Sesampainya di kampus, aku segera melesat untuk mencari teman-temanku.
"Na. Sini," teriak Jeni.Aku segera menghampirinya yang tengah duduk bareng Rosi."Yang lain pada kemana?" tanyaku."Katanya ada urusan mendadak. Apalagi setelah tahu matkul Pak Candra kosong alias libur. Tapi kita dapat tugas suruh dikumpulin lewat email.""Oh... Ya udah yuk nyari wifi gratisan," ajakku."Ayuk. Tapi jangan disinilah bosen. Cari di fakultas lain yuk," ajak Jeni antusias."Boleh. Tapi dimana?" tanyaku."Fakultas Hukum aja? Gimana?" saran Rosi."Cakep Ros, sambil kita tebar pesona sama anak Hukum. Aku dengar kebanyakan dari mereka anak orang kaya guys. Hihihi," seperti biasa radar Jeni pada cowok tampan dan tajir langsung on."Tentu. Ayuk," sahut Rosi tak kalah antusias.Aku cuma geleng-geleng kepala melihat tingkah para sahabatku. Sesampainya di salah satu gazebo di Fakultas Hukum, aku langsung mengeluarkan laptop dan mulai menyusun tugas dari Pak Candra. Sementara kedua temanku asik selfi dan tebar senyum sana sini.Sesekali kulirik mereka. Ya ampun. Sekali lagi aku hanya terkekeh lalu kembali menenggelamkan diri dengan menatap layar laptop."Selesai." Aku merenggangkan otot-otot tubuhku untuk mengurangi rasa pegal karena cukup lama fokus dengan laptop."Copy Na. Ntar aku tinggal ngedit," pinta Jeni dan Rosi seperti biasa."Nih udah aku copy di flashdisk. Ingat ya, gak boleh sama. Harus ada yang kalian ubah kata-katanya," tukasku."Wokeh," sahut keduanya kompak.Sambil menunggu mereka menyalin dan mengedit tugas mereka, kuedarkan pandanganku untuk mengamati keadaan sekeliling. Hingga tatapanku tertuju pada seorang cowok, dia tersenyum manis kearahku. Wow... Tampan. Punya dua lesung pipi lagi kayak Mas Rayyan. Astaga kok balik ke calon kakak iparku lagi ya. Hadeh... Karena dia masih senyum ke arahku aku pun membalas senyumnya."Na, kamu senyumin siapa?" tanya Rosi."Pengin senyum aja," jawabku."Masa sih?" Rosi tak percaya dan mengedarkan pandangannya."Aneh. Masa kamu senyum sendiri. Kirain ada cowok cakep yang kamu lihat." Rupanya Rosi masih penasaran, dia masih saja celinguk kanan kiri hahaha."Nasha itu kayaknya gak bakalan jatuh cinta deh Ros, dia itu JOSETI alias jomblo sejati," celetuk Jeni tanpa mengalihkan matanya dari laptop.Aku hanya tersenyum tanpa mau menanggapi. Kuedarkan lagi pandang mataku. Ah, rupanya cowok tadi sudah pergi.*****Acara lamaran Mbak Nisha terlaksana seminggu kemudian. Rencananya enam bulan lagi mereka akan menikah. Karena keluargaku dan Mas Rayyan masih memegang adat Jawa yang kuat. Termasuk masalah hitungan dalam menentukan tanggal pernikahan."Selamat Mbakku sayang. Cie... Yang mau jadi istri.""Makasih dek." Mbak Nisha mengulas sebuah senyuman dan terlihat cantik sekali."Selamat ya Beb. Aku turut senang dengernya," ucap Mbak Hilda sahabat karib Mbakku. Seorang bidan juga dan bekerja di tempat yang sama dengan Mbak Nisha."Sama-sama semoga kamu sama Farhan segera nyusul."Kulihat Mbak Hilda hanya tersenyum tipis.*****Aku tengah berjalan melintasi koridor menuju Perpus pusat sambil membalas pesan Rosi temanku.Bruk."Maaf gak sengaja," ucapku."Oh gak papa. Kamu Nasha kan?" ucap cowok yang kutabrak."Iya betul siapa ya?""Feri. Kamu lupa ya sama aku," jawabnya.Aku mengerutkan kening berusaha mengingat-ingat."Oh… Feri anak Hukum ya? Oh hai apa kabar?""Baik. Aku pikir kamu lupa sama aku.""Hehehe. Sedikit. Habis mau gimana lagi setelah Ospek kita gak pernah ketemu lagi."Feri adalah salah satu kenalan yang aku temui saat Ospek dulu. Sama-sama Maba. Bedanya dia anak Hukum. Karena kampus kami berbeda praktis kami tak pernah jumpa lagi."Minta nomer WA-nya dong," pinta Feri."0813xxxxxxxx," jawabku."Oke aku save ya. Oh iya aku pergi dulu ya. Ada urusan. Sampai jumpa lagi." Feri berlalu dari hadapanku.Aku masih memandang Feri bahkan aku tersenyum tanpa kusadari hingga sebuah tepukan keras menempel pada bahuku."Aw... Sakit tahu," sungutku."Hehehe... Maaf lagian kamu dari tadi aku panggil gak jawab-jawab. Ayuk buruan ke Perpus," kata Rosi."Ayuk."Kami pun berjalan sambil sesekali bercanda.*****Aku tengah menstarter motorku secara manual. Nasib karena aki motor sudah soak harus ganti tapi belum ada duit. Hiks... Hiks... Nasib. Mana pake rok lagi, lupa aku."Nasha," sebuah suara memanggilku."Feri.""Kenapa motornya?" tanyanya."Hehehe. Harus di starter manual," jawabku sambil cengengesan."Hahaha. Sini aku bantu." Feri langsung membantuku. Yap tuh kan langsung hidup."Habis ini mau kemana?" tanyanya saat aku mulai menaiki motor."Mau langsung balik.""Makan dulu yuk. Mumpung jam 1, nih. Udah makan belum?""Belum. Niatnya mau makan di rumah makanya langsung pulang ini.""Makan dulu ya sama aku. Lagian lama kita gak ngobrol," pintanya."Tapi nanti kalau motornya gak bisa aku starter lagi gimana?" terangku ragu."Hahaha. Ampun deh Na, kan ada aku.""Oh iya. Hahaha. Maklum panik takut gak bisa starter manual lagi.""Ya udah yuk, kita ke WS ‘Warung Stik’ aja ya. Sana berangkat dulu nanti aku nyusulin di belakang. Ntar paling kamu aku salip.""Hahaha. Tahu aja kamu, aku gak bisa naik motor cepet-cepet.""Hahaha. Tahulah. Ayuk."Kami pun segera menuju ke WS. Disana kami pun makan sambil ngobrol.Ternyata Feri masih seperti dulu, ramah dan supel. Calon kandidat pacar ini. Asek... Ups. Hahaha.*****"Duh yang kemarin makan bareng sama gebetan," Rosi mulai melancarkan aksi menggodaku."Hehehe. Kok tahu. Emang kamu dimana? Kok aku gak tahu.""Ya mana tahulah, kamunya asik gitu sama gebetannya.""Lah, kamu kemarin ke WS juga?""Iya, aku di kursi paling pojok sebelah Selatan.""Masa sih? Kok gak nyapa aku?""Maunya. Tapi gak enak takut ganggu," Rosi menyeringai jahil."Hahaha... Ish. Kayak sama siapa aja. Sapa aja lagi.""Eh... Tapi bukannya yang kemarin makan sama kamu si anak Hukum ya? Feri kalau gak salah.""Yupz... Masih inget aja Non sama namanya," ucapku sambil menyentuhkan bahuku pada bahunya."Hehehe. Ingetlah. Orang ganteng mana sih yang gak aku ingat. Kami pun tertawa terbahak menertawakan kekonyolan Rosi. Ya begitulah Rosi, radarnya sangat tajam kalau sudah mengenai cowok cakep.*****"Nasha," panggilan ibuku menyahut merdu."Ada apa Ibuku sayang?" Ciri khas Ibu, suara melengking dan tak mau berhenti kalau belum ditindaklanjuti."Tuh, ada temenmu datang. Uluh-uluh bungsu Ibu. Udah gede. Udah ada yang ngapelin.""Hah, siapa yang ngapelin Bu?" aku syok mendengar ada cowok yang ngapelin aku. Di hari Minggu masih jam 9 pagi juga. Wow keajaiban dunia. Sepertinya status jomblo abadiku sedikit goyah.Aku pun segera menuju ruang tamu dan awuwu... Kaget. Ternyata Feri yang datang. Aku pikir dia cuma bercanda ternyata beneran mau main. Oh, lihatlah senyum manisnya. Duh bikin meleleh hati. Hem... Aku akan pertimbangkan jadi pacar kalau dia nembak dech. Eh... Emangnya dia suka sama aku ya. Ckckck haluku terlalu tinggi."Dek, maafin Mas ya. Mas khilaf. Janji ini yang terakhir khilafnya." Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Dulu sekali Mas Rei juga bilangnya khilaf tapi ini malah khilaf lagi. "Dek, jangan marah ya. Senyum dong." "Buat apa marah Mas? Toh udah kejadian bukan?" sahutku sinis. "Iya juga sih. Tapi Mas seneng kok bisa khilaf terus." "Ck." Aku mencebik dan mencubit perutnya. Dasar. Mas Reihan hanya tertawa, sesekali mencium tanganku dan keningku. Bahkan aku yakin kalau gak ada orang, pasti dia sudah mengajakku adu bibir. Haish. Punya suami kok gini amat, untung aku cinta. Mungkin karena aku diam saja Mas Reihan kembali membujukku dengan kata-kata manis. "Iya, iya nanti Mas lebih hati-hati tapi khilafnya gak bakalan ilang, Sayang." Dia mengucap dengan seringai jahil. Dih, dasar! Aku memilih mengerucutkan bibir. Bodo amat kelihatan jelek. Salah sendiri tuh Kulkas jadiin aku istri. Jadi harus terima dong lahir batin kecantikan sama kejelekanku kalau lagi ngambek. "Udah jangan marah ya B
"Kalian gak bawa baby sitter?" tanya Joshua."Gak.""Gak kerepotan?""Enggaklah," jawab Mas Reihan cuek."Kalian kok bisa cuma punya ART sekaligus pengasuh bayi tanpa pakai jasa baby sitter sih?""Ya bisalah," ucap Mas Reihan."Kok Zaza bisa ya ngajar sekaligus bisa kasih ASI. Eksklusif lagi.""Istriku gitu loh.""Iya-iya yang istrinya paling cantik, paling pinter, paling ter-semua pokoknya.""Harus. Kan istri sendiri bukan istri orang lain.""Ck. Dasar Dokter Kulkas." Joshua mengumpati suamiku. Lalu dia bergegas mengikuti gadis cilik yang berlari hendak bermain dengan air.Aku hanya bisa menahan tawa melihat bagaimana interaksi suamiku dengan para sahabat sekaligus rekan kerjanya."Mimik muka suamimu loh Za, gak berubah. Bisa datar gitu. Kok kamu mau sih nikah sama dia.""Eh Bu Mila." Aku menyalami Bu Mila, salah satu istri dari rekan Mas Reihan. Dokter Siswo, spesialis jant
Sepuluh hari aku dan Baby Twins di rumah sakit. Kini kami kembali ke Sokaraja dan disana aku dan Twins disambut oleh seluruh keluarga. Bahkan, Tante Raisa sekeluarga pun datang.Malamnya acara akikah kedua anakku diselenggarakan dengan meriah. Sebetulnya acara akikah standar, hanya saja malam ini semua keluargaku dan Mas Reihan datang jadi sangat ramai.Seperti biasa Royya dan Rael akan bertengkar. Kali ini mereka bertengkar memperebutkan siapa yang jadi saudara ketiga. Astaga.Acara akikah sudah selesai dari tadi tapi kami masih sibuk bercengkrama. Aku yang merasa lelah meminta ijin untuk ke kamar lebih dulu, tentu saja dengan diantar oleh Mas Reihan."Mas temeni yang lain aja. Rana gak papa sama Twins.""Oke. Tidur yang nyenyak ya Dek.""Iya."Mas Reihan mencium pipi Twins dan terakhir mencium keningku mesra."Tidur ya, Mas keluar dulu.""Oke."Aku merebahkan diri di samping si kembar. Kami memutuskan meme
"Mereka luar biasa Mas.""Iya. Sangat luar biasa."Aku dan Mas Reihan tengah menatap baby twins. Keduanya benar-benar luar biasa. Mereka adalah hadiah terindah bagi kami setelah tiga tahun penantian. Aku bersyukur, Allah memberi kami kepercayaan dua buah hati sekaligus. Mana kembar sepasang lagi.Cup.Aku menoleh ke arah Mas Reihan. Lalu mencubit perutnya."Mas!" bentakku sambil memelototinya. Dasar! Suka sekali cari kesempatan."Apa? Hem ...." Dia hanya tersenyum dan menatapku jahil. Bahkan tangannya sudah memainkan kerudungku dari tadi dan diputar-putarnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Refleks Mas Reihan menghentikan aksi anehnya dan berdiri menyambut tamu yang datang."Zazaaaaa.""Yayaaaa."Yaya menuju ke ranjangku. Dia langsung memelukku dan aku balik memeluknya, heboh pokoknya. Aku menyambut uluran tangan semua rekan kerjaku yang datang."Wah ganteng dan cantik ya Za
POV RanaAku terbangun di sebuah hamparan pasir yang indah. Kutatap sekelilingku. Pantai?Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Sepi. Kemana semua orang?Mana Mas Reihan? Dan ... kenapa perutku kempes? Dimana bayiku? Aku panik. Aku mencoba berlari mencari orang-orang tapi tak ada satupun yang kutemui. Hingga kulihat sebuah perahu di sana. Aku berlari menuju perahu yang masih berada di bibir pantai sepertinya mereka akan berlayar."Permisi ... permisi. Bolehkah sa-" Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Aku segera berlari menyongsong kedua orang yang sangat kurindu."Ayah, Bunda, Rana kangen." Kedua orang tuaku memelukku. Lama kami berpelukan."Kalian mau kemana?""Berlayar," ucap Ayah."Boleh Rana ikut?""Boleh," kini Bunda yang menyahut.Aku menggenggam tangan Ayah dan Bunda di kanan kiriku. Aku bahagia sekali. Kami berjalan bergandengan tangan dan akan naik ke perahu. Ayah yang pertama naik, kemudian Ayah mengulurkan t
Sudah tiga hari, Rana masih tak sadarkan diri. Menurut ahli obgyn, perut Rana mengalami benturan yang cukup keras. Namun tak membahayakan rahimnya. Aku masih ingat, bagaimana Rana berkutat dengan Karina yang ingin memukul perutnya saat itu. Berulangkali dia menghalangi tinju Karina. Ya Allah. Semoga Engkau membalas perlakuan Karina sesuai dengan tindakannya, amin.Pembersihan rahim juga sudah dilaksakan. Nindy bilang, tak ada masalah. Ketidaksadaran Rana diakibatkan kelelahan dan pasokan oksigen ke otak yang hampir saja berkurang.Selama tiga hari ini kondisi baby twins mulai stabil. Mereka sudah dipindahkan ke ruang anak. Bersyukur Aya dan Fiqa memiliki ASI yang melimpah. Riyyan dan Ela juga sudah berusia satu tahun dan sudah makan. Jadi, ibu mereka bisa mendonorkan ASI-nya untuk kedua anakku."Kondisi mereka sudah stabil." Mamah menghampiriku dan mengelus kedua pipi cucu kembarnya. Mamah habis melaksanakan sholat tahajud di masjid."Iy