Setelah perpisahan yang menyakitkan, Raja dan Cahaya kembali bertemu. Namun, sosok di masa lalu kembali hadir untuk membuktikan janjinya pada Cahaya. Akankah kisah mereka berakhir bahagia sekarang?
View MoreTiga Tahun Lalu
Raja melangkah meninggalkan Cahaya yang kembali menolaknya, menolak uluran cinta yang ditawarkannya. Entah apa yang salah dengannya, hingga Cahaya seakan enggan terikat padanya. Dia sangat mencintai gadis itu, mencintai dengan setulusnya. Namun, dia harus berlapang dada menerima penolakan untuk kedua kalinya.
Cahaya terdiam sendiri.Tempat dia berada sekarang adalah salah satu tempat hiburan terbaik di Korea. Akan tetapi, keramaian dan keindahan tempat itu tidak dapat membuatnya merasakan bahagia.
Lagi, dia bersikap angkuh menolak Raja. Merasa jumawa dengan rasa cinta lelaki itu, dia berkata tidak dengan mudahnya walaupun hatinya juga mendamba.
Munafikkah dia?
Tidak. Semua dilakukan untuk kebaikan Raja. Dia layak mendapat perempuan lebih baik dari Cahaya.
Sudah cukup dia melukai perasaan Raja beberapa bulan yang lalu, dan mungkin juga barusan atas penolakannya. Akan tetapi, di masa depan, lelaki itu akan bersyukur karena dia tidak menjalin hubungan dengan Cahaya.
Lagi pula, waktu akan menyembuhkan luka, kan?
Lukanya dan juga luka hati Raja. Semua akan baik-baik saja walau sekarang terasa menyiksa. "Ya, naik kora-kora, yuk? Tuh, Andri sama Adrian udah naik." Alya--sang sahabat menghampiri, memilih kursi kosong di sebelahnya untuk dia duduki. Cahaya tersenyum mencoba menutupi luka hatinya. Orang mungkin merasa Cahaya bodoh karena mengingkari perasaannya. Akan tetapi, dia sudah yakin bahwa inilah yang terbaik. "Males, Al. Kenapa nggak naik aja bareng mereka tadi?" kata Cahaya mencoba bersikap biasa. "Tadinya, mau bareng yang lain. Cuma, nggak enak aja kalau hanya bareng mereka. Aa Raja mana? Tadi, aku lihat dia bareng kamu?" Alya menoleh mencari keberadaan Raja yang tadi memang bersama Cahaya."Pergi, nemuin Norri mungkin," kata Cahaya mencoba abai, padahal hatinya berteriak lantang.Ya, alasan lain Cahaya menolak Raja adalah kedekatan Raja dengan manajer pemasaran dari Malaysia itu. Selain cantik dan tentunya pintar, Norri begitu terlihat menunjukkan ketertarikan pada Raja. Cahaya yang telah mengecewakan Raja, ingin memberi kesempatan pada Raja untuk membuka hati untuk orang yang lebih baik.Raja pantas mendapatkan yang terbaik dan sepadan dengannya. Bukan seperti dirinya yang hanya seorang anak petani.
"Norri? Manager dari Malaysia itu?"Cahaya mengangguk.
"Kamu cemburu, ya?" lanjut Alya.
Cahaya menatap Alya tajam, menolak mengakui apa yang dikatakan. "Tidak!""Bohong!""Terserah!"Alya menghembuskan napas kesal, merasa heran dengan pemikiran Cahaya, kenapa gadis itu tidak pernah mau mengakui perasaannya sendiri?"Kamu akan menyesal, Ya." "Kenapa? Aku hanya ingin yang terbaik untuk Aa Raja." Mata Alya memicing, menatap penuh selidik pada Cahaya. "Jangan bilang kamu menolak A Raja lagi, Ya?" tanya Alya tepat sasaran."Ya, dan itu yang terbaik untuk A Raja."
"Konyol! Bagaimana bisa kamu bilang itu yang terbaik, Ya? Kalau bahagianya dia itu kamu! Kamu bodoh!" Alya tak dapat menutupi kekesalannya pada Cahaya dan dia semakin kesal saat dengan enteng Cahaya mengendikkan bahunya menanggapi perkataan Alya.
"Kamu akan menyesal, Ya!"'Ya, dan aku menyesal sudah sejak lama. Aku akan terus seperti ini, Al.' batin Cahaya."Kamu memang sudah terobsesi pada si Oppa! Kamu menutup mata dan hati pada cinta yang Aa Raja tawarkan."
"Tidak, karena aku pun akan mengakhiri semuanya dengan Oppa. Aku akan fokus pada tujuan awalku datang ke negeri ini. Aku hanya akan berpikir tentang masa depan." "Aa Raja juga bisa jadi bagian masa depan kamu, Aya! Dia mencintai kamu!""Kamu tidak akan mengerti apa yang ada di kepalaku, Al," balas Cahaya tak mau kalah. "Tentu saja aku tak mengerti dan tak ingin mengerti! Sudahlah, aku malas berbicara padamu."Alya bangkit dan berjalan menjauhi Cahaya, menghampiri Adrian dan Andri yang baru turun dari wahana kora-kora.
Cahaya menghembuskan napas kasar. Biarlah semua orang menganggapnya keras kepala, dia akan tetap dalam pemikirannya sendiri. Cahaya mengangkat wajahnya saat seseorang datang.Dari aroma minyak wangi yang menguar, dia sudah bisa menebak siapa yang ada di depannya. Si Oppa yang dimaksud Alya, Kim. Lelaki keturunan Korea itu tersenyum, lalu duduk di samping Cahaya. Wajahnya menunjukkan kerinduan pada Cahaya yang sempat dimarahinya.
Bodoh memang. Kim cemburu dan bersikap kekanakan.
"Honey!" panggil Kim, dengan panggilan yang pernah membuat Cahaya merasa hangat. Sayangnya, kini Cahaya merasa hambar."Masih marah? Aku minta maaf. Aku menyesal!" kata Kim.
Cahaya memalingkan muka. Untuk kesekian kalinya, lelaki itu meminta maaf atas sikap possesif-nya. Namun, Cahaya sudah lelah dan tidak ingin memberikan maaf kembali. Dia menyerah untuk bertahan di sisi Kim."Aku lelah, Oppa!" kata Cahaya ambigu, membuat Kim mengernyit tak mengerti.
"Lelah? Kalau begitu istirahatlah."
"No, bukan itu. Aku lelah dengan semua, dengan hubungan kita--""Honey?" Kim merasakan sesuatu menusuk dalam hatinya. Apa Cahaya akan memutuskannya? "Iya, aku lelah. Kita akhiri saja semua."Ada yang menghentak keras dada Kim. Sakit. Pria itu merasa sesak.
Cahaya memutuskannya. Padahal, baru saja dia tersenyum penuh kemenangan karena Raja mengaku dia kembali ditolak oleh Cahaya. Namun apa sekarang? Nasibnya pun tak jauh beda: Cahaya memutuskannya! Kim merasa tidak terima. Dia akan melakukan apa saja untuk menahan Cahaya di sisinya.
Apa pun."Kenapa ... kenapa kamu ingin mengakhiri hubungan kita, Honey? Aku sangat mencintaimu, apa kamu meragukan itu?" tanya Kim berusaha mengubah keputusan gadisnya itu.
Kim menggenggam tangan Cahaya dengan erat. Orang yang tidak tahu akan salah sangka. Mereka akan mengira kalau keduanya tengah saling mengungkapkan rasa cinta mereka.
"Tapi, cintamu membuatku tersiksa, Oppa! Aku tersiksa!" kata Cahaya sambil menangis.Kim tersentak. Semenyakitkan itu kah? Dia hanya ingin melindungi miliknya, Cahaya-nya. Semua sikap possesif yang ditunjukkan Kim hanya sebagai ungkapan cinta yang tak terbatas pada Cahaya.
"Aku minta maaf kalau semua yang aku lakukan sudah menyakitimu, Honey. Tapi tolong, beri aku kesempatan. Aku tidak ingin kita putus, aku sangat mencintaimu!" Kim mengusap pipi Cahaya. Walau hatinya sakit dengan semua kenyataan yang ada, pria itu masih berusaha. "Maaf, Oppa. Berikan aku waktu untuk menguji kembali hatiku. Aku butuh waktu." "Ok, baik. Kamu butuh waktu? Aku berikan, sebanyak yang kamu butuhkan. Tapi tolong, jangan putuskan aku. Kumohon?!" Kim menghiba penuh pengharapan. Bagaimana dia tidak sanggup kehilangan Cahaya.Lagi pula bagaimana tanggapan Raja kalau tahu dia juga diputuskan oleh Cahaya? Tentunya, itu akan melukai harga diri Kim.
Cahaya menatap Kim sendu. Karena lelaki ini, dulu dia mengkhianati Raja. Karena cinta ... atau mungkin obsesinya dia memilih Kim daripada Raja. "Aku butuh sendiri, Oppa," putus Cahaya. "Tentu, ambil waktu sebanyak yang kau mau. Aku akan menunggu kamu kembali. Aku mencintaimu, Honey! Sangat mencintaimu," ujar Kim penuh keyakinan, berharap sang pujaan sudi menerima kesalahan yang terus dia lakukan berulang. "Aku pergi dulu."Cahaya melepaskan genggam tangan Kim. Dia beranjak pergi dari sana, sedangkan Kim mengepalkan tangannya kuat. Pria itu menyesali sikapnya yang tak berubah sama sekali.
Kim sadar Cahaya sudah sering memberinya kesempatan, namun selalu saja dia melakukan kesalahan. Kali ini Kim bertekad, tidak akan membuat Cahaya menyesal telah memberinya kesempatan.
"Akan aku buktikan kalau aku bisa menjadi seperti yang kamu mau, Honey. Aku tak bisa kehilanganmu. Tidak pernah bisa!"Kim tak menyembunyikan kehancurannya. Di depan Raja dia menceritakan semua cerita hidupnya. Terpaksa menikahi wanita pilihan orang tuanya, mengabaikan semua perasaannya untuk menemui Cahaya, yang dia yakin pasti menunggunya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pernah berpikir untuk melupakan gadis itu, saat pernikahannya terberkati oleh kehamilan istrinya. Memilih tetap hidup dengan rasa yang sudah mati. Dia bagai tak memiliki tujuan pasti, hanya diam dan menuruti semua keinginan ayahnya. Hingga asa itu hidup lagi, saat istrinya harus menyerah dalam perjuangan meraih cintanya, meninggal setelah memberinya seorang putri yang kemudian diberinya nama, sesuai dengan nama sang pujaan seperti keinginan Su Ni. Kim merangkai mimpi lagi, berharap Cahaya masih sendiri dan sudi menerimanya kembali. Datang ke Indonesia dengan harapan yang bertumbuh besar. Bahagia, saat alamat yang tertulis dalam kertas yang mulai memudar, bisa dia temukan. Bertemu Rosita yang dengan jelas mengatakan, kalau
Taksi yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan gerbang apartemen. Setelah membayar, Raja meminta Cahaya untuk menunggunya membukakan pintu. Tak ada penolakan, Cahaya biarkan suaminya melakukan apapun yang dikehendaki. Tangan keduanya bergandengan memasuki area apartemen. Baju yang kemarin dipakai Cahaya kerja, kali ini pun kembali dipakainya. Karena memang kemarin, jangankan berganti pakaian, masuk ke apartemennya saja Cahaya tidak sempat, karena langsung dibawa Raja yang dalam keadaan cemburu, melihatnya datang bersama Kim. Langkah Cahaya terlihat berbeda, sisa serangan Raja di malam pertama mereka yang tertunda, membuat Cahaya masih merasakan sakit di setiap langkahnya. Sedang si pelaku utama, dengan sabar mengimbangi langkah istrinya dengan tatapan iba. Meski tak ada lagi kata maaf yang dia katakan, karena memang seperti itu prosesnya. Nanti setelah terbiasa, sakit itupun tak lagi terasa. Ah, biasa … bagaimana akan terbiasa? Sedang dia tak lama berada di sana, rasanya Raja
Semalaman dia di sana. Menghabiskan setiap detik yang membuatnya bagai dicekik, bahkan setiap oksigen yang dihirup, membuat dadanya sesak disetiap hembusan. Jangan tanya rasa hatinya. Hampa. Tak berdaya. Ingin mati saja, bersama dengan cintanya yang kini telah kandas. Lepas. Hancur tak tersisa. Bayangan semua hal yang bisa dilewati dengan semua kehangatan, oleh gadis pujaan dengan seseorang yang pernah begitu dekat dengannya, semakin membuatnya enggan memejamkan mata. Berharap dan menunggu, mungkin saja pasangan yang sudah dinyatakan sebagai suami istri itu, kembali meski malam telah larut, atau di saat pagi siap menjelang. Meski dia tahu, itu tentu saja pemikiran yang salah, karena dua orang yang terus memenuhi pikirannya, tengah panas menghabiskan malam. Memadu kasih, melebur kerinduan. Sedang dia membeku, bersama serpihan salju yang turun dengan lebat di luar. Mereka sepasang pengantin baru, terpisah karena tugas yang tidak bisa ditolak, tentu saja saat bertemu, mereka akan ter
Mata yang tadi terpejam rapat itu perlahan terbuka, mengumpulkan kesadaran yang beberapa saat lalu terseret oleh alam mimpi yang sekejap dikunjungi. Kehangatan yang sempat membuatnya lelap beberapa saat lalu, membuatnya menduga kalau kehangatan tadi hanyalah mimpi, saat tak mendapati sosok yang tadi merengkuhnya dalam nikmat, kini tak ada di sisi. Mimpi? Cahaya semakin menegaskan pandangan, melihat keseluruhan tempat di mana dia berada kini. Ini bukan kamarnya di apartemen, yang sudah menjadi tempat tinggal sementara tiga bulan terakhir. Jelas ini bukan mimpi. Bahkan rasa sakit dan perih yang menyengatnya di bawah sana, adalah bukti nyata kalau dia tidak bermimpi, suaminya ada di Korea. Tapi kemana dia? "Sayang?!" Mata Cahaya terpaku pada pintu kamar mandi di sudut ruangan. Berharap Raja keluar dari sana, setelah mendengar panggilannya. Tak ada jawaban. Apa Raja meninggalkannya sendirian di sana? Apa suaminya itu masih marah, tentang kejadian tak diharapkan mengawali pertemuan me
Drttt … drttt … Getaran ponsel yang beradu dengan nakas disamping tempat tidur, mengalihkan perhatian Raja dari menatap wajah damai Cahaya. Beberapa saat setelah penyatuan mereka, istrinya itu langsung tertidur dengan nyaman dalam pelukannya, mengabaikan desakan gairah Raja yang kembali bangkit, saat kulit tubuh mereka kembali bergesekan, dia biarkan istrinya lelap. Bahkan napas yang terhembus belum sepenuhnya normal, namun lagi Raja mengharap bisa mengulang kenikmatan yang baru saja berlalu. Menarik pelan lengannya yang dijadikan bantal oleh cahaya, Raja berusaha agar gerakannya tidak mengganggu lelap tidur istrinya yang nampak kelelahan, meski mereka hanya melakukan dalam waktu yang sebentar, tapi istrinya langsung kalah dalam sekali serangan, sama sepertinya yang juga menyerah di awal pertempuran. Mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya, Raja melihat nama Khadi juga Mukta di layar, memintanya melakukan panggilan grup. Menepuk keningnya pelan, Raja melihat pe
Young Nam hanya diam menanggapi perkataan Hana, apalagi kata yang selanjutnya terlontar, memang sanggup membuatnya menyalahkan dirinya seperti yang dikatakan Hana tadi. Anaknya menderita karena dia. Dialah yang empat tahun ini menciptakan luka dan sakit di hati anaknya. Merubah anaknya yang dulu sangat ceria setelah bertemu dengan Cahaya, menjadi pendiam setelah keegoisannya menjodohkan Kim dengan anak kakaknya. Meski kata maaf sudah dia sampaikan, restu sudah diberikan, ternyata kisah mereka memang harus terhenti begitu saja, saat dia mengucap kata tidak untuk hubungan mereka dulu.Sesal. Itu yang Young Nam rasakan sekarang. Apalagi ketiga anak muda itu masih berputar dalam lingkaran yang sama. Rasa traumanya atas penghianatan sahabat dan tunangannya, harus dia limpahkan dengan memberikan duka pada anaknya. Padahal kasus untuk Kim, Cahaya, dan Raja jelas beda. Tapi dia sudah tidak memberikan ruang restu untuk Cahaya, saat tahu kalau gadis yang dicintai anaknya adalah kekasih dari Raj
Dengan tergesa Hana berdiri, melangkah dengan penuh kemarahan mendekat pada Young Nam."Semua salah kamu, Oppa. Kamu yang sudah menciptakan luka untuk anakmu sendiri. Kamu yang sudah dengan sadar membuat hidup anakku merana, menderita. Semua salah kamu!" Hana berteriak kalap. Semua penyesalan juga rasa bersalahnya membuat dia berlaku diluar kebiasaan. Dia yang selalu lembut berbicara pada suaminya, mengikuti dengan patuh apapun yang terucap dari bibir Young Nam, kini berteriak lantang menyalahkan semua yang sudah terjadi pada Kim.Ya, perasaan sayangnya kalah dengan rasa sesal, melihat Kim yang memang sudah tidak pernah tertawa dengan riang, saat Young Nam memutuskan menikahkan Kim dengan Su Ni, kini harus lebih hancur lagi setelah tahu ternyata Cahaya sudah menikah."Yobo, apa yang kamu katakan?" Young Nam mencoba menyentuh pundak istrinya yang baru kali ini dia lihat semarah itu. Tidak, istrinya murka tepatnya. Sangat murka.Dengan kasar Hana menepis tangan Young Nam yang akan menye
Hana yang sedari tadi mengetuk pintu namun tak mendapat tanggapan dari Kim, akhirnya memilih membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. A Ya sudah tidur, sengaja dia menidurkannya di kamarnya, karena Hana yakin saat ini Kim butuh ruang untuk sendiri.Perlahan Hana melangkah mendekati anak semata wayangnya. Duduk di samping Kim yang terus memandang pada selembar photo, photo yang dia tahu pasti siapa yang tergambar di sana. Telinganya dengan jelas bisa mendengar isakan tertahan Kim. Apa yang sebenarnya sudah terjadi, hingga Kim harus menangis seperti ini?"Young Jin? Kenapa?""Ma …. apa aku memang tidak pantas untuk bahagia?" tanya Kim dalam kesedihan yang terdengar menyayat. Isakannya semakin kuat terdengar."Sayang, ada apa?"Ibu mana tidak ikut merana, saat mendengar anak kebanggaannya menangis seperti itu? Bahkan sebelum Kim menjelaskan pun, mata Hana sudah memanas, dan siap menangis merasakan kepiluan hati Kim."Cahaya, Ma … Cahaya.""Ada apa dengan cahaya, Sayang? Katakan dengan
"Yan, apa pak Raja tidak akan berbuat kasar pada Cahaya?" tanya Andri saat mereka kembali ke apartemen.Tadi saat kejadian, Andri hanya bisa menjadi penonton dengan apa yang terjadi di depan matanya. Untungnya Indah dan Rita tidak mengetahui kejadian yang terjadi di depan apartemen, hingga Adrian maupun Andri tidak harus menjelaskan pada keduanya. Bukan tidak mungkin, Indah dan Rita akan menjadikan kejadian tersebut, menjadi bahan perbincangan dengan temannya di Indonesia."Kenapa berpikir seperti itu, Dri?""Aku khawatir saja. Dan untuk melarang kepergian mereka tadi juga, tidak punya kuasa. Mereka suami istri, tapi melihat bagaimana pak Raja tadi menarik tangan Cahaya, aku jadi takut kalau pak Raja akan marah pada Cahaya." Andri mengungkapkan kekhawatirannya."Pak Raja pernah ada di situasi yang lebih berat dari tadi, Dri. Dan aku yakin, pak Raja bisa mengontrol emosinya dengan baik. Hanya satu yang aku sesalkan atas sikap Cahaya, kenapa dia tidak mengatakan dengan jujur mengenai pe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments