masih muda. Dia pasti bisa hidup mandiri. Keluarga calon suamimu itu keluarga terpandang, kita bisa ikut dihormati banyak orang."

Rania mendengar semua itu, ia sudah lelah menangis. Rania sudah bertekad untuk pergi dari rumah malam ini, ia masih punya cukup tabungan untuk bertahan hidup di luar sana. Ia tidak akan membiarkan Ibu dan Kakaknya menderita karena dirinya.

Selama ini dia sudah belajar hidup mandiri, ia yakin pasti bisa hidup tanpa ibu dan kakaknya. Semua ini demi kebahagiaan dua orang yang begitu ia sayangi.

Malam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Ibu dan Kakaknya sudah tertidur pulas. Rania melihat sang Kakak yang tertidur damai, satu-satunya orang yang peduli padanya.

"Aku pasti akan berjuang untuk hidup sukses di luar sana, suatu saat aku akan membalas semua orang yang menyakitiku. Terimakasih karena Mbak selalu percaya padaku, aku pamit ya, Mbak. Semoga hidup Mbak Risa selalu bahagia," ucap Rania lirih. Ia beranjak lalu pergi dari rumahnya tanpa tujuan pasti, hanya tekad yang kuat untuk membesarkan anaknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Benih Yang Kau Tanam   Anak Kembar mengakhiri cerita

    "Lain kali jangan makan sambal terlalu banyak ya, kasihan kalau ibu hamil sakit perut, rasanya pasti tidak nyaman," ucap dokter yang menangani Rania.Memang kemarin Rania memakan rujak buah, sambalnya sangat pedas karena memakai cabai lima. Rania begitu menikmati makanannya hingga ia menghabiskan semua sendiri, hingga akhirnya ia sakit perut.Rania mengangguk, hal ini cukup membuatnya malu karena mengira akan melahirkan.Setelah mendapat resep vitamin, Rania dan Damar pamit pada dokter tersebut."Aku tadi ngiranya kamu bener-bener mau lahiran," ucap Damar saat mereka sudah masuk mobil."Aku juga gitu, kirain si adik mau lahir sebelum waktunya. Perut mules, pinggang sakit, udah kayak mau lahiran Revan dulu," jelas Rania."Lain kali jangan gitu lagi, kasian adek kalau diajakin makan pedes mulu." Rania hanya tersenyum mendengar nasihat suaminya, karena ia tahu kalau kali ini ia memang membuat kesalahan.Hari ini Damar memilih memasak sendiri untuk makan siang mereka, ikan goreng dan osen

  • Benih Yang Kau Tanam   Terlalu awal

    Semakin hari nafsu makan Rania semakin meningkat, selama dua bulan saja berat badannya sudah naik enam kilo, perutnya sudah semakin membuncit seperti hamil tujuh bulan, padahal kehamilannya baru memasuki bulan ke empat."Nanti mau dibawain apa?" tanya Damar saat akan berangkat bekerja."Mau roti bakar rasa coklat," jawab Rania. Saat ini ia masih sibuk merajut, baru satu bulan yang lalu Rania memutuskan untuk belajar merajut."Mau bikin apalagi?" Damar mendekat pada istrinya yang masih sibuk sendiri."Bikin topi, baru dapet satu. Besok mau bikin sepatu," jawab Rania. Ini adalah dunia baru dan Rania sangat menikmatinya. Rania sangat bersungguh-sungguh untuk belajar merajut."Kok warnanya merah sama merah muda, kalau anaknya cowok gimana?""Ya nanti aku bikin warna biru, jadi kalau anaknya cowok masih bisa dipakek," jawab Rania tanpa menoleh pada Damar."Iya deh. Kalau gitu mas berangkat dulu, ya." Saat Damar berpamitan, Rania baru merespon dengan menerima uluran tangan dari suaminya lal

  • Benih Yang Kau Tanam   Adik?

    "Selamat ya, Bu, usia kehamilan Ibu sudah masuk enam tujuh minggu," ucap seorang dokter kandungan pada Rania.Hari ini Rania menuruti ucapan Yati, ia memang merasa ada sesuatu yang mengganjal pada perutnya. Sebelum ini Rania mengira itu hanya karena buang air besarnya yang selama ini kurang lancar, ternyata ada janin dalam rahimnya yang saat ini sedang bertumbuh."Terimakasih, dok," ucap Rania terbata, ia masih belum percaya pada kenyataan yang ia alami."Mulai sekarang asupan makanan harus di jaga, jangan banyak pikiran dan hindari pekerjaan yang berat. Di trimester awal biasanya akan mengalami mual dan tidak berselera makan, itu hal yang biasa, jadi Ibu tidak perlu khawatir," jelas dokter itu pada Rania."Tapi saya tidak mengalami mual-mual atau tidak nafsu makan, justru saya sangat suka makan. Apa itu wajar, dok?" tanya Rania."Kalau begitu Ibu harus bersyukur, tidak banyak calon Ibu yang tidak mengalami gejala muntah dan mual pada trimester pertama, tapi itu tetap termasuk hal yan

  • Benih Yang Kau Tanam   Tanda-tanda

    "Kamu beneran mau makan ini?" tanya Damar pada Rania.Rania saat ini sedang menyantap nasi goreng petai dengan lahap, ia sama sekali tidak terganggu dengan bau menyengat dan rasa getir pada petai itu.Revan dan Damar hanya saling pandang, mereka heran dengan tingkah Rania. Biasanya dia akan sangat marah hanya dengan mencium aroma petai, tapi sekarang Rania justru sangat menikmati seakan petai adalah makanan ternikmat di dunia."Enak, Bun?" tanya Revan."Enak banget, Bunda mau nambah petenya aja bisa nggak ya?" "Bisa, mau Revan pesenin?" Revan sangat antusias karena selama ini dia begitu menyukai makanan itu tapi Ibunya selalu melarang tiap kali dia ingin memakannya.Rania segera mengangguk, ia juga tidak tahu mengapa begitu menikmati makanan yang biasanya sangat ia benci. Yang Rania rasakan saat ini makanan itu adalah makanan ternikmat dari banyaknya makanan yang sudah ia makan.Setelah selesai makan, mereka memilih untuk pulang. Rania sudah mengeluh kalau kakinya terasa pegal, Reva

  • Benih Yang Kau Tanam   Jeruji besi

    Dua minggu setelah kejadian kebakaran di toko Rania, fakta baru terungkap. Polisi akhirnya menetapkan Mely sebagai tersangka bersama dua orang temannya.Teman Mely adalah orang yang pernah dipecat oleh Damar karena kasus korupsi di kantornya, latar belakang sakit hati membuatnya mendukung Mely untuk melenyapkan istri Damar.Mely terancam hukuman seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun penjara seperti yang tertuang dalam pasal 340 KUHP karena tuduhan berencana merampas nyawa orang lain."Kamu yakin mau ketemu sama dia?" tanya Damar pada Rania.Hari ini rencananya Rania akan menemui Mely bersama Tania, Tania yang mengatakan pada Rania kalau Mely ingin bertemu dengannya."Iya, lagian nanti di sana ada Tania juga," jawab Rania.Damar hanya bisa mengizinkan istrinya.Rania berangkat bersama Tania yang menjemputnya di rumah."Mbak, maafin Mely ya, aku sebagai sahabat merasa ikut bersalah karena kenekatan Mely. Aku nggak nyangka kalau dia bisa berbuat sejauh itu,

  • Benih Yang Kau Tanam   Balasan

    "Bunda!" Revan segera berlari mendekat pada Ibunya dan seseorang yang tidak ia kenal, dengan sekuat tenaga Revan mendorong tubuh Mely hingga Mely terhuyung ke samping."Bunda nggak apa-apa?" tanya Revan saat membantu Ibunya berdiri.Rania segera memeluk anaknya, sekuat apapun Rania, jika yang dihadapi membawa senjata sementara dirinya hanya dengan tangan kosong, apa yang bisa Rania lakukan selain minta tolong dan pasrah?"Alhamdulillah, Bunda nggak apa-apa sayang. Makasih banyak karena Revan datang tepat waktu," ucap Rania.Mely mencoba untuk berdiri, ia masih berusaha mencari pisau yang terpental jauh darinya. Benturan yang cukup keras membuat kaki Mely terkilir, dengan susah payah dia menyeimbangkan tubuhnya."Siapa kamu? Kenapa ikut campur urusan orang lain? Anak kecil, lebih baik pergi sana!" bentak Mely pada Revan. Ia masih menyeimbangkan tubuhnya dengan berpegangan pada tiang teras rumah Rania."Anda yang siapa? Bagaimana bisa anda berbuat kejahatan di rumah orang lain!" bentak

  • Benih Yang Kau Tanam   kelicikan Mely

    "Aku tuh nggak ngerti maksud mas apa, tolong jangan mencari alasan untuk menutupi hubungan kalian berdua. Kalau emang mas ada hubungan sama dia, aku harap mas mau jujur," ucap Rania, ia mulai terbawa emosi karena penjelasan suaminya yang bertele-tele."Aku mau jelasin, tapi kamu jangan marah dulu. Kamu dengerin semua penjelasan aku sampai selesai," jawab Damar.Rania mengangguk, ia memang ingin segera tahu kenyataan yang sebenarnya."Sebelum aku jelasin, aku mau tanya dulu dari mana kamu tau kalau aku ketemu sama Mely?" tanya Damar.Rania tidak menjawab, ia segera meraih ponselnya, lalu ia menunjukkan dua buah foto yang dikirim Linda pada Damar."Linda yang ngirim ini?"Rania mengangguk."Sejujurnya untuk foto yang pertama ini, aku sama sekali nggak tau kalau Mely ada di belakangku," ucap Damar menunjuk foto pertama yang ditunjukkan Rania."Saat itu aku sedang membahas progres pembangunan hotel dengan pak Yogi, saat itupun Mely tidak mendekatiku atau menyapaku sama sekali. Andai aku n

  • Benih Yang Kau Tanam   Duduk berdua

    [Lin, kamu kenal sama wanita yang ada di belakang suamiku itu?] tanya Rania melalui pesan pada Linda.Panggilan masuk dari Linda, Rania segera meraihnya dan menggeser tombol hijau di layar ponselnya."Assalamualaikum," sapa Linda dari seberang."Waalaikumsalam," jawab Rania."Yang mana sih, mbak? Linda nggak ngerti yang mbak maksud," tanya Linda menanggapi pesan dari Rania."Yang pakai baju biru, duduk di belakangnya mas Damar. Kamu tau nggak dia siapa?" "Oh, yang itu. Nggak kenal aku mbak. Sepertinya pak Damar sama Bapak juga nggak kenal, emang mbak kenal sama dia?""Kok kayak temen mbak sama mas Damar, kamu nggak liat mereka saling sapa?" tanya Rania, ia masih berusaha mencari informasi tentang Mely dan suaminya."Sejauh ini sih enggak mbak, tapi emang dari tadi mbaknya merhatiin pak Damar terus. Temen deket atau gimana mbak?" tanya Linda, ia jadi lebih memperhatikan wanita di belakang rekan bisnis sekaligus suami dari kenalannya itu."Temen lama, udah lama nggak ketemu. Apa mungki

  • Benih Yang Kau Tanam   Apa mereka membuat janji?

    "Mas mau liat proyek pembangunan hotel, mungkin dua sampai tiga hari. Mau ikut nggak?" tanya Damar saat mereka sudah berbaring di ranjang."Nggak bisa, mas. Kasian Revan kalau ditinggal, tiga hari nggak lama. Lagian mas kan di sana kerja, nanti kalau aku ikut malah ganggu mas kerja. Aku ke toko aja, bantuin anak-anak. Aku kuat kok kalau cuma pisah tiga hari," jelas Rania."Sebenarnya aku yang nggak bisa pisah lama-lama sama kamu," ucap Damar, ia lalu mencubit hidung sang istri."Gombal banget," jawab Rania. Ia mencubit pinggang sang suami."Aduh, sakit sayang. Jangan nyubit di situ, nanti ada yang bangun," ucap Damar menggoda sang istri."Ih, dasar mesum. Udah sana, cepet tidur, besok kesiangan loh," peringatan Rania untuk suaminya.Damar mendekap tubuh mungil sang istri, ia lalu mengecup pipi istrinya. "Mau minta bekal dulu, biar tenang saat jauh dari kamu.""Apaan? Uang mas habis? Aku nggak pegang uang, mas. Mau bawa ATMku?" tanya Rania."Bukan itu, bekal yang lain. Kok malah ngomon

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status