Share

Siapa dia sebenarnya

Pria yang tadi menolong Anissa menatap dingin ke arah Galang dan sesekali menatap Anissa yang sudah menangis.

"Kenapa lo diem hah? Benerkan lo cowo bayaran si cewe murahan ini" ucap Galang emosi.

Anissa sudah tak mampu untuk membela dirinya lagi dan menjawab semua tudingan Galang kepadanya, dirinya sudah malu dengan orang orang yang berkerumun dan kini tampak jelas membicarakannya.

Anissa hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan terus menangis tampa henti.

Pria yang sedari tadi mematung kini menatap Anissa lekat lekat dan setelahnya menatap Galang sinis. satu detik kemudian.

BUGHH 

Galang tampak tersukur ke lantai, pria tadi tampak memukul Galang kembali dan menarik kerah baju Galang.

"Berhentilah melecehkan gadis itu, kau pun tak jauh lebih baik dari pada dia" ucap pria itu lalu memukul Galang lagi hingga Galang meringis kesakitan di bagian perutnya.

"Sialan, lo itu sebenernya siapa hah" ucap Galang sembari menahan sakit.

"Anda tidak perlu tau siapa saya" ucap pria itu lalu menarik tangan Anissa keluar dari club.

Anissa tampak tak berkutik ia pasrah saja saat pria itu menarik tanganya dan memasukannya ke mobil.

Pria itu tampak menyetir mobil dan pergi dari tempat itu dan suasana saat itu hening tak ada yang memulai pembicaraan antara pria itu dan Anissa.

Hingga Anissa memberanikan diri membuka suaranya "Terima kasih, karna Lo udah mau nolongin gw tadi" ucap Anissa yang masih sesegukan.

"Diam" pria itu tampak diam tak menjawab ucapan Anissa

"Maaf karna sudah merepotkan" ucap Anissa lagi.

Namun pria itu tetap tak bersuara hingga membuat Anissa bingung dan tak tahu harus berbuat apa, akhirnya Anissa juga ikut diam dan hanya memandang lurus kejalanan, hingga pria itu tampak memarkirkan mobilnya tepat di rumah Anissa.

Anissa tampak heran saat ia sudah sampai di rumahnya "Kenapa pria ini tahu rumahku? Siapa dia sebenarnya?" pertanyaan demi pertanyaan begelut di fikiranku kala itu.

"Keluar" ucap pria itu dingin.

"Dih, nyebelin banget sih, dari tadi di ajak ngobrol ga jawab terus tiba tiba gw udah ada di rumah aja, siapa sih ni cowo?" batin Anissa berucap lalu mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah. Tunggu!!

"Ko dia ikut masuk sih, makin aneh aja deh, apa jangan jangan dia suruhan ayah bunda yah" ucap Anissa dengan suara pelan.

"Siall, jangan jangan bener dia suruhan Ayah, mampus udah ini gw pasti di marahin lagi"

Saat Anissa dan pria itu membuka pintu Ayah dan Bunda Anissa tampak sudah menunggu kedatangan mereka Lidya tampak duduk di sofa dengan gelisah menunggu kedatangan putri bungsunya itu sementara Ayah Anissa Handoko tampak melipatkan kedua tangannya di bawah dada dengan wajah marah.

"Assalamualaikum" ucap pria itu dan sontak membuat Lidya dan Handoko mengarahkan pandangannya ke arah suara.

Waalaikum salam" ucap Lidya dan Handoko.

Anissa tampak berjalan perlahan dalam keadaan menangis dan sedikit demi sedikit berjalan ke arah Handoko ia kemudian berdiri di hadapan Handoko yang masih melipatkan tangannya di bawah dada.

"SUSAH DIATUR!!" teriak Handoko emosi. Apa Ayah harus menamparmu terlebih dahulu agar kamu mau menuruti perkataan Ayah huh" ucap Handoko dengan suara lantang dengan mata memerah membelalak ke arah putri bungsunya itu.

Anissa tampak menundukan wajahnya tak berani menatap wajah Ayahnya itu. 

"Maafkan Anissa ayah" ucap Anisa dengan nada rendah lalu menangis sesegukan.

Wanita itu tampak berdiri mematung mendukan kepalanya dan tak henti hentinya memegang tanganya sendiri karena takut.

"Ayah tak akan luluh dengan tangisanmu itu Anissa!! Ayah kecewa dengan sikap dan juga tindakanmu hari ini, KAMU SEPERTI WANITA MURAHAN" ucap Handoko dengan suara tinggi.

Jlebb

Seperti ada yang menusukan belasan pisau di dadanya, Anissa tampak terluka dengan ucapan Ayahnya itu, bukan hanya Galang bahkan Ayah kandungku sendiri mengatakan jika aku wanita murahan, apa benar jika aku hanya seorang wanita rendahan. Anissa tampak lemas dan akhirnya terduduk di lantai.

"AYAH!! Apa yang Ayah bicarakan, apa pantas seorang ayah mengatakan hal itu pada putrinya sendiri" ucap Lidya berjalan ke arah Anisa dan membantunya berdiri.

"Lalu apa yang harus Ayah lakukan? Ayah sudah malu di hadapan Davian dan keluarganya. Mau di taruh dimana muka ayah bun" ucap Handoko lalu berjalan ke arah sofa dan duduk disana.

Lidya tampak menatap Davian yang sedari tadi mematung dan tak bersuara.

"Duduklah terlebih dulu Nak, biar bunda ambilkan air minum untukmu" ucap Lidya mempersilahkan Davian duduk.

"Terima kasih bunda, tapi Davian tidak haus" ucap Davian sopan.

"Duduklah dulu Bunda bisa menjelaskannya padamu" ucap Lidya pada Davian.

"Baik bun" Davian tampak berjalan ke arah sofa tampa melihat ke arah Anissa yang masih mematung di tempat semula.

"Bunda dan Ayah tak perlu menjelaskan apapun pada Davian, Davian sudah tau semuanya terlebih tadi Davian melihat Anisa sedang berciuman dengan pria disana" ucap Davian dingin.

Jlebb

Anissa tak habis fikir dengan Pria itu, kenapa dia harus mengatakan hal itu pada ayah dan bundanya. Mau di taruh dimana mukanya sekarang Ayah dan Bunda pasti akan sangat kecewa padaku.

Handoko tampak mengernyitkan alisnya ia sangat malu di hadapan Davian.

Betapa bodohnya putri bungsunya itu. Anissa sudah mempermalukan keluarganya sendiri.

"Anissa kemrailah" ucap Handoko mengecilkan suaranya.

Ada apa ini kenapa tiba tiba suara ayah menjadi pelan dan lebut saat memanggil namaku, sial perasaanku mulai tak enak dan tidak mungkin Ayah tiba tiba mau memaafkanku. Habislah aku!!.

Mau tidak mau Anissa  berjalan sambil menundukan wajahnya takut. "Ma .. maafkan Anissa Ayah, Anissa khilaf anissa minta maaf" ucap Anissa ketakutan.

Gadis itu tampak berhenti saat ia sudah berada di depan Handoko.

Handoko tampak berdiri di hadapan Anissa dan satu detik kemudian.

PLAKKK

Handoko tampak menampar wajah putri bungsunya itu hingga tersungkur ke lantai, Lidya tampak kaget, ia berlari dan menyimpan air di meja setelahnya memegang tangan Handoko agar tak menampar putrinya lagi

"Arrgghh, sudah Yah jangan menampar Anissa lagi, dia adalah putrimu sendiri. Kita bisa membicarakan baik baik" ucap Lidya lalu menangis tak tega melihat putrinya itu.

Sementara Davian tampak kaget, ia tak menyangka jika Handoko akan menampar putrinya seperti itu .

Davian jadi merasa bersalah karna sudah memberi tahu Handoko tentang kelakuan putrinya, ia tak tega melihat Anissa yang sudah tersungkur di lantai, pipinya tampak memerah, tamparan Ayahnya pasti sangat menyakitkan baginya.

"Maafkan aku Anissa, aku tak bermaksud membuatmu seperti ini" batin Davian berucap

Gadis itu tampak memegangi pipinya yang terasa sangat perih, ia meluruskan pandangannya ke arah Orangtua nya itu memberanikan diri mengucapkan beberapa kata yang ingin ia sampaikan.

"Anissa bukan wanita murahan Yah Bun, Anissa tau apa yang Anissa lakukan salah itulah kenapa saat di club Anissa tak melanjutkannya dengan Galang, karna Anissa tau tak seharusnya Anissa melakukan itu dengan pria yang bukan suami Anissa.

Tapi saat Anissa menyadarinya Anissa sudah terlanjur memberikannya pada Galang Hiks hiks" ucap Anissa panjang lebar lalu setelahnya menangis, ia berusaha tegas namun apalah daya semuanya terlalu menyakitkan.

Handoko tampak diam tak menjawab ucapan putrinya itu. 

"Apa tindakanku terlalu berlebihan? Apa putriku ini merasa terluka dengan perkataanku? Maafkan Ayah Nissa, Ayah tak bermaksud menyakitimu tapi tindakanmu hari ini benar benar tak bisa termaafkan.

Bahkan Davian sendiri menyaksikan kebodohanmu itu, mau di taruh dimana wajah Ayahmu ini Nissa" batin Handoko menjerit merasa terluka.

"Apalagi yang mau di bicarakan  baik baik? Davian juga sudah jelas tidak akan mau dengan Anissa" ucap Handoko kesal

Anissa tampak mengernyitkan alisnya.

"Tidak mau lagi denganku? Maksud ucapan Ayah apa?" batin Anissa berucap.

Davian tampak menghela nafasnya.

"Saya tidak akan memberi tahukan hal ini pada Ayah saya, dan saya masih bersedia jika harus menikahi Anissa tapi dengan satu syarat" ucap Davian dingin.

"Syarat? Syarat apakah itu?" ucap Handoko penasaran ia kemudia mengampiri pria yang sedari tadi terduduk di sofa menyaksikan sebuah drama keluarga.

Lidya juga ikut bingung, syarat apakah yang akan Davian berikan pada keluarganya.

"Apa? Jadi pria ini akan di nikah kan denganku" batin Anissa berucap.

"Saya ingin penikahan saya dan Anissa di lakukan sesegera mungkin dan kurang dari seminggu ini, ada banyak hal yang harus saya kerjakan di kantor jadi jika harus menunggu lama saya fikir saya akan sangat sibuk, dan setelah penikahan, saya akan langsung membawa Anissa kerumah saya" ucap Davian panjang lebar.

"Apa? Apa dia sudah tidak waras? Kenapa tidak bertanya terlebih dahulu padaku? Kenapa dia mengambil keputusan sendiri? Aku sendiri tidak kenal dengannya masa tiba tiba harus nikah sama dia sih" batin Anissa berucap lagi.

"Oh jadi hanya itu yang nak Davian inginkan, baiklah Ayah akan mengabulkannya" ucap Handoko lega.

Anisa tampak menatap wajah Lidya bingung, Lidya mengerti kebingungan putrinya itu namun ia memberi isyarat agar putrinya itu diam saja.

"Baiklah, sepertinya sudah malam juga, sebaiknya saya pamit saja" ucap Davian

"Apa tak sebaiknya Nak Davian

menginap saja disini" ucap Lidya dan di setujui Handoko dengan anggukan.

"Ahh, tidak enak jika saya harus menginap disini" ucap Davian tak enak.

"Kenapa harus tidak enak? Toh tinggal beberapa hari lagi kamu akan menikah dengan Anissa, Ayah akan menikahkan mu dengan Anisa 2 hari lagi" ucap Handoko yakin.

"2 hari lagi?" ucap Davian sedikit kaget ternyata waktunya cukup dekat.

"Kenapa? Apa Nak Davian merasa itu terlalu cepat?" tanya Handoko.

"Ahh, tidak saya setuju dengan keputusan Ayah, saya akan pulang dan memberi tahu Ayah saya terlebih dahulu" ucap Davian.

"Baiklah jika begitu, hati hati di jalannya" ucap Handoko.

"Iyah saya pamit dulu" ucap Davian lalu mencium punggung tangan Handoko dan setelahnya Lidya ia lantas bergegas pergi dari rumah Anissa, ia berjalan tanpa melirik kearah gadis itu dan menghilang dari balik pintu.

Setelah kepergian Davian Anissa tampak menatap wajah Lidya lekat lekat "Ada apa ini bunda? Anissa tak mengerti" ucap Anissa meminta penjelasan.

Lidya tampak menatap wajah Handoko agar suaminya itu diam saja dan membiarkan Lidya saja yang menjelaskan semuanya pada putrinya itu.

"Dengarkan bunda, bunda tau ini terlalu cepat bagimu tapi bunda dan Ayah yakin ini adalah yang terbaik untukmu" ucap Lidya lemah lembut.

"Maksud bunda apa? Anissa tak mengerti bun" ucap anissa yang masih bingung dengan penjelasan bundanya itu.

"Bunda dan Ayah sudah mengambil keputusan untuk menikahkan mu dengan Davian" ucap Lidya.

"Apa? Menikah? Tapi Anissa masih sangat muda bun, kenapa harus Anissa? Bahkan Kak Clara saja belum menikah" protes Anissa.

"Kamu berbeda dengan Kakakmu Clara, bunda tau kamu anak yang baik, kamu juga sangat sayang pada Ayah dan Bunda tapi Ayah dan bunda sudah mengambil keputusan dan bunda harap kamu akan mematuhinya" jelas Lidya panjang lebar.

"Tapi bun" ucap Anissa namun belum sempat ia melanjut kan ucapannya tiba tiba Handoko terlebih dahulu menyekat ucapan nya.

"Ga ada tapi tapian, ini sudah jadi keputusan Ayah dan Bunda, mau tidak mau kamu harus tetap menikah dengan Davian, harusnya kamu bersyukur karna Davian masih mau menikah denganmu padahal dia sudah melihat kelakuanmu dan terlebih melihatmu bersentuhan dengan pria lain" ucap Handoko yang mulai tersulut lagi.

Lidya tampak menatap wajah Anissa lalu memeluknya erat erat "Masuklah ke kamarmu, kamu butuh istirahat lagi pula ini sudah sangat larut malam" ucap Lidya yang melihat jarum jam menunjukan pulul 23.30.

Anisa tampak melepaskan pelukan bundanya dan berdiri tegak lalu berjalan gontai ke lantai 2 dan masuk ke kamarnya.

Setelah sampai di kamarnya Anissa tampak membantingkan tubuhnya kasar ke atas ranjang "Ga adil!! Ayah benar benar ga adil, Anissa benci sama Ayah" ucap Anissa lalu membalikan tubuhnya dan memukul mukul bantal yang ada di sampingnya.

"Anissa tau Anissa salah, tapi kenapa harus menikahkan Anissa dengan pria yang tak Anissa kenal sih" ucap Anissa kesal "Dia tampan tapi Anissa tidak mencintainya, lalu bagaimana bisa orang yang tidak saling mencintai menjalani hidup sebagai suami istri" ucap Anissa frustasi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status