Sore ini aku baru saja pulang kuliah. Capek rasanya naik motor kurang lebih 45 menit menuju kampus. Nasha Dwi Paramitha itulah namaku, gadis berusia 20 tahun yang sedang menempuh S1 pendidikan dokter gigi di Unsoed Purwokerto.
Aku bungsu dari dua bersaudara, anak pasangan Bapak Rahmat dan Ibu Sarinah atau biasa dipanggil Bu Inah. Kakakku berusia lima tahun diatasku. Namanya Nisha Eka Paramitha, sekarang bekerja sebagai bidan di salah satu rumah sakit di Purwokerto.Saat memasuki pagar rumah, kulihat sebuah motor CBR hitam terparkir rapi di halaman rumahku."Siapa yang datang ya?" batinku.Aku pun memasuki rumah setelah sebelumnya memarkirkan motorku disebelah motor CBR."Assalamu’alaikum," aku mengucap salam."Wa’alaikumsalam," jawab keempat orang yang ada di ruangan. Kompak.Aku menyalami Ayah, Ibu dan Mbak Nisha hingga mataku terpaku pada seseorang yang duduk di samping Mbak Nisha. Masya Allah tampan dan mempesona. Postur badannya tinggi menjulang, atletis, mata setajam elang, alis tebal, bibir tipis dan kulit putih. Jangan lupakan wajah keturunan indonya alias blasteran. Duh, begitu mempesonanya lelaki ini, aku jadi tergoda. Astaga."Kenalin Na, Mas Rayyan. Dia pacar Mbak." Mbak Nisha memperkenalkannya padaku."Nasha, Mas. Salam kenal." Aku pun mengulurkan tanganku."Rayyan," ucapnya sambil menyambut uluran tanganku.Kami mengobrol lama. Dari obrolan kami, aku tahu Mas Rayyan itu cowok-able banget. Kelihatan banget cinta mati sama Mbakku. Hihihi. Tatapan matanya itu loh lembut banget tapi tajam. Setdah. Hahaha."Saya pamit pulang dulu Om Tante. Insya Allah minggu depan saya berserta kedua orang tua saya akan melamar secara resmi.""Amin. Semoga dipermudahkan semuanya. Terima kasih ya Nak," tutur ayahku."Saya yang justru harus berterima kasih karena Om dan Tante telah mendidik putri Om ini dengan luar biasa.""Ah Mas ini. Gombal." Mbak Nisha tampak malu."Hahaha. Mari Om Tante.""Ya Nak hati-hati," ucap Ayah dan Ibu.Mbak Nisha mengantar Mas Rayyan ke depan. Ayah dan Ibu segera masuk ke kamarnya. Aku sengaja mengintip apa yang mereka lakukan."Mas, jangan lupa kalau sudah sampai aku di WA ya?" Mbak Nisha mulai berbicara."Iya sayang. Kamu bobok yang nyenyak ya. Jangan lupa mimpiin Mas," ucap Mas Rayyan sambil mengelus rambut Mbak Nisha."Pengin cepet halal Dek. Biar Mas bisa cium kamu.""Ish Mas Rayyan ah. Udah dibilangin kalau... ""Iya. Makanya Mas sabar sayangku. Mas suka kok icip-icip yang halal bukan yang haram."Kulihat pipi Mbak Nisha merona. Ah, kenapa aku juga ikut merona kayak aku yang di gombalin aja. Ckckck."Ya udah Mas pulang. Dah Adek. Assalamu’alaikum.""Wa’alaikumsalam."Mbak Nisha segera masuk ke dalam rumah. Dan kaget melihatku tengah senyum-senyum gak jelas."Cie... Mas Adek. Uh... Romantisnya.""Ish... Kamu ya Dek. Suka jahilin Mbak." Mbak Nisha menarik kedua pipiku."Aaaaa... Sakit Mbak," keluhku."Hahaha... Habis pipi kamu gemesin kaya bakpao." Aku mengerucutkan bibir."Udah jangan marah, nanti cantiknya ilang.""Hemmmm... Mbak kenal Mas Rayyan dimana?" tanyaku kepo."Dia dokter baru di tempat Mbak. Usianya baru 26 tahun.""Ooo... Cakep ya Mbak.""Hahaha... Cakeplah kalau gak cakep gak mungkin Mbak suka.""Kayaknya orangnya baik ya Mbak. Penyayang gitu.""Huum... Makanya Mbak yakin dia lelaki yang baik. Dia selalu jaga Mbak dan menghargai Mbak.""Mbak sama Mas Rayyan berapa lama pacaran?""Tiga tahun kurang lebihnya. Mbak kenal pas Mas Rayyan lagi koas di rumah sakit tempat Mbak kerja. Setelah lama kenal kita pacaran. Lalu kita LDR-an selama dia intership ke NTT, bertahan pacaran sampai sekarang. Alhamdulillah bentar lagi lamaran," Mbak Nisha tak mampu menyembunyikan raut bahagianya."Alhamdulillah. Nasha doakan semua lancar ya Mbak. Doakan Na juga biar ketemu sama lelaki baik kaya Mas Rayyan.""Amin... Tapi fokus kuliah dulu ya Dek.""Oh itu pasti."Kami berbincang cukup lama di ruang tamu hingga hari mulai malam. Akhirnya kami menyudahi obrolan kami dan menuju kamar masing-masing.*********Kamu hati-hati ya Na, insya Allah bulan depan Mbak beli motor jadi kamu gak perlu bolak balik jemput aku atau naik bus lagi.""Santai Mbak, masih bisa disiasati kok.""Mbak cuma kasihan aja sama kamu harus bolak balik nganter dan jemput Mbak. Belum lagi kalau Mbak ada tugas kamu yang ngalah naik bus.""Mbak Nisha ini kayak sama siapa. Eh... Mas Rayyan," sapaku saat melihat Mas Rayyan tengah berjalan mendekati kami. Dia tersenyum dan wow lesung pipinya duh bikin hati meleleh."Kalian sering berangkat bareng?" tanya Mas Rayyan."Iya," jawab kami kompak."Kok aku gak pernah lihat Nis?""Soalnya kalau Mas Rayyan udah datang langsung bawaannya heboh nyiapin ini itu jadi gak pernah perhatian sama adik cantikku ini," tutur Mbak Nisha."Betul... Betul... Betul..." sahutku."Hahaha. Ya Allah. Maaf. Mas beneran gak tahu.""Ya udah sih gak penting juga. Mbak, Mas. Aku berangkat dulu ya. Assalamu’alaikum.""Wa’alaikumsalam."Aku pun segera menjalankan motorku setelah berpamitan dengan mereka.********Sabun, sikat gigi, lotion, deodorant, parfum, bedak, lipstik, tissue lalu... Ah roti tawar rupanya," gumamku.Aku tengah berbelanja bulanan untuk diriku sendiri. Sebelum pulang, aku mampir ke Moro dulu. Hari Minggu nanti acara lamaran Mbak Nisha dan Mas Rayyan, dijamin aku gak bisa keluar karena harus bantu ini bantu itu. Makanya mumpung longgar, jadi sekalian. Apalagi jadwal tamu bulananku tak lama lagi pasti datang."Na, kamu disini?"Aku menoleh ke asal suara."Eh, Mas Rayyan? Kesini juga Mas?""Iya nganter Mamah beli ini itu...""Banyak sekali," lanjutku dengan tangan membentuk lingkaran."Hahaha. Gemesin kamu ya.""Aw... Aw... Aw... Ish sakit Mas," aku memukul keras tangannya. Lalu aku memegang kedua pipiku yang habis dia cubit."Habis pipimu gemesin tahu. Pantas Nisha suka bilang sama Mas kalau suka sekali mencubit pipimu.""Ckckck. Dasar kakak sama calon kakak ipar pada kurang garam. Klop pokoknya pantas jodoh," gerutuku."Amin. Kan Minggu kita lamaran terus nikah.""Ya... Ya... Ya... Terserah. Minggir Mas, Na mau lewat."Aku mendorong troliku ke arena roti tawar khusus wanita."Kamu suka pake yang gak bersayap rupanya?"Astaga aku lupa kalau masih ada Mas Rayyan."Ish... Mas. Ngapain ngikutin Na. Malu tahu. Hush... Hush... Pergi sana ini area cewek, cowok dilarang mendekat.""Hahaha." Mas Rayyan malah tertawa dan memperlihatkan kembali kedua lesung pipinya.Husah... Husah... Aku segera membuang pikiran anehku. Ya ampun aku mesti nyari pacar yang punya lesung pipi juga. Biar bisa mengalihkan duniaku dari pria blasteran ini. Ckckck."Ngapain malu Na, udah biasa. Lagian aku ada tiga cewek di rumah ya tapi yang satu masih SD sih.""Haish Mas Rayyan nyebelin."Aku berusaha memasang muka marah. Namun kalimat Mas Rayyan selanjutnya membuatku sumringah."Udah selesai milih rotinya, sini Mas bayarin," ucapnya sambil mendorong troliku.Asik. Jatah uang buat belanja bulananku aman, jadi bisa buat beli novel hihihi. Akhirnya kuikuti langkah Mas Rayyan menuju kasir.Sesampainya di kampus, aku segera melesat untuk mencari teman-temanku."Na. Sini," teriak Jeni.Aku segera menghampirinya yang tengah duduk bareng Rosi."Yang lain pada kemana?" tanyaku."Katanya ada urusan mendadak. Apalagi setelah tahu matkul Pak Candra kosong alias libur. Tapi kita dapat tugas suruh dikumpulin lewat email.""Oh... Ya udah yuk nyari wifi gratisan," ajakku."Ayuk. Tapi jangan disinilah bosen. Cari di fakultas lain yuk," ajak Jeni antusias."Boleh. Tapi dimana?" tanyaku."Fakultas Hukum aja? Gimana?" saran Rosi."Cakep Ros, sambil kita tebar pesona sama anak Hukum. Aku dengar kebanyakan dari mereka anak orang kaya guys. Hihihi," seperti biasa radar Jeni pada cowok tampan dan tajir langsung on."Tentu. Ayuk," sahut Rosi tak kalah antusias.Aku cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah para sahabatku. Sesampainya di salah satu gazebo di Fakultas Hukum, aku langsung mengeluarkan laptop dan mulai menyusun tugas dari
"Nasha.""Feri."Aku terkejut melihat Feri yang baru turun dari motornya."Ada apa?""Mau ketemu Mbak Nisha.""Hah? Ngapain? Mbak Nisha kan udah punya Mas Rayyan?"Feri terkekeh. Aku menatapnya bingung. Kenapa sih dia?"Kamu ya Na, beneran polos.""Polos gimana?""Ya aku nyari kamu lah, mau jemput kamu. Ck. Masa Mbak Nisa."Mataku membelalak. Astaga. Apa ini? Apa ini berarti?"Na ... Na ... Nasha!" Suara Feri terdengar lebih tinggi. Aku terkesiap."Eh ... i-iya hehehe." Aku memasang senyum paling menawan yang kupunya.Tiba-tiba Feri terdiam. Padangan matanya fokus kearahku."Kamu kenapa Fer?""Eh, enggak kok.""Hahaha. Kok gantian sih. Tadi aku sekarang kamu.""Udah yuk berangkat. Keburu siang.""Oke."Aku segera menuju ke motorku dan hendak memasukkan kuncinya."Loh Na, kamu ngapain?""Nyalain motorku dong.""Ck. Terus gunanya aku kesini buat apa?"Aku diam
"Guys. Coba kalian tengok arah jam sembilan. Ya Allah nikmat-Mu sungguh luar biasa," heboh Gita salah satu teman sekelasku."Mana-mana." Jeni si centil menjadi sangat antusias."Oooh .... " ucap mereka berempat berbarengan.Aku hanya terkekeh melihat keempat sahabatku dengan tingkah nyelenehnya. Maklum, mereka akan seperti ini kalau ketemu cogan alias cowok ganteng.Aku, Rosi, Jeni, Gita dan Lusi adalah sahabat karib. Geng kami terdiri dari 5 cewek dan 2 cowok. Dino dan Leo tidak ikut karena ada urusan pribadi jadi habis seminar langsung pergi.Saat ini, kami sedang berada di cafe di daerah Unsoed. Setelah mengikuti seminar akhirnya kami memutuskan untuk makan dulu. Sebelum melanjutkan jalan-jalan ke mall."Nasha. Kamu disini?" seseorang menyapaku, Mas Rayyan. Mas Rayyan tersenyum dan kubalas senyumnya.Kulihat semua teman gengku melongo menatap Mas Rayyan. Aku terkekeh melihat ekspresi mereka. Apa aku juga kayak mereka ekspresinya ya? Pas ke
Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan area."Kamu kemana sih Fer? Susah sekali dihubungi. Mana Huda lagi sibuk gak bisa jemput, lagi. Gak mungkin aku minta Mbak Nisha jemput soalnya dia piket malam. Huft," gerutuku.Akhirnya aku pasrah dan menunggu angkot di halte kampus. Andai motorku gak ngadat, pasti gak bakalan pulang pergi naik bus disambung angkot.Tin ... Tin.Aku menoleh kearah orang yang membunyikan klakson motor. Aku berdiri dan menghampiri si empunya motor."Kok belum pulang?""Belum dapat angkot Mas. Mas Rayyan anterin Na ke Tanjung ya? Nanti Na nunggu bus disana. Kalau nunggu disana bisa naik bus malam jurusan Bandung juga. Banyak alternatif pokoknya.""Ayuk naik.""Oke. Makasih Mas."Aku segera membonceng Mas Rayyan. Untung tadi pakai celana panjang kalau enggak rempong naiknya. Selama perjalanan aku mengajaknya ngobrol seperti biasa. Kadang malah disertai derai tawa."Loh-loh, kok turun
"Kapan cutinya Mbak?" saat ini aku sedang membantu Mbak Nisha membuat kue untuk acara hajatan nanti."Hari Jumat, Dek.""Gak kemepeten itu Mbak? Minggu aja akad loh?""Gak bisa Dek. Mau ada akreditasi jadi Mbak pengin semua tanggungjawab Mbak selesai sebelum Mbak nikah. Masmu aja malah cutinya H-1, Dek.""Astaga. Besok aku mau jadi dokter Puskesmas ajalah yang gak sibuk," jawabku cengengesan."Hahaha. Kata siapa gak sibuk? Sama aja kali tapi iya sih kalau di Puskesmas gak terlalu capek. Kalau mau jadi dokter Puskesmas usahain PNS dulu lah. Kalau enggak nanti gajinya gak seberapa.""Iya-iya yang kerjanya di rumah sakit swasta gede, gajinya gede pula.""Tapi tanggung jawabnya juga gede Dek," timpal Mbakku."Iya sih."*****"Rosi," aku berlari menghampiri Rosi."Eh... Nasha," kulihat Rosi nampak gugup melihatku."Kamu lagi ngapain?" tanyaku."Aku... Aku... ""Sori. La... Nasha," kulihat Feri berjalan dari arah toilet
"Na, tolong kamu beliin beberapa keperluan di Moro aja ya? biar lebih murah.""Iya Bu, nanti Nasha naik Grab aja. Kasihan Ayah.""Iya, apa kamu ditemani sama Huda aja, Na?""Gak usah Bu! Kasihan Huda, mungkin dia juga lagi capek. Udah Na sendiri aja.""Ya sudah, hati-hati ya Nduk.""Iya Bu."Aku segera memesan Grab melalui aplikasi di ponselku. Kurang dari lima belas menit Grab datang dan aku langsung naik.Sekitar empat puluh lima menit, aku sampai di Moro. Langsung saja aku mengambil keranjang dan mengisinya dengan berbagai keperluan seperti yang tertera di daftar belanjaan yang sudah ibuku buat.Setelah selesai berbelanja dan membayarnya di kasir, aku menitipkan barang belanjaanku di penitipan barang. Aku ingin membeli beberapa novel baru sebagai bahan bacaan. Saat aku hendak menuju ke area bookstore, mataku membelalak melihat pasangan yang tengah berjalan mesra. Refleks aku bersembunyi dan memilih memperhatikan mereka
Aku tengah menyusuri koridor kampus dengan hati gembira. Akhirnya judul skripsiku di acc. Biar bisa mulai nyicil hehehe. Entah kenapa sepanjang jalan kulihat semua mata memandang ku. Apa ada yang aneh ya dengan penampilanku. Aku mencoba melihat penampilanku sepertinya tidak ada.Aku segera menuju salah satu gazebo jurusan, mau nunut wifi gratis guna mencari beberapa sumber tambahan skripsi."Na." panggilan seseorang kepadaku.Aku menoleh kulihat ketiga temanku sedang berlari menuju ke arahku. Nafas mereka ngos-ngosan kayak baru dikejar satpam aja."Kamu... Kamu... Udah tahu belum." tanya Gita."Udah tahu apa?" aku bingung."Nih... Lihat ini." Lusi menyerahkan Hpnya padaku. Aku melihat ada file video. Segera kuputar dan astaghfirullah refleks aku melempar Hp tersebut. Jeni mencoba menangkapnya dan untung berhasil.Mataku memerah. Campuran antara marah, kecewa dan sedih. Ya Alloh, apa yang dipikirkan oleh mereka.
Sejak terkuaknya video yang menghebohkan kampusku. Feri dan Rosi di DO dari universitas. Bahkan kudengar mereka akan menikah karena Rosi hamil dan orangtuanya meminta pertanggungjawaban Feri. Syukurlah kalau mereka akhirnya menikah.Aku sudah tak pernah berhubungan dengan mereka berdua. Bahkan semua gengku pun sudah lama tak menyapa Rosi semenjak ketahuan merebut pacar eh ralat mantan pacarku.Dino pun sepertinya sudah kembali ceria. Aku tahu dia juga sangat patah hati. Perjuangan cintanya sia-sia. Semoga kamu dapat pengganti yang lebih baik Dino. Doaku untukmu.*****Hari ini aku menemani ayah ibu mengunjungi rumah sakit tempat mbak Nisha kerja selama ini. Kami baru sempat mengambil semua barang mbak Nisha yang masih tertinggal. Selain itu bermaksud menemui pimpinan untuk mengucapkan permohonan maaf dan ucapan terima atas semua kebaikan beliau untuk keluarga kami.Karena kebelet pipis. Aku ijin ke kamar mandi dulu. Ayah dan ibu langsun