"Aa, kerja di sini?" Cahaya coba mencairkan suasana dengan membuka percakapan terlebih dahulu walau pertanyaan itu sepertinya tidak penting.
"Iya, Ya. Hari ini mulainya. Aku pikir nggak bakalan diterima. Ini perusahaan anak cabang yang di Korea, 'kan? Soalnya, waktu itu aku nggak tau. Sepulangnya dari Korea, aku kan langsung resign."
"Iya, Aa. Emm, kenapa Aa resign waktu itu?" tanya Cahaya ingin tau alasan Raja keluar dari perusahaan saat karirnya sedang menanjak. Pria itu bahkan sering bolak-balik dikirim ke luar negeri.
"Aku ... takut dikirim ke Korea lagi! Nanti, ketemu kamu sama Kim lagi. Takut sakit hati." Raja terkekeh, menertawakan alasan dia dulu berhenti kerja.
'Deg!' Kata-kata Raja menohok hati Cahaya. Sebegitu sakit hatikah Raja, hingga harus mengorbankan pekerjaannya agar tidak bertemu dengannya lagi?
Cahaya tersenyum getir, "Tapi sekarang malah ketemu lagi ya, Aa? Apa Aa juga akan mengundurkan diri setelah tau aku kerja di sini, Aa?" tanya Cahaya, yang langsung dijawab kekehan kembali oleh Raja.
"Nggak lah, Ya. Aku bukan anak kecil. Lagian kan itu sudah lama berlalu. Aku senang kamu akhirnya bisa berjodoh dengan Kim. Berarti, pengorbananku tidak sia-sia. Kamu bahagia kan, Ya?" Raja semakin dalam menatap Cahaya.
Penampilan baru gadis yang kini mewarnai rambutnya itu membuat Raja harus terus menyadarkan dirinya bahwa Cahaya milik orang. Istri Kim.
'Seandainya itu yang terjadi, A. Sayangnya itu tidak pernah terjadi.'
"I-iya, A. Aku ... bahagia!" entah kenapa Cahaya masih berbohong. Benar kata orang, sekali berbohong maka kita akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Tapi, Cahaya tidak perduli, biarlah.
"Syukurlah." Raja tersenyum tulus, "Terus, kenapa kamu tidak tinggal di Korea, Ya? Apa Kim tidak kasihan kalian harus LDR-an? Nggak kangen gitu?"
"Tentu saja, tapi ini yang terbaik"
"Sudah punya anak?"
"Uhuk!" Cahaya tersedak saat minum, mendengar pertanyaan Raja.
"Hati-hati, Ya!" Raja menepuk punggung Cahaya pelan.
Cahaya mengusap bibirnya dengan punggung tangan, sebelum mengeluarkan sapu tangan dari saku baju seragamnya. Dia berusaha mengatur napas yang mendadak sesak karena tersedak tadi.
Mata Raja menatap tajam pada sapu tangan yang dipakai Cahaya. Dia tau betul sapu tangan itu. Itu miliknya yang dulu pernah diberikan pada Cahaya. Hatinya berdesir mengenang saat pertama pertemuan mereka. Dia senang Cahaya masih menyimpan sapu tangan itu, meskipun sekedar untuk kenangan saja.
"Belum, Aa!"
Drama berlanjut, Cahaya sedang mempermainkan hatinya sendiri. Gadis itu merutuk dalam hati karena tidak berani mengatakan yang sebenarnya.
'Loh, memang belum punya anak kan? Nikah aja belum, bagaimana mau punya anak?' batin Cahaya menenangkan diri.
"Oh, maaf, Ya." Raja pikir Cahaya tersedak tadi karena tersinggung oleh ucapannya. Jadi, Raja merasa perlu minta maaf, "Sabar, ya? Mungkin, belum saatnya punya."
"Nggak pa-pa, Aa. Kalau Aa sendiri, sudah nikah?" tanya Cahaya mengalihkan pembicaraan yang dari tadi seakan memojokkannya.
"Belum, Ya."
Cahaya tersentak kaget walau senang saat mendengar pengakuan Raja.
"Kenapa?" Cahaya semakin ingin tahu tentang kehidupan Raja setelah mereka berpisah begitu lama.
"Belum ketemu yang cocok saja."
Mendengar itu, hati Cahaya semakin senang walau ada penyesalan karena tadi sudah berbohong jika sudah menikah dengan Kim. Tapi … sudah terlanjur.
Cahaya melihat sekeliling kantin yang makin sepi. Tiga puluh menit lagi, mereka harus kembali bekerja.
"Em, waktu istirahat setengah jam lagi, Aa. Aku belum sholat juga," ucap Cahaya bangun dan mendorong kursi yang diduduki ke belakang. Raja pun mengikuti tanpa menjawab.
"Boleh minta nomor ponselnya, Ya?" tanya Raja, saat mereka melangkah keluar dari kantin.
"Boleh."
Mendengar jawaban Cahaya, Raja merogoh ponselnya di saku kemeja, lalu mengulurkan pada Cahaya.
Cahaya membelalak saat melihat tampilan wallpaper ponsel Raja. Dia tidak salah lihat. Wallpaper ponsel Raja, seperti ... fotonya? Benarkah?
Tapi, belum sempat Cahaya bertanya, Raja mengambil mengambil kembali ponselnya dengan tergesa karena menyadari apa yang sudah Cahaya lihat di sana.
"Itu-"
"Maaf, kamu ... sebutkan saja nomornya!" Raja tampak gugup, sesuatu yang berusaha dia tutupi terbuka begitu saja. Kenapa dia bisa lupa?
"Itu ... seperti…."
"Berapa, Cahaya?" Raja memotong perkataan Cahaya, wajahnya terlihat merona.
Tak ingin bertanya kembali setelah melihat kegusaran di wajah Raja, Cahaya menyebutkan satu persatu nomor ponselnya.
"Makasih, Say--ah ... Ya, sesekali aku bolehkan menghubungi kamu?" tanya Raja setelah nomor Cahaya disimpannya.
"Tentu, Aa. Baiklah, aku ke departemenku dulu."
Di ujung kantin Cahaya langsung pamit, karena jalan menuju ke kantor, dan tempatnya kerja berbeda.
"Iya, Ya. Aku--aku senang bisa ketemu kamu lagi,"
'Walau statusmu sudah berubah, Sayang. Ternyata ... Allah tidak mendengar do'aku.' Raja mengeluh dalam hati, akhir penantiannya tentang cinta Cahaya, sudah dia dapatkan jawabannya. Dirinya kalah!
Perlahan Cahaya melangkah meninggalkan Raja. Setelah dirasa cukup jauh melangkah, hati Cahaya berbisik agar dia menoleh. Dia hanya ingin memastikan apa Raja masih memperhatikannya, atau tidak.Jantungnya kembali berdebar, saat melihat Raja masih berdiri di sana. 'Ah ... a Raja, kamu tidak berubah,' batin Cahaya.Cahaya pun terus menyusuri koridor menuju ke tempat kerjanya. Saat sampai, Alya yang sedang duduk ditemani Andri dan Adrian, langsung menggoda begitu dia mendekat. "Ciee yang sudah ketemu mantan!" "Kayaknya, bakalan ada yang CLBK nih!""Baguslah, jangan jomblo terus!"Ketiganya bergantian menggoda Cahaya. Dia risih dan mulai merasakan wajah semakin menghangat. "Apaan sih kalian ini?" Cahaya mencoba menghindar. "Lama amat, Neng … makan siangnya? Kangen ya?" tanya Alya yang semakin bersemangat menggoda Cahaya, apalagi melihat wajah Cahaya yang merona. "Ngobrolin apa aja tadi?" Andri menimpali, ternyata dia juga sama penasarannya. "Bisa aku minta tolong pada kalian?" tany
Bel masuk sudah berbunyi. Cahaya kembali berkeliling memeriksa semua hasil kerja di departemen yang dipimpinnya. Rutinitas harian dalam mencari lembaran Rupiah."Aya!" Sebuah suara mengalihkan perhatiannya dari barang yang sedang di-check. Doni--Kepala Personalia-- datang menghampiri. Cahaya langsung memantung saat melihat siapa yang berdiri tak jauh dari Doni."Ya, kenalin. Ini manajer pemasaran yang baru. Namanya Pak Raja." "Kami sudah kenal, Pak Doni," kata Raja tersenyum pada Cahaya yang menatapnya malu-malu. 'Andai saja kamu bukan milik dia, Ya!' lirih hati kecil Raja terus menghiba, meratapi cinta yang tak berpihak padanya. "Emm, iya, Pak. Kami sudah saling kenal," ujar Cahaya menimpali kata-kata Raja. "Begitu? Kenal di mana?" Doni melihat ke arah Cahaya dan Raja bergantian. Cahaya berusaha bersikap biasa, padahal hatinya berdebar tak tenang. Jantungnya berdegup kencang.'Kenapa aku jadi grogi begini berhadapan dengan A Raja?'"Kami kenal di Korea, Pak. Tiga tahun yang lalu
"Lepas, Aa! Malu!" protes Cahaya yang merasa risih dengan tatapan para karyawan yang memandangnya heran. Bahkan, beberapa menatap iri karena dia sedang bersama idola baru di perusahaan.Sesampainya di mobil berwarna silver, Raja langsung menekan kunci mobil dan membukakan pintu mobil untuk Cahaya."Masuk!" katanya tegas. Cahaya menatap Raja yang tampak marah?"Aa!""Masuk, Aya!" ulang Raja. Pria itu mendorong pelan agar Cahaya masuk ke dalam mobil.Sebelum masuk, Cahaya menoleh ke arah bis jemputan. Alya tampak sedang tersenyum penuh kemenangan. Cahaya pun membulatkan mata dan mengancam Alya yang malah tertawa. Raja yang mengikuti arah pandang Cahaya, melihat Alya yang melambai ke arah mereka."Aku mau pulang, Aa!" Cahaya mencoba menghiba."Aku antar!""Aku pake jemputan saja, sebentar lagi bisnya berangkat. Ya?!" Cahaya mulai panik, saat terdengar supir bus mulai menghidupkan mesinnya."Kamu pulang bareng aku. Sekarang masuk. Kamu nggak malu jadi tontonan gratis?" kata Raja yang memb
Raja mendekat, menarik lembut tangan Cahaya yang menutupi wajahnya. "Aku sayang kamu, Ya. Rasa itu masih sama dengan yang dulu. Tak berubah sedikitpun. Bahkan kini setelah tahu kamu masih sendiri, rasa itu semakin besar. Semakin dalam. Bukankah ini satu pertanda, kalau kita memang tercipta untuk satu sama lain? Bukankah aku pernah berjanji, kalau aku akan membawamu pulang, Ya? Kamu tidak melupakan itu kan?"Raja menatap wajah Cahaya yang basah oleh air mata, mengusap pelan pipinya yang masih diluncuri air mata."Aku hanya merasa tidak pantas untukmu, A. Kamu layak bahagia, dengan orang yang tulus mencintaimu. Bukan aku yang selalu menyakiti dan memberi harapan yang tak pasti," elak Cahaya masih dengan pemikirannya, kalau dia bukan yang terbaik untuk Raja.Raja menatap Cahaya dengan tatapan kecewa, entah bagaimana menyakinkan gadis di depannya kalau bahagianya adalah dia."Aku ingin bahagia denganmu, Ya. Bersamamu. Bisakah kita mewujudkannya sekarang? Bisakah aku menjadi satu-satunya d
Senyum terus menghiasi bibir Raja, bahkan dia seolah tak peduli pada Cahaya yang diam-diam memperhatikannya. Hatinya kini tengah berbahagia, cintanya telah kembali. Dia semakin tampan! Cahaya menggelengkan kepala, dengan wajah merona malu sendiri. "Kenapa? Aku cakep kan?" kata Raja yang membuat Cahaya langsung mencebik, mengingkari kebenaran yang dikatakan oleh kekasihnya itu. Kekasih? Debaran jantungnya mengencang, tak menyangka status itu kembali disandangnya, kekasih dari Rajendra Subrata. Kekasih yang pernah dia beri perih luka, namun tetap setia menjaga rasa. Beruntung sekali bukan? "Ish, sejak kapan Aa jadi kepedean gitu?""Dari dulu. Kamu aja yang nggak tahu, soalnya dari kenal yang kamu perhatikan cuma Kim doang, aku dianggurin terus!" Raja terkekeh mengingat masa lalu, tak sadar kalau perkataannya mengungkit luka lama yang ingin Cahaya balut bahagia. "Kenapa sih, harus bawa nama Kim?" Raja tersentak kaget, baru menyadari kalau perkataan membuat kekasih hati tersinggung.
"Masih jauh tempat kostnya?" tanya Raja saat mereka sudah melewati perbatasan. "Nanti aku kasih tahu kalau sudah dekat, A," jawab Cahaya melihat ke arah Raja yang menoleh sekilas, Raja mengangguk."A!""Ya?" Raja melihat sebentar, lalu fokus lagi ke depan."Boleh nanya?""Apa?""Kenapa Aa belum nikah?""Nunggu kamu!" Jawab Raja enteng tanpa menoleh, sedang Cahaya jadi sedikit kesal mendengar jawaban yang menurutnya hanya bercanda."Yang serius jawabnya, A!""Aku serius banget, Sayang!""Tahu, ah!" "Emangnya, aku kelihatan lagi bercanda?" "Nggak tahu!" Raja terkekeh mendengar Cahaya yang terus menjawab dengan ketus."Jangan marah, jelek! Aku belum nemuin yang bisa membuka hati aku sejak perpisahan kita dulu, Ya." Cahaya menatap Raja yang tetap fokus mengendarai mobil. Lelaki itu siap melanjutkan kata-katanya. "Berkali-kali aku mencoba memberi kesempatan, pada wanita yang ingin menjadi pacar, bahkan Ibuku pernah mengenalkan pada beberapa gadis anak temannya, tapi aku selalu menolak k
Cahaya mengelak untuk menghindar, sambil tersenyum puas bisa membuat sahabatnya itu penasaran dengan ceritanya."Kami ... sudah balikan lagi, Al," jawab Cahaya malu-malu, saat harus mengakui hubungannya kembali dengan Raja. "Apa? Beneran? Selamat ya, Ya?! Aku seneng banget dengarnya. Terus gimana lagi?" pekik Alya girang dengan wajah terlihat antusias mendengarkan cerita Cahaya. "Apanya yang gimana? Ya udah, gitu aja.""Maksud aku, kapan kalian nikah? Kan udah balikan," kata Alya semakin gemas, karena Cahaya seakan tidak mengerti pertanyaannya. Cahaya tersenyum, "Tidak semudah itu, Alya. Aku harus memikirkan langkah kami selanjutnya. Pernikahankan bukan hanya sekedar saling cinta aja.""Tumben kamu mau ngakuin, kalau kamu juga cinta sama dia? Biasanya nyangkal terus?!" Alya mengejek Cahaya yang mengendikkan bahu acuh. "Serah deh.""Lagian perlu waktu buat apalagi sih, Ya? Tiga tahun emang belum cukup buat ngebuktiin kalau Raja beneran cinta sama kamu? Sampai-sampai dia belum nikah
"Kamu lama amat sih, Yang?" Andri yang menunggu Alya di depan pintu masuk swalayan, langsung menyambut kedatangan Alya dan Cahaya. Tangannya memeluk pundak istrinya dengan lembut memberi perlindungan."Maaf, Yang. Ini nih, bujukin Neng Geulis, susah banget!" jawab Alya sambil menunjuk Cahaya yang melangkah di sisinya, tangannya memeluk pinggang Andri dengan manja."Mulai deh ... nyesel aku ikut kalau cuma buat lihatin kemesraan kalian. Hargain dikit napa yang jomblo? Hayati juga pengen kan dipeluk!" Cahaya merajuk sambil berjalan mendahului mereka."Dih, ngaku jomblo! Udah taken juga sekarang!" seru Alya, yang dibalas kibasan tangan Cahaya di udara. "Taken? Sama siapa? Kok, nggak bilang-bilang?" tanya Andri penasaran dengan perkataan Alya. "Iya, udah taken. Sama Aa Raja, mereka balikan tadi." "Wah, syukur deh. Emang kayaknya mereka berjodoh sih, Yang." Andri ikut senang dengan kabar yang disampaikan oleh Alya. "Aamiin, mudah-mudahan. Ayo, masuk! Tuh, Cahaya udah nyelonong aja, tad