Home / Romansa / Bisikan Dosa / Bab 2 - Makan malam

Share

Bab 2 - Makan malam

Author: Lee Sizunii
last update Last Updated: 2025-08-19 21:36:37

Malam itu, ruang makan keluarga Graves dipenuhi cahaya lampu gantung kristal yang berkilau di atas meja panjang berlapis kain putih. Piring porselen dan gelas kristal tertata rapi, lengkap dengan peralatan makan perak yang membuat Alana merasa seperti tamu di sebuah jamuan resmi, bukan sekadar makan malam keluarga.

Ia duduk di samping ibunya, sementara Edward duduk di ujung meja dengan postur yang selalu tegak dan berwibawa. Nero di sisi kanan ayahnya, rapi dalam kemeja gelap, kontras dengan Axel yang duduk bersandar santai di kursinya, lengan baju dilipat sembarangan.

Pelayan datang, meletakkan sup hangat di hadapan mereka. Alana meraih sendok perlahan, berusaha terlihat sopan meski jantungnya berdegup kencang.

Sesekali, ia merasakan tatapan dingin Nero menembus dirinya. Mata pria itu tidak pernah berhenti mengawasi, seolah setiap gerakan kecil yang Alana lakukan sedang diuji. Tatapannya tajam, seperti hendak menemukan kelemahan.

Alana menunduk, fokus pada sup di depannya. Ia meneguk perlahan, berusaha menenangkan diri.

“Kenapa kamu makan sepelan itu?” Suara Axel tiba-tiba terdengar, disusul tawa ringan. “Nanti makanannya keburu dingin. Atau… kamu takut sendoknya kebalik?”

Alana mendongak kaget, wajahnya memerah. “Aku hanya… terbiasa begini,” jawabnya pelan, mencoba tetap sopan.

Axel menyeringai, jelas menikmati rasa malu adiknya itu. “Santai aja, Alana. Ini rumahmu juga. Nggak usah kaku begitu, nanti malah bikin supnya minder.”

Vivienne langsung menoleh dengan tatapan menegur. “Axel, jangan goda adikmu. Dia masih menyesuaikan diri.”

“Tapi aku cuma bercanda, Ma,” Axel mengangkat bahu, tetap dengan senyum nakal.

Sementara itu, Nero berdeham pelan, menegakkan tubuhnya. “Candaanmu tidak lucu,” katanya singkat, suaranya dingin.

Axel menoleh pada kakaknya, tatapannya penuh tantangan. “Ya ampun, Ner. Kau ini selalu serius. Kalau semua harus seperti mu, meja makan ini bakal kaku kayak rapat dewan direksi.”

Tegang sejenak, tapi Edward menyela dengan suara berwibawa. “Cukup.”

Semua diam seketika.

Edward lalu menoleh pada Alana, suaranya lebih lembut kali ini. “Kamu tidak perlu merasa canggung di sini. Kalau kamu tidak keberatan, kamu bisa memanggilku Papa, seperti yang lain. Dan kalau butuh sesuatu, katakan saja.”

Alana menatapnya dengan sedikit terkejut, lalu menunduk hormat. “Baik, Tuan—” ia berhenti sejenak, memperbaiki, “baik… Papa.” Suara itu terdengar canggung, tapi Edward tersenyum tipis, mengangguk puas.

Vivienne menepuk punggung tangan putrinya, wajahnya berbinar. “Lihat? Kamu diterima dengan baik di keluarga ini. Mama sangat bersyukur.”

Makan malam kembali berjalan dengan obrolan ringan. Axel tetap sesekali melontarkan komentar konyol yang membuat suasana jadi tidak terlalu kaku, meski seringkali membuat Alana malu. Anehnya, tawa Axel justru menghidupkan meja makan, membuat keluarga itu tampak lebih hangat meski Nero tetap diam dengan tatapan penuh perhitungan.

Setelah hidangan utama selesai, Edward menaruh garpunya dan menatap Alana. “Oh ya. Besok kamu bisa langsung mulai kuliah. Aku dan Mama-mu sudah mendaftarkanmu di universitas terbaik di kota ini. Semua sudah diurus.”

Alana terbelalak. “Besok…? Tapi aku—”

“Kamu tidak perlu khawatir.” Vivienne segera menimpali. “Segalanya sudah dipersiapkan. Kamu hanya tinggal menyesuaikan diri. Mama yakin kamu bisa.”

Alana mencoba tersenyum, meski perutnya terasa mengeras. Universitas terbaik di kota besar, rumah baru, keluarga baru… semuanya datang terlalu cepat.

Ia melirik ke arah Nero yang masih memandanginya dingin, lalu ke Axel yang kembali tersenyum nakal sambil mengangkat gelas seakan memberi selamat.

"Oh ya, besok Mama dan Papa harus pergi pagi-pagi. Kamu ke kampus diantar sopir ya, gapapa kan?"

Alana menatap ibunya sambil mengangguk. "Gapapa kok, Ma."

"Kalau butuh apa-apa bilang aja, Na. Aku pasti bantu," kata Axel.

"Terimakasih Kak Axel."

"Duh gemes banget sih."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bisikan Dosa   Bab 11 - Teman baru

    Suasana kelas perlahan lengang setelah dosen menutup penjelasannya. Mahasiswa lain berbondong-bondong keluar menuju kantin atau sekadar nongkrong di luar. Alana, seperti biasanya, tetap duduk di kursinya. Ia membuka kembali buku catatan, merapikan tulisan-tulisan dosen tadi yang sempat tercecer.Pensil mekaniknya menari di atas kertas, sementara ruang kelas makin sepi. Hanya ada suara kipas angin di langit-langit yang berputar pelan.Namun, tidak lama kemudian, telinganya menangkap suara kecil, seperti barang jatuh dan seseorang yang bergumam gelisah. Alana menoleh.Di pojok belakang, seorang gadis masih berada di kelas. Penampilannya cukup mencolok. Kacamata besar yang tampak kebesaran menutupi setengah wajahnya, rambut diikat seadanya, dan wajah yang dipenuhi beberapa tahi lalat. Gadis itu tampak sibuk meraba-raba lantai, menunduk dengan panik.Alana ragu sejenak, tapi akhirnya menutup bukunya. Ia bangkit dan berjalan mendekati. “Hei… kamu

  • Bisikan Dosa   Bab 10 - Tidur di kamar yang salah

    Ruang kamar Axel masih dipenuhi dengan suara game yang setengah mati ia mainkan. Di meja belajar, kertas salinan sudah menumpuk, barisan tulisan tangan Alana memenuhi halaman demi halaman. Gadis itu bersandar di kursi, kepala tertunduk, mata terpejam.Axel melirik sekilas, mengangkat alis. “Hah? Udah tidur?” gumamnya.Ia bangkit dari beanbag, berjalan mendekat, lalu menepuk bahu Alana. “Hei, bangun. Baru segini aja udah tumbang? Dasar kebo.”Tidak ada respon.Axel menghela napas panjang, kali ini menggoyangkan tubuh Alana. Tetap tidak ada gerakan selain hembusan napas halus yang teratur.“Astaga, susah banget sih bangunin cewek ini.”Kesal, Axel mencoba menarik tubuh Alana agar duduk tegak. Tapi saat ia menarik, kakinya sendiri tersandung botol air mineral kosong yang ia biarkan berserakan di lantai.“Shit—!”Tubuh Axel kehilangan keseimbangan. Ia terjatuh, menyeret kursi sekaligus Alana yang masih tertidur. Refleks, Axel mengg

  • Bisikan Dosa   Bab 9 - Kamar yang berantakan

    Malam itu meja makan terasa lebih lengang dari biasanya. Hanya Edward, Vivienne, dan Alana yang duduk mengitari meja panjang berlapis kain putih itu.Nero entah di mana, Axel pun tak terlihat batang hidungnya.Alana mengaduk sup di mangkuknya, tapi pikirannya melayang jauh. Bayangan video aneh yang ia tonton di ruang baca tadi sore masih mengganggu. Gerakan tubuh wanita itu, pelukan pria asing yang begitu erat, semua membuat pipinya kembali panas. Lebih buruk lagi, ia masih tak tahu siapa pengirim email itu.“Bagaimana harimu di kampus, sayang?” tanya Vivienne dengan senyum lembut.Alana tersentak kecil, buru-buru mengangkat wajahnya. “B-baik, Ma. Semua berjalan lancar.”Edward menatapnya dengan hangat. “Kalau ada kesulitan, bilang saja. Jangan dipendam sendiri.”Alana mengangguk patuh, meski senyumnya kaku. Hanya ada sedikit percakapan singkat setelah itu. Begitu makan malam selesai, Alana segera pamit ke kamar. Ia butuh ruang untuk bernapa

  • Bisikan Dosa   Bab 8 - Link video

    Sore itu, langkah Alana terasa berat ketika ia menuruni mobil yang baru saja membawanya pulang dari kampus. Hari yang panjang benar-benar menguras tenaga. Tasnya terasa lebih berat dari biasanya, meski hanya berisi buku dan catatan. Begitu memasuki rumah keluarga Graves, kesunyian langsung menyambut. Rumah megah itu terasa dingin, terlalu luas untuk diisi oleh hanya satu orang. Tidak ada suara tawa, tidak ada percakapan. Bahkan jejak langkahnya bergema di lorong panjang, membuat kesepian semakin terasa menusuk. Alana berhenti sejenak di ruang tamu. Matanya menyapu setiap detail yang sebelumnya tak pernah ia perhatikan. Kenapa aku tidak pernah berjalan-jalan di rumah ini sejak datang? pikirnya. Rasa penasaran pun mendorong langkahnya. Ia mulai menelusuri lorong-lorong besar dengan karpet tebal berwarna merah marun, melewati deretan lukisan tua dengan bingkai emas. Ada sebuah ruang musik dengan piano grand hitam berkilau, sunyi namun anggun, seolah menunggu seseorang untuk menyentuh

  • Bisikan Dosa   Bab 7 - Bekal

    Hari itu, kelas terasa begitu lengang meskipun ramai oleh suara mahasiswa yang baru saja masuk kuliah. Alana duduk di kursi barisan tengah, tubuhnya tegak, kedua tangannya bertumpu pada meja. Meski matanya menatap papan tulis kosong, pikirannya berkelana entah ke mana. Sudah beberapa hari ia berada di kampus ini, tapi teman? Belum satu pun. Sifat pendiamnya membuat ia sering terjebak di ruang sendiri, merasa asing sekaligus enggan membuka diri. Baginya, mendengarkan lebih nyaman daripada ikut bersuara. Suara tawa di belakangnya membuat Alana sedikit menoleh. Sekelompok mahasiswa sedang bercakap heboh. Mereka membicarakan sesuatu yang… aneh. “Gue tuh pernah kepikiran, kalau punya kakak seganteng artis, kayaknya nggak bakal tahan deh buat nggak mikirin macem-macem.” Yang lain tertawa. “Eh gila lu! Kakak sendiri? Itu udah fantasi keluarga namanya.” “Ya gimana? Kalau liat bibir kakak gue, bawaannya pengen gue cium aja.” “Tapi iya sih, gue punya kakak keponakan juga ganteng bener, di

  • Bisikan Dosa   Bab 6 - Sentuhan jari

    Pagi itu, sinar matahari menerobos kaca jendela ruang makan keluarga Graves, menyoroti meja panjang yang sudah tertata rapi dengan hidangan sarapan. Alana duduk di kursi, berusaha menenangkan diri. Semalaman ia hampir tidak tidur. Bayangan Axel, suara tawanya, dan kalimat “Kamu penasaran?” terus bergema di kepalanya. Namun sekarang, semua anggota keluarga hadir di meja. Vivianne duduk anggun di sisi Edward, wajahnya penuh kehangatan. Nero, seperti biasa, tampak serius dengan kemeja rapi meski hanya sarapan. Dan Axel… duduk santai di kursinya, melahap roti dan telur seolah dunia sama sekali tidak menyimpan rahasia. “Alana sayang,” suara lembut Vivianne memecah keheningan. “Bagaimana kuliahmu kemarin? Semua baik-baik saja?” Alana tersenyum kaku, menunduk sebentar sebelum menjawab, “Iya, Mama. Baik-baik saja.” Edward menambahkan, dengan nada perhatian khas seorang ayah, “Kalau ada apa-apa, jangan ragu bilang ke Papa, ya. Kamu sekarang bagian dari keluarga ini. Tidak ada yang perlu di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status