Share

Bloody Revenge
Bloody Revenge
Penulis: Alyanis Desi

Prolog

Farizka selesai menyalin jadwal mengajarnya untuk satu semester ganjil enam bulan ke depan. Dia kembali memperhatikan jadwal yang sudah berpindah pada buku harian yang selalu dibawa. Dua puluh lima jam dalam seminggu, mengajar dari hari Senin sampai Jumat. Semuanya kelas sepuluh. 

Kepala sekolah sempat menyampaikan dalam rapat pleno pada hari pertama masuk bahwa semua guru baru yang terhitung hanya dua orang, akan mengajar di kelas sepuluh. Farizka dan Angga. 

Angga—guru Olahraga—juga mendapatkan jam mengajar di kelas sepuluh. Tentu saja Angga akan mengajar di lapangan olahraga yang bersebelahan dengan lapangan upacara. Namun, Farizka justru harus mengajar di kelas yang sama, dari hari Senin sampai Jumat. 

Kelas 211. Kelas yang terletak di pojok lantai dua, menjorok ke dalam. Tidak terlihat dari lantai satu, bahkan dari lapangan upacara. Semua kelas di lantai dua dapat dilihat dari lantai satu. Kelas 201-212 semua terlihat, kecuali kelas 211 yang bangunannya terpisah dari kelas 210. Kelas 211 merupakan sambungan dari kelas 212 tetapi seakan-akan merupakan perluasan wilayah. Mungkin seperti itu.

“Pagi, Farizka,” sapa Angga yang kebetulan akan mengambil botol minuman yang terletak di dalam tasnya di ruang guru. 

“Udah lihat jadwal?”

“Sudah. Ini sudah kucatat.” Farizka menunjukkan catatan pada buku hariannya.

“Oh ya, mengajar di kelas berapa?” lanjut Angga sambil meneguk minumannya.

“Kelas 211.”

Beberapa pasang mata di ruang guru secara tidak langsung berpandangan dan menggeleng ketika mendengar ucapan Farizka.  Kelas 211.

Farizka sendiri tahu bahwa tatapan mata itu buka tatapan mata biasa. Mungkin semacam prihatin, kasihan, atau iba. Namun, dia tidak bisa menemukan jawaban. Iba untuk apa?

“Wah, kok bisa kebetulan ya? Semua di kelas 211."A

Angga memperbaiki posisi duduknya di sebelah Farizka.

“Iya,” jawab Farizka.N

Namun bukan “iya” yang dipikirkannya. Farizka tahu bahwa itu bukan sebuah “kebetulan”, melainkan “kesengajaan”. 

Ada tiga puluh ruang kelas di sekolah. Semua kelas menggunakan sistem moving saat perpindahan jam. Sangat aneh jika Farizka mendapatkan kelas yang sama setiap harinya.

Sementara itu, tiga guru perempuan yang diam-diam memperhatikan pembicaraan Farizka tampak tersenyum penuh arti. Mereka adalah Milna, Eka, dan Rahma.

Tanpa mereka bertiga sadari, sesosok makhluk dengan tatapan tajam dan menusuk tengkuk turut memperhatikan ketiganya dengan penuh amarah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status