Senja dipindahkan ke ruang ICU. Wanita itu masih koma pasca kecelakaan dan operasi. Langit masih setia menemani. Menunggu sang istri siuman. Tak ada niat sedikitpun untuk meninggalkannya. Pria itu begitu telaten mengurus Senja. Menyeka dahi sang istri yang terkadang berkeringat. Begitupun bagian tubuh lain agar tetap segar meski belum sadarkan diri.Zack pergi untuk mengambil keperluan Langit dan Senja. Pria itu juga ke kantor untuk mengurus perusahaan yang sedang sedikit bermasalah. Membantu pekerjaan Langit yang belum bisa berkonsentrasi karena masih memikirkan kondisi Senja."Cepat sadar dan sembuh, Sayang. Saya merindukanmu," ucap Langit sambil mengecup puncak kepala Senja.Langit duduk sambil menggenggam sebelah tangan Senja yang terbalut infus. Merebahkan kepalanya di samping wanita itu. Tanpa terasa, ia terlelap karena lelah. Sejak tadi siang pria itu belum istirahat karena mengkhawatirkan Senja.Zack kembali ke rumah sakit sebentar tanpa membangunkan Langit. Pria itu menaruh
Dua minggu berlalu, Senja tak kunjung siuman. Berbagai cara dilakukan Langit untuk membuat wanita itu sadarkan diri. Namun, tetap saja Senja masih enggan membuka kedua matanya.Bukan hanya Langit, Randi pun mengkhawatirkan kondisi Senja. Lelaki berparas manis itu tidak ingin kehilangan Senja. Meskipun mereka terlahir dari rahim yang berbeda. Namun, ikatan di antara keduanya cukup keras. Menjalani suka suka bersama sejak kecil."Senja, aku berharap hari ini kamu akan membuka mata dan melihatku. Bangunlah dari tidur panjangmu. Kamu wanita kuat dan hebat. Kamu sudah berjanji tidak akan meninggalkanku begitu saja. Jangan takut, Senja. Banyak yang menyayangi dan ingin melihatmu tersenyum. Bangunlah, Senja."Randi bermonolog sambil memikirkan Senja di dalam ruangannya. Pria manis berkacamata itu merasakan kesedihan mendalam atas apa yang menimpa Senja. Apalagi, sampai sekarang wanita itu belum juga membuka matanya.Langit masih setia menjaga Senja. Pria itu juga berharap Senja akan membuka
Senja sudah diperbolehkan pulang ke rumah, setelah satu bulan di rawat di rumah sakit pasca kecelakaan beberapa waktu lalu. Lagi dan lagi, ia harus kembali ke apartemen Langit yang memiliki banyak kenangan-kenangan. Terutama kenangan buruk sejak dirinya memutuskan menikah dengan Langit.Wanita cantik itu duduk di kursi roda sambil menatap jendela kamar. Memandangi bangunan gedung-gedung bertingkat sambil termenung. Langit masuk ke kamar dan menatap ke arah Senja. Pria itu menarik napas dalam."Sayang, kau sedang melamunkan apa? Kenapa di sini?" tanya Langit sambil mendekati Senja dan berjongkok di samping wanita itu. Kemudian menggenggam sebelah tangan Senja.Senja terdiam. Pandangannya tetap fokus pada jendela. Bibirnya enggan mengeluarkan kata-kata. Langit mempererat genggamannya. Bukan hanya itu, Langit juga mengecup mesra punggung tangan Senja."Sayang ....""Saya merindukan Baby La. Kenapa ibu tidak menjemputmu bersamanya? Apa kau yang melarangnya?" ucap Senja sambil memandang La
Senja masih duduk dekat jendela ruang tamu sambil memegang ponselnya. Wanita itu membuka sandi dan mencari kontak. Kemudian, ia memilih nama Langit dan menekan tombol telepon. Senja menghubungi Langit yang tak kunjung pulang, sedangkan hari sudah hampir sore.Langit yang tengah fokus dengan laptopnya sambil menunggu Zack dan Toni kembali dari pengintaian ya sedikit terperanjat saat ponselnya berdering. Pria itu mengambilnya dari nakas dan menatap layar ponsel. Tertera nama 'My Wife' Langit mengerutkan kedua alisnya."Senja, ada apa meneleponku?" tanya Langit dengan curiga.Tanpa menunggu lama, pria itu pun langsung menekan tombol hijau di sudut bawah kanan ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari sang istri."Halo, Sayang. Ada apa menghubungiku? Apa kau merindukanku?""Halo, maaf jika saya mengganggumu. Mas, maaf tadi saat kau menelepon saya tidak mengangkatnya karena tertidur.""Iya, tidak apa. Saya paham. Hanya itu? Apa ada yang lain ingin kau katakan?""Iya, Mas. Tadi, suster
Malam berganti pagi. Matahari pun sudah memancarkan sinarnya. Cukup menyilaukan karena gorden tidak tertutup sempurna. Langit masih tidur sambil memeluk Senja. Wanita cantik itu membuka mata perlahan sambil sedikit menggeliat. Kemudian merasa ada yang menindih perutnya. Senja menoleh ke samping, betapa terkejutnya ia karena melihat Langit yang terlelap.Senja menyingkirkan tangan Langit perlahan dari perutnya. Lalu, ia berusaha bangkit untuk duduk. Langit membuka mata sambil mengerutkannya, merasa silau oleh sinar mentari yang menerpa wajahnya.Langit segera bangkit dan membantu Senja duduk. "Hati-hati. Morning My Dear." Pria itu mengulas senyum sambil memandangi wajah cantik Senja."Ma--Mas Langit. Kapan kau pulang? Maaf, saya ketiduran sampai tidak mengetahui kedatanganmu," ucap Senja dengan sedikit gugup.Langit kembali tersenyum. Pria itu meraih wajah Senja dan menangkupkannya. "Semalam. Kau tak perlu minta maaf. Saya yang seharusnya meminta maaf padamu. Meninggalkanmu terlalu lam
"Kau jangan takut. Ada saya di sini yang akan selalu melindungimu. Saya tidak akan membiarkan siapa pun melukaimu. Saya tidak akan melepaskannya. Saya berjanji akan mengembalikan apa yang seharusnya menjadi milikmu, Senja." Langit berkata sambil terus memeluk erat tubuh Senja. Air matanya luruh membasahi wajah tampannya.Senja larut dalam pelukan. Wanita itu sedang berusaha menata hatinya yang kembali terluka. Namun, ada rasa lega karena sudah berbagi beban pikiran yang selama ini menggelayutinya. Senja percaya Langit akan melindungi dirinya. Meskipun kini ia sedang menghadapi konflik yang pelik dengan Langit hingga ia kecelakaan dan seperti sekarang."Maaf, karena kemarin saya membohongimu. Saya tidak ingin menambah beban pikiranmu dan berpikir macam-macam. Namun, setelah kau ceritakan semua, saya mau jujur, kalau kemarin saya dan Zack juga anak buah saya yang lain pergi mencari Barman dan istrinya yang bersembunyi di pulau P kota X. Kami melakukan pengintaian untuk bisa meringkus me
Dari kejauhan tampak Randi melangkah mendekat ke ruang pemeriksaan. Lelaki berparas manis itu berpapasan dengan Langit yang tengah panik menunggu di luar tempat tersebut."Langit," ucap Randi lembut dengan terkejut."Randi." Langit pun tak kalah terkejutnya dengan Randi."Kamu ... Apa yang lakukan di sini? Apa terjadi sesuatu pada Senja? Pasien di dalam apakah itu Senja?" Rentetan pertanyaan di lontarkan Randi dengan rasa penasaran."Iya, di dalam itu adalah Senja." Langit berkata sambil mengangguk pelan."Apa yang terjadi? Kenapa Senja sampai di bawa ke IGD. Apa dia ....""Ceritanya panjang. Singkat cerita, Senja syok dan tak sadarkan diri." Langit kembali berkata, ia tak ingin banyak bicara karena masih mengkhawatirkan kondisi Senja."Baik, aku akan memeriksa Senja dahulu. Kamu berhutang penjelasan padaku," ucap Randi sambil melangkah dan membuka pintu ruangan pemeriksaan. Tak lupa ia berpesan pada pemuda yang berdiri di hadapannya sebelum pergi. Langit mematung, ia juga syok dengan
Senja masih memeluk Langit. Wanita itu begitu ketakutan sekali. Ingatan akan masa lalunya kembali datang dan terus menghantui pikirannya. Langit meski panik tetap berusaha tenang, ia tidak ingin Senja semakin gelisah jika melihatnya."Kau jangan takut. Saya berjanji akan selalu menjaga dan melindungimu. Maafkan saya, tidak seharusnya saya membawamu ke tempat itu dan menemuinya. Saya menyesal telah melakukan itu padamu. Maafkan saya, Senja." Langit berkata lembut di tengah-tengah aktivitasnya. Pria itu semakin merasa bersalah dengan melihat kondisi Senja sekarang."Mas tidak salah. Memang sudah seharusnya saya menemuinya. Cepat atau lambat, semua pasti akan terungkap. Maafkan saya telah membuatmu khawatir. Maaf, jika saya rahasiakan semua darimu. Seharusnya, sejak awal sebelum kita menikah saya bercerita. Mungkin hati saya akan jauh lebih baik saat melihatnya." Senja melepaskan pelukannya. Menatap dalam sang suami dan menggenggam kedua tangannya. Wanita itu merasa bersalah karena menut