Share

Baca-jawab Puisi

“Oalaahh, Rion dari tadi ngeledek Boni karena cemburu? Ya ampun ini cuma permainan, Nak!” ucap Bu Sri setelah mendengar perkataan Bella tadi, dan seisi kelas menyorakinya.

“Ih enggak Bu! Siapa yang cemburu? Saya nggak suka tu sama modelannya Bella! Apalagi kalau sama Boni, ya dia kalah jauh Bu!” jawab Rion kelabakan, karena senjata makan tuan.

“Ternyata selama 2 tahun ini, sudah menyimpan rasa," ledek Bu Sri sambil menahan tawanya.

“Enggak Bu! Sumpah ini!” Rion yang ingin menyakinkan Bu Sri dan teman-temannya, mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya sejajar dengan kepala.

“Ya sudah! Biarlah untuk sekarang perasaan Rion ia pendam, nanti kalau sudah tidak kuat, siap-siap kamu terima ya Bella!” sontak ledekan di dalam kelas semakin menjadi-jadi. Bahkan Rain sampai memukul-mukul meja, berbeda dengan Garda yang hanya tersenyum.

“Ya sudah, silahkan kalian berdua buka!” 

Boni dan Bella pun membuka kertas masing-masing. Membaca judulnya, dah mereka berdua menghembuskan nafas lega. Karena di kertasnya ada rangkaian kalimat, membuat mereka tidak perlu membuat puisi sendiri.

“Wah, ternyata pasangan pertama kita ini mendapat potongan puisi dari satu puisi yang sama, jadi mereka hanya perlu membacanya, menyambungkannya agar jadi satu kesatuan. Dimulai dari yang ada judulnya,” ucap Bu Sri.

Boni pun mulai membaca,

“Sajak Putih, karya Chairil Anwar.

Bersandar pada tari warna pelangi

Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi

Malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa,”

“Dan dalam dadaku memerdu jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu

Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita mati datang tidak membelah.”

Sambung Bella. Membuat seisi kelas bertepuk tangan karena puisi yang baru saja dibacakan sangat indah.

“Nah, seperti itulah permainan ini. Tapi ingat, siap-siap saja ada satu kertas kosong ya!” ingat Bu Sri dan mempersilahkan Boni dan Bella kembali ke bangkunya. 

Satu persatu pasangan yang telah dipilih Bu Sri pun bergantian maju. Hingga tiba di tengah-tengah kegiatan, Bu Sri kembali melihat daftar absensinya.

“Sekarang pasangan entah keberapa, emmmm, Rain dan,” Ibu Sri terlihat berfikir.

“Garda!” ucapnya dan sontak seisi kelas heboh.

“Wah Bu, jangan sama Garda Bu! Saya yang sama Garda!” kurang lebih begitulah protes siswi di kelas IPS 2.

“Wih, gas in Bu!” dukungan siswa ke pasangan satu ini.

“Silahkan kalian berdua maju dan ambil kertas ini!” sambil menyodorkan kertas di mejanya.

Mereka berdua berjalan dengan santai, sesampainya di meja Bu Sri, Rain mengambil kertas origami berwarna hijau tua, sedangkan Garda mengambil origami berwarna biru tua.

“Kalau dilihat-lihat, kalian cocok ya? Dari sekian pasangan yang maju, hanya kalian yang bersikap seolah ini memang permainan biasa,” puji Bu Sri, dan suara ketidak terimaan dari teman cewek Rain memenuhi ruangan.

“Cocok dari Hongkong!” jawab Rain dengan lirihnya dan hanya terdengar pula oleh Garda.

“Gue juga nggak mau dicocok-cocokin sama loe!” balas Garda.

“Dikira lagi cocok tanam, pake dicocok-cocokin!” sewot Rain dan membuat Garda menarik bibirnya membuat senyum kecil.

Deg. Garda terkejut membuka kertasnya.

Deg. Rain dua kali lebih terkejut membuka kertasnya.

“Baiklah, siapa yang mau membaca duluan?” tanya Bu Sri yang terlihat lebih antusias.

“Rain aja dulu Bu, cewek pertama,” ucap Garda membuat Rain menoleh.

“Enggak Bu! Garda dulu! Kan dari tadi cowok dulu yang baca,” sanggah Rain.

“Ya udah, yang baca Garda dulu!” Bu Sri pun mengangguk ke arah Garda, dan Garda segera menyiapkan suaranya. 

“Aku Ingin, karya Sapardi Djoko Damono

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada,”

Suara Garda membuat suasana kelas sunyi senyap, para penghuni kelas memekik dan tersenyum tertahan.

“Bagus sekali Garda! Pembacaanmu seperti dari hati! Penjiwaan kamu baik sekali!” puji Bu Sri dan Garda mendapat tepukan dari teman sekelasnya.

“Baiklah, sekarang giliran kamu Rain! Silahkan kamu baca!” perintah Bu Sri. Namun Rain hanya diam mematung.

“Ada apa Rain?” tanya Bu Sri memastikan.

“Kosong Bu,” ucap Rain dan membuat seisi kelas bersamaan menjatuhkan rahang bawahnya, sempurna melongo.

“Nah, ini yang Ibu tunggu. Kamu beruntung bisa mendapatkannya Rain. Sekarang, buatlah puisi sebisamu,” Bu Sri tersenyum.

Rain menelan ludah. Menghembuskan nafasnya dan berfikir sebentar.

“Aku ingin dan mau dicintai dengan sederhana, seperti katamu

Tapi aku tak ingin dicinta dengan biasa

Sekedar janji manis dan sandiwara

Aku juga tak ingin dicinta dengan biasa

Hanya perhatian dengan kata-kata

Aku pun  tak ingin dicinta dengan biasa

Dengan rayuan pembuat rongseng di mata

Aku ingin dan mau dicinta dengan biasa, seperti katamu 

Meski sebenarnya aku ingin dicinta dengan luar biasa 

Bak romeo juliet yang rela bertaruh nyawa

Aku ingin dicinta dengan luar biasa

Seperti cerita Rama Sinta yang penuh makna

Aku ingin dicinta dengan luar biasa

Seakan aku maha karya, Monalisa

Yang dikenang abadi tak ditelan masa,” ucap Rain dan membuat seisi kelas hening beberapa saat dan bergemuruh beberapa detik kemudian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status