Share

Bidadari Pembawa Luka
Bidadari Pembawa Luka
Penulis: ISMI

1. PROLOG

Sudah satu tahun lamanya Maha tinggal satu atap dengan suami dan istri pertamanya. Dia akhirnya tinggal bersama karena ibunya sudah tiada, ditambah saat ini ada buah hati yang hadir di tengah keluarga mereka.

Zayn, suaminya tidak mengizinkannya untuk tinggal seorang diri, ditambah suaminya itu tak selalu punya waktu untuk meluangkan waktu untuk datang ke rumahnya, Zayn bilang kalau Alysa harus diutamakan karena istri pertamanya itu sakit-sakitan.

Maha menatap Alysa dan Sarah yang sedang menimang seorang bayi, ya... bayi itu adalah anak yang dilahirkannya delapan bulan bulan yang lalu, tapi mereka lah yang mengurus sang bayi yang Zayn namai ‘Muhammad Faiz Adam’. Kehadirannya seolah hanya sebagai alat untuk melahirkan dan jika Faiz menangis, barulah dia bisa memeluk sang anak.

Belum luka perih kehilangan ibunya, saat ini Maha harus merasakan bagaimana kejamnya dia seperti sengaja dipisahkan dengan darah dagingnya sendiri.

Maha hanya menatap kosong mereka, dia hanya menertawakan garis takdirnya sendiri. Sikap Zayn pun sedikit berubah padanya, suaminya itu hanya peduli pada sang istri pertama yang tengah sakit dan juga jarang menemuinya di kamar. Ditambah ada Nyai Sarah – ibu kandung Alysa yang memang selalu membenci kehadirannya.

Assalamualaikum... “

Semua orang menatap ke arah sumber suara tersebut dan tampak sosok Zayn yang datang dari balik pintu.

Walaikumussalam... “

Alysa langsung tersenyum lebar melihat Zayn muncul.

Zayn tersenyum, dia langsung menghampiri Alysa yang sedang menggendong Faiz. Pria itu mengecup pipi istri pertamanya dan juga mencium punggung tangan sang mertua.

“Lho kok Mas Zayn nggak ngabarin kalau pulang? Bukankah Mas masih harus ngurus kantor cabang yang ada di Bandung?” tanya Alysa.

“Kerjaan selesai lebih cepat dan Mas sengaja nggak ngabarin biar jadi kejutan,” balas Zayn. Dia terus saja menatap gemas ke arah anak pertamanya itu.

“Suamimu pasti kangen sama kamu dan anaknya! Wajar kalau maunya pulang cepat,” timpal Sarah dengan sengaja.

Ketiganya berbicara dengan santai, sedangkan Maha seperti tak dianggap keberadaannya. Dia seperti pajangan yang tidak terlihat oleh keluarga bahagia itu. Dia meremas ujung jilbabnya, menahan air matanya agar tidak jatuh lagi... lebih tepatnya, dia tidak mau terus saja menangis. Harusnya dia sudah terlatih dengan luka, bukan? Pemandangan di depannya dan juga luka itu sudah menjadi makanan sehari-hari untuknya.

Zayn langsung tersentak dan sadar karena di ujung sana ada Maha yang duduk. Istri keduanya itu sedang menatap ke arahnya, rasa bersalah langsung menjalar di hatinya.

“Maha, kenapa di sana? Duduk di sini. Mungkin Faiz ingin dipeluk bundanya,” kata Zayn lembut.

“Maha, kamu ambilkan saja teh hangat buat Zayn, ya!” timpal Sarah. Dia menatap Maha dengan penuh waspada.

Maha tersenyum dan mengangguk. “Baik, Nyai.”

“Maha, kamu di sini saja! Biar Mbak yang buatin teh hangat buat Mas Zayn. Faiz sepertinya mau tidur,” timpal Alysa. Wanita itu siap untuk berdiri dan menghampiri Maha, tapi Maha langsung membalasnya.

“Biar aku saja, Mbak.” Maha tanpa menunggu terlalu lama langsung berjalan ke arah dapur.

Di sisi lain, Zayn menatap punggung istri keduanya dengan tatapan yang dalam. Dia memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan juga kurang memperhatikan Maha karena Alysa lebih membutuhkan perhatian darinya. Ditambah dia tidak bisa berbuat apa-apa karena jika dia terang-terangan menunjukkan kasih sayang pada Maha, maka mertuanya itu akan semakin membenci Maha.

***

Maha membuat teh hangat di dapur. Saat selesai, Sarah menghampirinya

“Jangan terlalu banyak memakai gula!”

“Iya, Nyai. Maha hanya memberi gula setengah sendok teh saja,” balas Maha.

“Nanti kamu berikan tehnya sama Zayn dan jangan ikut bergabung denga kami! Biarkan Zayn menikmati waktu santai dengan anak dan istrinya. Meski kamu ikut gabung juga, keberadaan kamu tidak akan dianggap!” tambah Sarah.

Maha menghela napas pendek, dia sudah sabar selama ini dengan hinaan dan juga ucapan pedas dari Sarah beserta keluarga besarnya. Mungkin kesabarannya sudah sampai puncaknya sampai di berani menatap Sarah secara langsung.

“Maaf, Nyai. Tanpa Nyai minta juga, Maha tidak akan merusak kebahagiaan mereka. Dan juga Maha bukan perusak! Maha juga istrinya Mas Zayn, dan Maha lah yang melahirkan anak untuknya. Faiz adalah darah daging Maha yang Maha lahirkan dengan mempertaruhkan nyawa. Maha berhak atasnya juga."

Sarah tertegun, dia menggelengkan kepalanya karena Maha sudah berani membantahnya. “Kamu ternyata ngelunjak, ya! Hanya karena kamu telah melahirkan seorang anak, jadi kamu menganggap dirimu ratu? Dan harus membuat kamu lebih diutamakan?”

Sarah menggelengkan kepalanya dan menatap marah pada Maha. “Kamu menikah memang untuk melahirkan anak untuk Zayn. Kamu dinikahi Zayn bukan karena dia mencintaimu! Jangan bermimpi untuk menggeserkan posisi anak saya hanya karena telah melahirkan Faiz!”

“Maha tidak pernah berpikir bisa menggantikan posisi Mbak Alysa karena bagaimanapun... posisi Mbak Alysa adalah yang utama untuk Mas Zayn, di sini Maha hanya tidak ingin dianggap pembawa sial. Maha hanya ingin mendapatkan hak Maha untuk ikut mengasuh Faiz, Maha adalah ibu kandungnya dan bukankah Maha juga harus ikut andil dengan tumbuh kembangnya?”

“Faiz tidak boleh diasuh oleh wanita seperti kamu! Kamu adalah ibu yang buruk baginya! Kamu lupa apa yang telah kamu lakukan pada keluarga besar kami?” tanya Sarah. “Kamu datang menghancurkan keluarga kami! Kamu memanfaatkan wajah cantikmu itu untuk menggoda dan juga datangnya kamu ke keluarga ini hanya membawa luka! Raka... dia pada akhirnya harus menderita dan meninggalkan negara ini karena jatuh cinta padamu! Lalu, ada Rayhan... dia masuk penjara karena kamu telah menggodanya!”

Maha terdiam. Dia tidak menyangkal apa yang Sarah katakan. Raka dan Rayhan memang menderita karenanya, tapi itu bukan salahnya! Dia juga tidak ingin kedua pria itu jatuh cinta padanya. Maha sudah semaksimal mungkin membuat kedua pria itu tidak jatuh cinta padanya. Tapi, dia tidak bisa mengendalikan hati manusia.

“Jika kamu memang sadar atas kesalahanmu, pasti kamu tahu apa yang harus kamu lakukan!” Sarah langsung pergi meninggalkan Maha yang masih mematung.

***

Zayn tidak bisa tidur, dia langsung mengetuk pintu kamar Maha dan pintu itu tidak dikunci. Zayn melihat Maha sedang menatap Faiz yang tidur di sisinya.

“Kamu belum tidur?” tanya Zayn pelan, dia duduk di sebelah Maha.

Maha tidak menjawab, dia terus saja menatap Faiz. Ada kesedihan yang mendalam di matanya. Maha hanya ingin puas menatap wajah anaknya itu sebelum kesempatan itu hilang.

“Ada apa?” tanya Zayn.

“Mas, apa kamu bahagia karena saat ini ada Faiz?”

“Tentu saja Mas bahagia! Faiz adalah doa yang paling panjang dan tak pernah lelah untuk Mas minta pada Allah,” balas Zayn.

Maha tersenyum. Dia menatap cincin yang melingkar di jari manis suaminya dan yang jelas itu bukan cincin pernikahan mereka. Sejak awal keduanya menikah, dia tidak pernah melihat Zayn memakainya. Jari manis itu hanya tersemat cincin pernikahan Zayn dengan Alysa.

“Mas, terima kasih untuk semuanya dan aku anggap tugasku sudah selesai,” kata Maha dengan tersenyum.

“Apa yang kamu katakan?” tanya Zayn tak mengerti.

“Aku ingin kita cerai, Mas.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status