Pria yang tadi menolong Anissa menatap dingin ke arah Galang dan sesekali menatap Anissa yang sudah menangis.
"Kenapa lo diem hah? Benerkan lo cowo bayaran si cewe murahan ini" ucap Galang emosi.Anissa sudah tak mampu untuk membela dirinya lagi dan menjawab semua tudingan Galang kepadanya, dirinya sudah malu dengan orang orang yang berkerumun dan kini tampak jelas membicarakannya.Anissa hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan terus menangis tampa henti.
Pria yang sedari tadi mematung kini menatap Anissa lekat lekat dan setelahnya menatap Galang sinis. satu detik kemudian.BUGHH Galang tampak tersukur ke lantai, pria tadi tampak memukul Galang kembali dan menarik kerah baju Galang."Berhentilah melecehkan gadis itu, kau pun tak jauh lebih baik dari pada dia" ucap pria itu lalu memukul Galang lagi hingga Galang meringis kesakitan di bagian perutnya.
"Sialan, lo itu sebenernya siapa hah" ucap Galang sembari menahan sakit."Anda tidak perlu tau siapa saya" ucap pria itu lalu menarik tangan Anissa keluar dari club.Anissa tampak tak berkutik ia pasrah saja saat pria itu menarik tanganya dan memasukannya ke mobil.Pria itu tampak menyetir mobil dan pergi dari tempat itu dan suasana saat itu hening tak ada yang memulai pembicaraan antara pria itu dan Anissa.Hingga Anissa memberanikan diri membuka suaranya "Terima kasih, karna Lo udah mau nolongin gw tadi" ucap Anissa yang masih sesegukan.
"Diam" pria itu tampak diam tak menjawab ucapan Anissa"Maaf karna sudah merepotkan" ucap Anissa lagi.Namun pria itu tetap tak bersuara hingga membuat Anissa bingung dan tak tahu harus berbuat apa, akhirnya Anissa juga ikut diam dan hanya memandang lurus kejalanan, hingga pria itu tampak memarkirkan mobilnya tepat di rumah Anissa.Anissa tampak heran saat ia sudah sampai di rumahnya "Kenapa pria ini tahu rumahku? Siapa dia sebenarnya?" pertanyaan demi pertanyaan begelut di fikiranku kala itu."Keluar" ucap pria itu dingin."Dih, nyebelin banget sih, dari tadi di ajak ngobrol ga jawab terus tiba tiba gw udah ada di rumah aja, siapa sih ni cowo?" batin Anissa berucap lalu mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah. Tunggu!!"Ko dia ikut masuk sih, makin aneh aja deh, apa jangan jangan dia suruhan ayah bunda yah" ucap Anissa dengan suara pelan."Siall, jangan jangan bener dia suruhan Ayah, mampus udah ini gw pasti di marahin lagi"Saat Anissa dan pria itu membuka pintu Ayah dan Bunda Anissa tampak sudah menunggu kedatangan mereka Lidya tampak duduk di sofa dengan gelisah menunggu kedatangan putri bungsunya itu sementara Ayah Anissa Handoko tampak melipatkan kedua tangannya di bawah dada dengan wajah marah."Assalamualaikum" ucap pria itu dan sontak membuat Lidya dan Handoko mengarahkan pandangannya ke arah suara.Waalaikum salam" ucap Lidya dan Handoko.Anissa tampak berjalan perlahan dalam keadaan menangis dan sedikit demi sedikit berjalan ke arah Handoko ia kemudian berdiri di hadapan Handoko yang masih melipatkan tangannya di bawah dada."SUSAH DIATUR!!" teriak Handoko emosi. Apa Ayah harus menamparmu terlebih dahulu agar kamu mau menuruti perkataan Ayah huh" ucap Handoko dengan suara lantang dengan mata memerah membelalak ke arah putri bungsunya itu.Anissa tampak menundukan wajahnya tak berani menatap wajah Ayahnya itu. "Maafkan Anissa ayah" ucap Anisa dengan nada rendah lalu menangis sesegukan.Wanita itu tampak berdiri mematung mendukan kepalanya dan tak henti hentinya memegang tanganya sendiri karena takut."Ayah tak akan luluh dengan tangisanmu itu Anissa!! Ayah kecewa dengan sikap dan juga tindakanmu hari ini, KAMU SEPERTI WANITA MURAHAN" ucap Handoko dengan suara tinggi.JlebbSeperti ada yang menusukan belasan pisau di dadanya, Anissa tampak terluka dengan ucapan Ayahnya itu, bukan hanya Galang bahkan Ayah kandungku sendiri mengatakan jika aku wanita murahan, apa benar jika aku hanya seorang wanita rendahan. Anissa tampak lemas dan akhirnya terduduk di lantai."AYAH!! Apa yang Ayah bicarakan, apa pantas seorang ayah mengatakan hal itu pada putrinya sendiri" ucap Lidya berjalan ke arah Anisa dan membantunya berdiri."Lalu apa yang harus Ayah lakukan? Ayah sudah malu di hadapan Davian dan keluarganya. Mau di taruh dimana muka ayah bun" ucap Handoko lalu berjalan ke arah sofa dan duduk disana.
Lidya tampak menatap Davian yang sedari tadi mematung dan tak bersuara."Duduklah terlebih dulu Nak, biar bunda ambilkan air minum untukmu" ucap Lidya mempersilahkan Davian duduk.
"Terima kasih bunda, tapi Davian tidak haus" ucap Davian sopan."Duduklah dulu Bunda bisa menjelaskannya padamu" ucap Lidya pada Davian."Baik bun" Davian tampak berjalan ke arah sofa tampa melihat ke arah Anissa yang masih mematung di tempat semula."Bunda dan Ayah tak perlu menjelaskan apapun pada Davian, Davian sudah tau semuanya terlebih tadi Davian melihat Anisa sedang berciuman dengan pria disana" ucap Davian dingin.
JlebbAnissa tak habis fikir dengan Pria itu, kenapa dia harus mengatakan hal itu pada ayah dan bundanya. Mau di taruh dimana mukanya sekarang Ayah dan Bunda pasti akan sangat kecewa padaku.Handoko tampak mengernyitkan alisnya ia sangat malu di hadapan Davian.Betapa bodohnya putri bungsunya itu. Anissa sudah mempermalukan keluarganya sendiri.
"Anissa kemrailah" ucap Handoko mengecilkan suaranya.Ada apa ini kenapa tiba tiba suara ayah menjadi pelan dan lebut saat memanggil namaku, sial perasaanku mulai tak enak dan tidak mungkin Ayah tiba tiba mau memaafkanku. Habislah aku!!.Mau tidak mau Anissa berjalan sambil menundukan wajahnya takut. "Ma .. maafkan Anissa Ayah, Anissa khilaf anissa minta maaf" ucap Anissa ketakutan.Gadis itu tampak berhenti saat ia sudah berada di depan Handoko.
Handoko tampak berdiri di hadapan Anissa dan satu detik kemudian.PLAKKKHandoko tampak menampar wajah putri bungsunya itu hingga tersungkur ke lantai, Lidya tampak kaget, ia berlari dan menyimpan air di meja setelahnya memegang tangan Handoko agar tak menampar putrinya lagi"Arrgghh, sudah Yah jangan menampar Anissa lagi, dia adalah putrimu sendiri. Kita bisa membicarakan baik baik" ucap Lidya lalu menangis tak tega melihat putrinya itu.
Sementara Davian tampak kaget, ia tak menyangka jika Handoko akan menampar putrinya seperti itu .Davian jadi merasa bersalah karna sudah memberi tahu Handoko tentang kelakuan putrinya, ia tak tega melihat Anissa yang sudah tersungkur di lantai, pipinya tampak memerah, tamparan Ayahnya pasti sangat menyakitkan baginya.
"Maafkan aku Anissa, aku tak bermaksud membuatmu seperti ini" batin Davian berucapGadis itu tampak memegangi pipinya yang terasa sangat perih, ia meluruskan pandangannya ke arah Orangtua nya itu memberanikan diri mengucapkan beberapa kata yang ingin ia sampaikan."Anissa bukan wanita murahan Yah Bun, Anissa tau apa yang Anissa lakukan salah itulah kenapa saat di club Anissa tak melanjutkannya dengan Galang, karna Anissa tau tak seharusnya Anissa melakukan itu dengan pria yang bukan suami Anissa.Tapi saat Anissa menyadarinya Anissa sudah terlanjur memberikannya pada Galang Hiks hiks" ucap Anissa panjang lebar lalu setelahnya menangis, ia berusaha tegas namun apalah daya semuanya terlalu menyakitkan.
Handoko tampak diam tak menjawab ucapan putrinya itu. "Apa tindakanku terlalu berlebihan? Apa putriku ini merasa terluka dengan perkataanku? Maafkan Ayah Nissa, Ayah tak bermaksud menyakitimu tapi tindakanmu hari ini benar benar tak bisa termaafkan.Bahkan Davian sendiri menyaksikan kebodohanmu itu, mau di taruh dimana wajah Ayahmu ini Nissa" batin Handoko menjerit merasa terluka.
"Apalagi yang mau di bicarakan baik baik? Davian juga sudah jelas tidak akan mau dengan Anissa" ucap Handoko kesalAnissa tampak mengernyitkan alisnya."Tidak mau lagi denganku? Maksud ucapan Ayah apa?" batin Anissa berucap.
Davian tampak menghela nafasnya."Saya tidak akan memberi tahukan hal ini pada Ayah saya, dan saya masih bersedia jika harus menikahi Anissa tapi dengan satu syarat" ucap Davian dingin.
"Syarat? Syarat apakah itu?" ucap Handoko penasaran ia kemudia mengampiri pria yang sedari tadi terduduk di sofa menyaksikan sebuah drama keluarga.Lidya juga ikut bingung, syarat apakah yang akan Davian berikan pada keluarganya."Apa? Jadi pria ini akan di nikah kan denganku" batin Anissa berucap."Saya ingin penikahan saya dan Anissa di lakukan sesegera mungkin dan kurang dari seminggu ini, ada banyak hal yang harus saya kerjakan di kantor jadi jika harus menunggu lama saya fikir saya akan sangat sibuk, dan setelah penikahan, saya akan langsung membawa Anissa kerumah saya" ucap Davian panjang lebar."Apa? Apa dia sudah tidak waras? Kenapa tidak bertanya terlebih dahulu padaku? Kenapa dia mengambil keputusan sendiri? Aku sendiri tidak kenal dengannya masa tiba tiba harus nikah sama dia sih" batin Anissa berucap lagi."Oh jadi hanya itu yang nak Davian inginkan, baiklah Ayah akan mengabulkannya" ucap Handoko lega.Anisa tampak menatap wajah Lidya bingung, Lidya mengerti kebingungan putrinya itu namun ia memberi isyarat agar putrinya itu diam saja."Baiklah, sepertinya sudah malam juga, sebaiknya saya pamit saja" ucap Davian"Apa tak sebaiknya Nak Davianmenginap saja disini" ucap Lidya dan di setujui Handoko dengan anggukan.
"Ahh, tidak enak jika saya harus menginap disini" ucap Davian tak enak."Kenapa harus tidak enak? Toh tinggal beberapa hari lagi kamu akan menikah dengan Anissa, Ayah akan menikahkan mu dengan Anisa 2 hari lagi" ucap Handoko yakin."2 hari lagi?" ucap Davian sedikit kaget ternyata waktunya cukup dekat."Kenapa? Apa Nak Davian merasa itu terlalu cepat?" tanya Handoko."Ahh, tidak saya setuju dengan keputusan Ayah, saya akan pulang dan memberi tahu Ayah saya terlebih dahulu" ucap Davian."Baiklah jika begitu, hati hati di jalannya" ucap Handoko."Iyah saya pamit dulu" ucap Davian lalu mencium punggung tangan Handoko dan setelahnya Lidya ia lantas bergegas pergi dari rumah Anissa, ia berjalan tanpa melirik kearah gadis itu dan menghilang dari balik pintu.Setelah kepergian Davian Anissa tampak menatap wajah Lidya lekat lekat "Ada apa ini bunda? Anissa tak mengerti" ucap Anissa meminta penjelasan.Lidya tampak menatap wajah Handoko agar suaminya itu diam saja dan membiarkan Lidya saja yang menjelaskan semuanya pada putrinya itu."Dengarkan bunda, bunda tau ini terlalu cepat bagimu tapi bunda dan Ayah yakin ini adalah yang terbaik untukmu" ucap Lidya lemah lembut."Maksud bunda apa? Anissa tak mengerti bun" ucap anissa yang masih bingung dengan penjelasan bundanya itu."Bunda dan Ayah sudah mengambil keputusan untuk menikahkan mu dengan Davian" ucap Lidya."Apa? Menikah? Tapi Anissa masih sangat muda bun, kenapa harus Anissa? Bahkan Kak Clara saja belum menikah" protes Anissa."Kamu berbeda dengan Kakakmu Clara, bunda tau kamu anak yang baik, kamu juga sangat sayang pada Ayah dan Bunda tapi Ayah dan bunda sudah mengambil keputusan dan bunda harap kamu akan mematuhinya" jelas Lidya panjang lebar."Tapi bun" ucap Anissa namun belum sempat ia melanjut kan ucapannya tiba tiba Handoko terlebih dahulu menyekat ucapan nya."Ga ada tapi tapian, ini sudah jadi keputusan Ayah dan Bunda, mau tidak mau kamu harus tetap menikah dengan Davian, harusnya kamu bersyukur karna Davian masih mau menikah denganmu padahal dia sudah melihat kelakuanmu dan terlebih melihatmu bersentuhan dengan pria lain" ucap Handoko yang mulai tersulut lagi.Lidya tampak menatap wajah Anissa lalu memeluknya erat erat "Masuklah ke kamarmu, kamu butuh istirahat lagi pula ini sudah sangat larut malam" ucap Lidya yang melihat jarum jam menunjukan pulul 23.30.Anisa tampak melepaskan pelukan bundanya dan berdiri tegak lalu berjalan gontai ke lantai 2 dan masuk ke kamarnya.Setelah sampai di kamarnya Anissa tampak membantingkan tubuhnya kasar ke atas ranjang "Ga adil!! Ayah benar benar ga adil, Anissa benci sama Ayah" ucap Anissa lalu membalikan tubuhnya dan memukul mukul bantal yang ada di sampingnya."Anissa tau Anissa salah, tapi kenapa harus menikahkan Anissa dengan pria yang tak Anissa kenal sih" ucap Anissa kesal "Dia tampan tapi Anissa tidak mencintainya, lalu bagaimana bisa orang yang tidak saling mencintai menjalani hidup sebagai suami istri" ucap Anissa frustasi.Aku minta maaf karna aku harus ninggalin kamu sama Fisya, tapi aku bener bener janji sama kamu kalo aku pasti akan langsung pulang kalo kerjaan aku disana udah beres" ucap Dimas sembari memegang kedua tangan Istrinya "Janji yah kalo kerjaan kamu bener bener udah beres kamu harus cepet pulang kerumah" ucap Meysa "Iya aku janji Yaang, lagian yah mana mungkin aku mau lama lama di luar sementara disini aku punya dua bidadari cantik yang menunggu aku pulang" ucap Dimas mengalihkan kedua tangannya menuju kedua pipi Meysa dan sedikit menekannya hingga membuat bibir Meysa mengerucut "Ihh nyebelin, jelek tau kalo aku di giniin" ucap Meysa "Kata siapa kamu jelek? Kamu Istri aku yang paling cantik dan gak ada wanita yang bisa nandingin kecantikan kamu, paham" ucap Dimas lagi "Gombal deh, ck dasar" ucap Meysa berdecak "Aku ga gombal Yaang, kamu emang cantik ko" ucap Dimas "Kalo ga ada kamu selama seminggu, terus aku harus ngapain? Aku juga pasti bakal kangen banget sama kamu Yaang" ucap Me
Huhh ternyata begini rasanya memiliki seorang bayi dirumah, memang sangat melelahkan tapi juga sangat menyenangkan, meskipun aku harus menghadapi mata panda.Untunglah disini ada Bu Marsitoh dan juga Mamah yang membantu pekerjaanku dan ikut mengurus Fisya juga jadi semua ini tidak begitu berat."Aku berangkat kerja yah" ucap Dimas setelah ia selesai makan"Iya Mas, hati hati yah di jalannya" ucapku yang ada disampingnya menemani sarapan pagi ini, untunglah Fisya masih tidur jadi aku bisa menemani Dimas sarapan"Heem, berangkat yah" ucap Dimas ia lalu mengecup kening sang istri singkat lalu beranjak pergi ke kantor Setelah selesai makan aku kembali ke kamar dan melihat Fisya, takutnya bangun.Tap tap tapClek Ahh ternyata putri kecilku ini masih tertidur pulas, setelah aku fikir fikir dan aku lihat juga dengan seksama tenyata wajah putriku ini sangat mirip sekali dengan Ayahnya. Aku tak habis fikir kenapa bisa seperti itu, padahal selama 8 bulan itu aku yang mengandungnya bukan Ayah
Aku memang bodoh Lan, aku bodoh karna bisa melakukan hal itu dengan Meysa padahal aku tau jika dia wanita bersuami tapi entahlah jujur aku menyesal melakukannya tapi aku tak pernah menyesal karna sampai hari ini aku masih sangat mencintainya. Aku datang ke Swiss berusaha melupakan segalanya namun bukannya lupa aku justru semakin ingat dan bahkan hatiku semakin sakit saja" ucap Alex ia kini mulai menatap langit langit dan menunduk menyelipkan kedua tangannya di kening. "Cukup prihatin gw sama kisah cinta lo yang tragis itu, menurut gw sih emang ga ada yah yang namanya persahabatan antara cowo dan cewe karna selalu terselip yang namanya rasa cinta yang ga keduga, contohnya ya kaya lo gini" ucap Alana "Huhh entahlah Lan, gw pusing dan ga ngerti kalo ngebahas soal Meysa, gw ga punya cara lain untuk ngelupain Meysa selain ya kaya gini melarikan diri" ucap Alex frustasi"Ck .. Lo pasti bisa Lex, by the way nih yah gw jadi kepo dong Meysa itu kek apa sih? Secantik apa sih dia?" ucap Alana
Alex menawari Alana untuk sementara tinggal di Apartemennya namun Alana malah menatap dan bahkan tak mengedipkan matanya sama sekali. "Kenapa? Gausah khawatir aku bukan orang mesum lagi di Apartemen ku juga aku bersama teman perempuanku dan aku yakin kamu akan akrab dengannya" ucap Alex "Oh jadi kamu tinggal bersama teman wanita mu yah" ucap Alana Alex tampak menganggukan kepalanya kemudian ia menatap lurus ke depan. "Iyah aku tinggal bersama teman wanitaku namanya Maria, beberapa bula lalu aku membatunya dari segerombalan laki laki yang mencoba melecehkannya dan sejak itu ia tinggal di Apatermenku" ucap Alex Alana tampak tersenyum sinis menatap Alex kemudian menatap lurus kedepan. "Kenapa wajahnya gitu?" tanya Alex yang menatap wajah Alana tersenyum sinis padanya "Apa kamu selalu berperilaku baik seperti ini pada setiap wanita" tanya Alana "Memangnya kenapa? Toh setiap manusiakan kan memang harus saling tolong menolong" ucap Alex "Yaa memang tidak salah, tapi kalo kamu terus
Alex mendengus kesal saat tahu jika Maria sedari tadi ada di Danau yang tadi. Argghh benar benar menyebalkan wanita ini. "Sorry sir, I'll just get off here" ucap Alex pada si sopir taxi, kemudian mobil itu berhenti. Alex segera keluar dari mobil dan berjalan cepat menuju Danau tadi. Saat Alex berjalan tiba tiba ada seseorang yang menabraknya dari belakang dan hal itu hampir membuat Alex terjatuh. "Sorry I did not mean it" ucap seorang wanita yang menabrak Alex tadi, Alex tampak menatap wanita itu dan sepertinya wanita itu sama sepertinya berasal dari Indonesia namun belum sempat Alex bertanya wanita itu bergegas meninggalkannya. Wajahnya terlihat sembab dan sepertinya wanita itu tengah menangis. Ahh sudahlah lagipula apa urusannya denganku sebaiknya aku segera menghampiri Maria di Danau. Akhirnya Alex melanjutkan jalannya hingga ia sampai di Danau namun saat sudah sampai disana tak ada Maria disana. Kemana perginya wanita itu? Aish wanita itu benar benar membuatku kesal. Alex ke
Aku ingin pulang ke Jakarta dan memeluk Meysa saat sudah sampai disana, sayangnya hal itu tidak akan pernah terjadi."Again and again you daydream, what are you thinking, honey" tanya Maria yang bingung melihat Alex sedari tadi melamun "Ahh I'm not daydreaming" ucap Alex cepat"Don't lie to me dear!! I can't lie to you!!" ucap Maria yang tahu jika Alex tengah berbohong padanya"I really don't think about anything, I just want to go home and rest" ucap Alex "Don't tell me you're thinking about that woman!! That married woman!!" ucap Maria mendelik sinis dan mulai memainkan bola matanya malas Alex tampak menatap Maria, tebakan wanita ini memang benar karna yang ada di fikiranku saat ini hanya Meysa. Aku tidak percaya jika Maria akan sangat tanggap.Tapi aku sedang tak ingin berdebat dengannya, ahh iya Maria sudah tau tentang kehidupanku di Jakarta termasuk ia juga tahu tentang hubunganku dengan Meysa. Entah kenapa aku berani bercerita tentang kehidupan pribadiku pada Maria ia juga ta