Compartilhar

Bab 5

Autor: Mita Yoo
last update Última atualização: 2025-12-12 08:13:50

Kaisar menunjuk ke sudut perpustakaan yang paling gelap dan penuh rak tinggi. “Di sana berisi arsip-arsip lama tentang Kerajaan Utara. Sejarah, budaya, bahkan silsilah keluarga kerajaannya. Mungkin kau akan menemukan lebih banyak ‘gambar’ yang menarik di sana.”

Kaisar Xylas pergi, meninggalkan Lysandra sendirian dengan jantung yang berdebar kencang karena ketakutan.

Lysandra menghela napasnya. Arsip tentang Kerajaan Utara. Silsilah keluarga kerajaan.

Itu adalah tempat di mana identitas aslinya bisa dengan mudah terbongkar jika dia tidak berhati-hati.

Dan Kaisar menyuruhnya membersihkan bagian itu.

Dia seolah sengaja memberikan akses ke informasi yang paling berbahaya, untuk melihat apa yang akan dilakukan Lysandra.

Apakah Lysandra akan menghindarinya? Atau apakah dia akan tergoda untuk melihat, dan membuktikan bahwa dia memang memiliki hubungan dengan masa lalu yang seharusnya tidak diketahui Kaisar?

Keesokan harinya, Kaisar memanggil Lysandra melalui pengawalnya.

“Lyra, saya diperintahkan Yang Mulia untuk memanggilmu ke perpustakaan pribadinya,” kata seorang pengawal di pintu.

Jantungnya berdebar. Perpustakaan pribadi? Bukankah itu tempat yang sangat rahasia?

Dengan langkah gugup, Lysandra diantar ke sebuah pintu kayu gelap yang besar. Pengawal itu mengetuk, lalu membukakannya.

Kaisar Xylas berdiri di depan rak buku yang penuh, membelakangi pintu. Dia tidak menoleh.

“Masuk, Lyra,” ucapnya. “Dan tutup pintunya.”

Lysandra melangkah masuk, dan pintu tertutup, mengurungnya di ruangan berisi buku-buku dan pria paling berbahaya di kekaisaran.

Kaisar akhirnya berbalik. Di tangannya, ada sebuah gulungan peta tua. Matanya menatap Lysandra dengan intens.

“Kau bilang kau hanya budak biasa,” katanya, suaranya tenang. “Tapi aku yakin, ada sesuatu yang kau sembunyikan.”

Kaisar meletakkan sebuah peta di atas meja, tepat di depan Lysandra.

“Jadi, Lyra,” desisnya, namaku di mulutnya terdengar seperti ancaman dan janji sekaligus.

“Mari kita mulai dengan pelajaran pertama. Tunjukkan padaku di peta ini ... dari mana sebenarnya asal-usulmu?”

Peta di atas meja itu tampak tua, garis-garisnya samar dan penuh dengan nama-nama wilayah yang sebagian sudah tidak digunakan. Namun Lysandra mengenalinya. Itu peta wilayah Utara, termasuk kerajaan lamanya yang sekarang mungkin sudah dikuasai adik tirinya.

Lysandra memandang peta itu, lalu menatap Kaisar. Wajah Kaisar tetap tanpa ekspresi, tetapi di mata abu-abu itu ada api keingintahuan. Dia sedang mengujinya.

Lysandra memaksakan kepalanya untuk menggeleng pelan. Dia menurunkan pandangan, memainkan peran budak yang ketakutan dan bingung.

“Maafkan hamba, Yang Mulia,” bisiknya, suaranya dibuat selemah dan bergetar sebisa mungkin. “Hamba ... tidak bisa membaca peta.”

Lysandra mengangkat tangannya yang masih ada bekas luka dan kapalan, seolah-olah menunjukkan betapa tidak pantasnya dia menyentuh benda semulia itu. “Hamba hanya budak bodoh dari desa. Hamba tidak pernah diajari ... garis-garis rumit seperti ini.”

Kaisar Xylas tidak bergerak. Dia diam begitu lama, sampai Lysandra semakin bisa mendengar detak jantungnya sendiri berdebar di telinga.

Lalu, Kaisar berjalan memutari meja, mendekati Lysandra. Dia menahan napas.

“Budak bodoh,” ucapnya perlahan, seperti mencicipi kata-kata itu. “Tapi budak bodohku yang lain, ketika ditanya asal-usulnya, akan langsung menyebut nama desa atau wilayah. ‘Dari Dusun Batu, Yang Mulia’ atau ‘Dari Pinggir Sungai Deras’.”

Kaisar berhenti tepat di depannya. “Kau? Kau bahkan tidak mencoba menunjuk area yang salah. Kau langsung mengaku tidak bisa. Seolah-olah kau tau betapa berbahayanya memberi jawaban yang salah tentang peta ini.”

Lysandra membeku. Kaisar terlalu jeli. Dan dia terjebak dalam logikanya sendiri.

“Atau mungkin,” lanjutnya, suaranya semakin rendah, hampir seperti bisikan yang hanya untuk mereka berdua, “kau takut. Bukan takut padaku. Tapi takut bahwa jari yang salah akan menunjuk ke tempat yang ... terlalu familiar untukmu?”

Kaisar tak menunggu jawabannya. Dengan gerakan tiba-tiba, dia mengambil peta itu, menggulungnya.

“Tidak apa. Pelajaran pertama selesai,” katanya, tiba-tiba bersikap biasa saja, seolah percakapan menegangkan itu tidak terjadi.

“Kau bisa pergi. Kembali ke tugasmu membersihkan perpustakaan.”

Lysandra segera membungkuk dalam-dalam, lalu berbalik untuk pergi, kakinya masih terasa lemas.

Dan tepat saat tangannya menyentuh gagang pintu, suara Kaisar terdengar lagi.

“Tunggu, Lyra.”

Lysandra menoleh.

Kaisar tidak melihatnya. Dia sedang menatapi gulungan peta di tangannya. “Besok, kita akan ada pelajaran kedua. Tentang ... tanaman obat. Aku dengar kau sering melihat-lihat taman. Pilih beberapa tanaman yang kau kenal, dan katakan padaku kegunaannya. Sebagai budak desa, itu seharusnya mudah, bukan?"

Kaisar akhirnya menatap matanya. Di sudut bibirnya, ada lengkungan yang sangat tipis. Bukan senyum. Namun sesuatu yang lebih menyeramkan bagi Lysandra.

Lalu pintu tertutup. Lysandra berdiri di koridor yang sepi, punggungnya bersandar pada kayu pintu yang dingin, mencoba mengatur napas.

‘Dia tidak percaya padaku. Tidak sedikitpun,’ pikirnya.

Dan sekarang, dia memberi ujian baru. Tanaman obat. Sebagai Putri Lysandra dulu, aku memang diajari sedikit pengetahuan herbal. Tapi apakah pengetahuan seorang putri sama dengan pengetahuan budak desa? Aku tidak tahu.

Lysandra berjalan pelan menuju kamar, pikirannya kalut.

“Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya.

***

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Budak Kesayangan Sang Tiran   Bab 13

    Kaisar lalu melangkah pergi, meninggalkan Lysandra sendiri. Lysandra masih terdiam sebelum meninggalkan ruangan itu.Saat dia melangkah pelan menuju kamarnya, tiba-tiba saja dia tergerak untuk melihat ke jendela atas istana. Ada bayangan seorang pria tinggi berdiri di sana.Kaisar Xylas.Dia sedang menunggu.Lysandra mengepalkan tangan, lalu memutuskan untuk berbalik dan berjalan menuju kamarnya. Dia tidak pergi ke taman.Lysandra memilih untuk tidak memenuhi panggilan Lord Verian. Namun, saat dia melewati koridor yang sepi, tiba-tiba ada tangan yang menariknya ke dalam ceruk gelap!Sebuah tangan menutup mulutnya.“Jangan bersuara,” bisik suara yang sangat dikenalnya berdasarkan ingatan masa lalunya.Suara Lord Verian.Dia masuk ke dalam istana!“Mereka tidak akan peduli jika aku membunuh seorang budak, ‘kan? Kau benar-benar membuatku tertarik,

  • Budak Kesayangan Sang Tiran   Bab 12

    Kaisar melepaskan tangan Lysandra dan berbalik, lalu kembali ke percakapan dengan utusan kerajaan lain. Seolah-olah tidak ada yang terjadi sebelumnya.Lysandra berdiri di sana selama beberapa detik, masih terpaku. Namun perintahnya jelas. Lysandra mengangguk pelan pada diri sendiri, lalu mulai berjalan membawa nampan minuman, kali ini dengan kepala sedikit lebih tegak.Namun di dalam hatinya bergejolak. Kaisar baru saja melindunginya dengan terang-terangan. Dia menjadikannya titik pusat perhatian.‘Kenapa dia melakukan itu? Untuk menunjukkan kekuasaannya? Atau … untuk memberiku kesempatan lebih baik untuk mendengarkan, karena sekarang orang-orang akan membicarakan aku, dan mungkin akan membicarakan hal lain dengan lebih bebas karena menganggapku tidak penting?’ pikirnya.Sepanjang acara, Lysandra berkeliling. Beberapa bangsawan meliriknya dengan penasaran. Beberapa lainnya, terutama teman Inggrid, memandangnya dengan tatapan pe

  • Budak Kesayangan Sang Tiran   Bab 11

    Esok harinya, Lysandra dipanggil ke ruang kerja Kaisar Xylas. Ruangan itu berukuran lebih kecil dibanding perpustakaan pribadinya. Kaisar tidak sendirian di sana. Seorang pria dengan jubah kelabu dan mata yang sangat waspada, berdiri di sampingnya. Dia adalah kepala mata-mata Kekaisaran Barat. “Lyra, ini Arion. Dia akan mengajarimu dasar-dasar,” kata Kaisar. “Cara mendengarkan tanpa terlihat mendengarkan. Cara mengingat percakapan. Cara mengenali pembohong.” Arion mengangguk, matanya yang tajam menatap Lysandra dari ujung kepala hingga kaki. “Kita mulai dengan tamu pertama. Utusan dari Kerajaan Utara,” ujarnya, sengaja menekankan kata itu. Kaisar meneruskan sambil mengamati reaksi Lysandra. “Dia akan tiba besok. Kau akan bertugas sebagai pelayan yang menyajikan minuman. Catat segalanya. Terutama,” dia melirik Arion, yang mengangguk pelan, “terutama jika dia menyebutkan nama Putri Lysandra yang hilang, a

  • Budak Kesayangan Sang Tiran   Bab 10

    Kaisar menoleh, separuh wajahnya masih dalam bayangan. “Kebenaran. Bukan sekaligus. Tapi sedikit demi sedikit. Dan kesetiaan. Kesetiaan mutlak sebagai seorang budak.”Kaisar kembali ke mejanya, menatap Lysandra dengan serius. “Aku tahu kau bukan budak biasa. Aku tahu kau mungkin menyembunyikan sesuatu. Rahasia yang besar.” Dia menunjuk liontin di tanganku.Kaisar mengambil napas dalam-dalam. “Jadi, ini tawaranku. Kau tetap menjadi Lyra, budak pribadiku. Kau akan melakukan tugas yang kuberikan, termasuk mengamati tamu-tamu. Tapi kau akan melakukannya untukku.”“Dan sebagai imbalan untuk hamba?” Lysandra bertanya, berusaha keras agar suaranya tidak gemetar.“Sebagai imbalan,” ucap Xylas, “aku akan melindungi rahasiamu. Aku akan memberimu pengetahuan, akses, dan kekuatan yang kau butuhkan untuk apa pun tujuan sejatimu di kerjaan ini. Entah itu balas dendam, atau mengambil kembali sesuatu yang hilang. Tugasmu sudah jelas di sini.”Jantung Lysandra kembali berdebar kencang. Kaisar menawark

  • Budak Kesayangan Sang Tiran   Bab 9

    Kaisar akhirnya benar-benar pergi, langkahnya menghilang di koridor. Lysandra menutup pintu, bersandar di baliknya, cangkir teh masih mengepul di tangannya. Kau mengingatkan aku dengan seseorang. Kata-kata Kaisar itu terus bergema di telinga Lysandra. ‘Siapakah orang yang dimaksud Kaisar? Apa hubungannya denganku? Atau ... apakah ini hanya akal-akalannya untuk membuatku lengah, untuk menjeratku dengan manipulasinya?’ pikir Lysandra. Lysandra mulai meminum tehnya. Rasanya hangat, menenangkan, tetapi juga pahit. Kaisar memberi pilihan yang sebenarnya bukan pilihan pada Lysandra. Menjadi matanya, atau menghadapi konsekuensi dari rahasia yang suatu saat bisa dia ungkap. Esok malamnya, ketukan di pintu kamarnya malam itu terdengar berbeda. Bukan ketukan pelayan yang terburu-buru, bukan pula ketukan pengawal yang tegas. Ini ketukan yang terukur, berat, dan penuh otoritas. Ketukannya hanya tiga kali, tetapi memenuhi seluruh ruangan kecil kamar Lysandra. Dan Lysandra sudah tahu siapa

  • Budak Kesayangan Sang Tiran   Bab 8

    “Lyra.”Suara Kaisar memecah lamunan Lysandra. Dia mengangkat wajah, berusaha mati-matian menjaga ekspresi agar tetap datar, namun dia tahu matanya pasti memancarkan gelombang kepanikan yang tak bisa sepenuhnya disembunyikan.“Ya, Yang Mulia?” suaranya serak.“Kau kenapa?” tanya Kaisar. Kalimatnya pendek, tetapi langsung ke sasaran. Matanya tak berkedip, menangkap setiap ekspresi di wajah Lysandra yang pucat.“Hamba … sakit perut, Yang Mulia,” gumam Lysandra, tangannya secara refleks menekan perut bawah. Dia membungkuk sedikit, berpura-pura kesakitan.“Tiba-tiba … mual.” Dia berharap alasan itu terdengar seperti masalah siklus bulanan pada perempuan, sesuatu yang memalukan dan tidak mungkin dibahas lebih lanjut oleh seorang pria, apalagi seorang Kaisar.Kaisar terdiam. Namun tatapannya tak pernah benar-benar beralih dari Lysandra.“Kembalilah ke kamarmu,” ucap Kaisar, suaranya kembali datar, netral.Tidak ada nada khawatir, tidak ada kemarahan. Hanya sebuah perintah. “Jangan keluar k

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status