Beranda / Rumah Tangga / Bukan Ibu Susu Biasa / 2. Sembilan Bulan Kemudian

Share

2. Sembilan Bulan Kemudian

Penulis: Oei Monica
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-24 16:19:30

PRAANGG …!

Nalini Buana tergopoh-gopoh ketika mendengar suara yang mirip seperti barang pecah. Wanita berusia 58 tahun itu bergegas menuju dapur—tempat di mana suara tersebut berasal.

Lima menit yang lalu. Nalini sempat memberitahu Arunika untuk mencuci beberapa peralatan makan yang baru saja dibelinya di salah satu pusat perbelanjaan. Lima set peralatan makan edisi khusus dari merek ternama. Terbuat dari keramik. Sangat cantik dan menarik.

Perasaan Nalini was-was. Jangan-jangan ….

Wajah bulat wanita itu langsung meradang begitu menyaksikan Arunika berjongkok memunguti koleksi piring barunya yang remuk redam. Untuk melampiaskan kekesalannya itu, dia pun berteriak lantang.

“DASAR MANTU NGGAK GUNA! Ditinggal bentar aja, udah mecahin piring selusin!”

“Maaf, Bu. Tadi mendadak perutku kram. Kerasa kaku gitu. Nggak enak. Waktu ingin sandaran, aku nggak sengaja—”  

“HALAH! Alasan aja kamu!”

“Beneran, Bu. Aku nggak bohong ….”

“Hei, Aru! Ibu dulu itu juga pernah hamil, tapi nggak malas kayak kamu! Disuruh bantuin aja banyak alasan. Bilang’e muallah, sakit pingganglah, capeklah. DASAR’E KAMU ITU EMANG MALAS! Bisa’e cuma makan, tidur, makan, tidur … HAMIL KOK KAYAK KEBO!”

Arunika menggeleng lemah atas umpatan mertuanya, padahal dia tidak berbohong. Barusan dia memang mengalami kontraksi dan bulan ini adalah bulan kesembilan dari kehamilannya, setelah malam panas yang dialaminya bersama dengan seorang pria asing yang ada di Hotel Lokapala.

Arunika yang tak sudi melihat wajah pria biadab itu memilih pergi meninggalkan hotel sebelum pria tersebut bangun.

Dengan perasaan malu dan hati yang hancur, Arunika pulang ke tempat kediaman Keluarga Buana. Setibanya di rumah, tidak ada seorang pun yang menyambut, apalagi bertanya, semalam dirinya ada di mana? Bersama siapa?

Karena hari di mana Arunika mendatangi Hotel Lokapala, ibu mertua dan suaminya sedang pergi ke luar kota untuk menjenguk kerabat mereka yang baru saja melahirkan. Mereka baru pulang esok hari, itu pun saat hari menjelang sore.

“Bu, apa aku boleh ikut? Aku mau jenguk Kak Isha dan bayinya?” tanya Arunika kala itu. “Siapa tau, setelah aku gendong bayinya Kak Isha, aku jadi ketularan hamil.”

“Nggak usah! Kalau kamu datang, bisa-bisa kena sial tuh Isha dan bayinya,” sindir Nalini.

Bibir Arunika terkatup rapat, padahal hatinya ingin berontak.

Andai saja di hari yang naas itu, Nalini mengajaknya pergi, maka dia akan selamat dari malapetaka malam terkutuk itu.

Semua orang mengira, kalau ayah dari jabang bayi yang dikandung Arunika adalah Akash Java Buana. Pria tampan yang telah mempersuntingnya empat tahun lalu.

Padahal Arunika tahu, siapa sesungguhnya ayah dari makhluk kecil yang mendiami rahimnya selama ini.

Tapi dia tidak tahu, apa pekerjaan pria biadab itu?

Penjahatkah dia? Pemabukkah? Atau seorang penjudi?

Siapa pun pria itu, Arunika berharap, seumur hidupnya dia tidak akan berjumpa lagi dengan pria keparat tersebut!

Ketika makhluk kecil itu sudah mulai bergerak dalam rahimnya, Arunika yang semula tidak mau menerima kehadirannya akhirnya luluh. Dia mulai menyayangi janin yang telah berbagi perasaan, makanan, dan udara dengannya.

‘Kehadiranmu bikin ibu nggak sendirian lagi di dunia ini, nak. Kamu itu kayak kertas putih. Suci. Kamu nggak salah, tapi ibu yang salah sama kamu dan sama semua orang.’

“Eh, malah bengong! Cepat beresin pecahan piringnya!” Nalini kembali berteriak.

“Ini aku lagi beresin, Bu.”

“Kalau udah beres, sini kasih uang jualan jamumu ke Ibu! Ibu mau beli lagi piring baru buat dipamerin di acara arisan besok lusa. INGAT, YA, besok lusa kamu jangan ada di rumah! Tunggu telepon dari Ibu, baru kamu boleh pulang!”

Padahal Arunika bukanlah wanita cacat atau buruk rupa yang harus disembunyikan keberadaannya. 

Parasnya itu cantik. Kulitnya kuning langsat. Bulu matanya lentik mengembang, membingkai kelopak mata yang lebar dan bulat. Hidungnya mancung ramping, menghiasi wajahnya yang kecil. Mirip seperti gadis-gadis Timur Tengah.

Namun, semua itu tidak cukup memberi nilai tambah di mata Nalini. Karena bobot, bibit, bebet Arunika yang tak sepadan dengan Akash.

Setiap kali Arunika berbuat salah, entah itu kesalahan besar atau kecil, dia harus membayar dengan hasil jualan jamunya. Karena hanya pekerjaan itu yang diketahui oleh Nalini dan Akash.

Mereka tidak tahu, kalau pekerjaan Arunika yang sebenarnya adalah seorang ahli akupuntur.

Arunika mendapatkan keahlian meracik tanaman herbal dan teknik pengobatan tradisional itu dari Nenek Usada, sejak dirinya berusia 10 tahun.

Nenek Usada adalah seorang tetangga yang rumahnya berdampingan dengan rumah ibu Arunika. Sebelum menghilang, Nenek Usada telah mewariskan seperangkat jarum emas kepadanya.

Dengan jarum itulah, Arunika kini menjadi Pewaris Tabib Wanita Legendaris Wanadri (Wanadri adalah nama asli Nenek Usada; yang telah melakukan perjalanan waktu ke masa depan untuk mencari sang penerus).   

Dan sekarang ….

Bukan mata Nenek Usada yang dilihat Arunika, melainkan mata Nalini yang membulat ketika menerima lembaran-lembaran uang kertas darinya.

“Nah gitu” Nalini tersenyum lebar. “Sekarang kamu angkat jemuran di lantai atas!”

“Tapi, Bu … kandunganku udah sembilan bulan. Kata dokter, naik turun tangga bahaya buat ibu hamil,” jelas Arunika.

“Memang benar’kan kataku. DASAR’E KAMU ITU EMANG MALAS!”

“Bukan gitu, Bu … kan, bisa minta bantuan Mas Akash. Orangnya juga lagi duduk-duduk di teras sambil ngopi.”

“Hei, Aru!” Nalini langsung menjewer telinga menantunya.

“Aduh …! Duh … duh …, sakit, Bu ….”

“Beraninya kamu nyuruh anakku angkat-angkat jemuran! ITU KERJAAN PEREMPUAN!”

“Ta—tapi, Bu, suami istri itu bisa saling bantu. Nggak ada salahnya, kalau ….”

“CUKUP!” Akash yang mendengar keributan itu langsung memotong. “Bisa nggak, sehari aja kalian itu nggak ribut! Mumpung kantor lagi libur, aku ini ingin istirahat! Nyantai bentar.”

“Kamu dengar itu?!” Nalini melepas tangannya dari telinga Arunika.

“Akash itu butuh istirahat. Udah capek kerja, malah kamu repotin sama urusan jemuran! Gini ini, kalau kamu nekat milih istri yang nggak selevel. Disuruh gerak dikit aja, udah ngeluh!”

“Aru, Ibu itu udah tua. Kamu itu mestinya nyadar dan ngalah dikit. Turutin ajalah kemauan Ibu,” pinta Akash.

Berharap kalau suaminya akan membantu pun percuma. Ibu dan anak itu justru pergi meninggalkan Arunika seorang diri di bawah tangga.

Karena langit tak selamanya biru, maka sebelum hujan turun, Arunika menaiki deretan anak tangga yang terbuat dari kayu. Tanpa pembatas di samping kanan kiri. Napasnya sudah mulai ngos-ngosan, seiring dengan serangan kontraksi yang semakin sering terjadi.

Kata dokter kandungannya, jabang bayi ini akan lahir sekitar satu minggu lagi.  

‘Tapi, makin lama perutku kok makin mules ya? Aduh ….’

Arunika merintih sambil mengusap-usap perutnya yang menegang.

Setelah mengambil semua pakaian yang telah kering dan memasukkannya ke dalam bak besar, Arunika pun turun. Dengan susah payah, dia mencoba menyeimbangkan tubuhnya yang berbadan dua di atas potongan-potongan kayu yang hanya selebar telapak kakinya.

Hari sial memang tidak pernah ada dalam kalender. Kaki Arunika tiba-tiba terpeleset selembar handuk yang jatuh di tangga tanpa disadarinya. Tubuh ibu hamil itu pun jatuh terguling-guling hingga akhirnya menggelepar di lantai.  

BUGH! BUGH! BUGH!

ARRGGHHHH …!

Arunika merintih ketika perutnya serasa dihantam oleh sesuatu.

“Mas Akash, Ibu … tolong aku …!”  

               

               

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Siti Aminah
model mertua dan suami patriaki
goodnovel comment avatar
bibimbap
Kasihan Aru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bukan Ibu Susu Biasa   13. Jangan Marahi Dia

    “Apa yang terjadi?”Pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibir tipis Arunika. Terlambat baginya untuk menyadari, bahwa seharusnya dia tidak menanyakan hal itu kepada Kaivan. Ikut campur urusan orang lain apalagi majikan, hanya akan membawamu ke dalam masalah, nasihat Bibi Nami kala itu.Benar saja. Tak sampai tiga detik, sepasang netra hitam milik Kaivan menatap Arunika tanpa ekspresi. Lalu pria itu kembali berkutat pada layar tabletnya yang sejak tadi menyala di atas pangkuan. Seolah-olah hendak mengatakan, bahwa itu bukan urusanmu, Wanita Pembawa Masalah!Tentu saja sambutan seperti itu membuat hati Arunika dongkol bukan kepalang. Dia makin memutar posisi tubuhnya untuk menghadap pria yang duduk di kursi belakang.“Tuan Kaivan Ararya Prama!”Teriakan Arunika itu langsung membuat Januar yang duduk di sampingnya pun menoleh, tapi tidak dengan Kaivan. Pria itu masih tetap berkutat pada layar tabletnya.“Hei, aku bertanya padamu! Anda nggak tuli’kan?!”“Psstt …, Aru.” Kelopak mata Ja

  • Bukan Ibu Susu Biasa   Bab 12. Kabar Dari Rumah

    HAP!Nalini langsung terkesiap ketika Arunika berhasil menangkap pergelangan tangannya lebih dulu. Wanita paruh baya itu sungguh tak menyangka, kalau mantan menantunya yang sudah empat tahun ini selalu tunduk padanya, kini mulai berani melawan.Memang benar, Arunika mengangkat dagunya tinggi. Membuatnya mampu melihat dengan jelas, bagaimana bergetarnya sepasang netra Nalini saat membalas tatapan matanya yang penuh percaya diri. “Kayaknya penyakit pikunmu udah mulai kambuh, Nyonya,” kata Arunika.“Ka—kamu?” Nalini pun melotot. “Berani-berani'e kamu ngatai aku pikun! Dasar menantu—”“Aku bukan lagi menantumu, Nyonya,” potong Arunika cepat. “Aku udah pernah bilang’kan?! Begitu aku menandatangani surat cerai itu dan kalian mengusirku dari rumah, aku udah nggak punya hubungan apa-apa lagi dengan Keluarga Buana!”Selepas mengutarakan isi hatinya, Arunika langsung mengempaskan pergelangan tangan Nalini begitu saja. Dengan langkah kakinya yang gesit, wanita muda itu bergegas masuk ke dalam m

  • Bukan Ibu Susu Biasa   11. Kendalikan Perkututmu

    Meskipun pembalasan terhadap Garvin Nara Tama telah dilakukan, namun sampai hari ini Kaivan tidak pernah menemukan keberadaan wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya semalam.Yang dia ingat hanyalah suara tipis melengking tinggi seperti kicauan burung parkit dan apa yang wanita itu lakukan kepadanya. Wanita tersebut meronta, memberontak hingga meninggalkan bekas cakaran pada bagian punggung, lengan serta dadanya yang sudah lama terhapus. Entah keberuntungan apa yang dimiliki oleh seorang Kaivan Ararya Prama!Karena ketika malam itu terjadi dan tiga hari berikutnya, istri Kaivan yang bernama Katrina Cantika itu sedang berada di luar kota. Artis sekaligus model papan atas itu sedang disibukkan dengan proyek film layar lebar yang didanai oleh perusahaan Kaivan. Seperti semua pria pada umumnya, Kaivan juga menyembunyikan dosanya itu dari Katrina!Dan pagi ini....Ketika jarum pendek jam dinding itu tepat berada di angka sembilan, pintu ruang laboratorium tiba-tiba terbuka.Arunika m

  • Bukan Ibu Susu Biasa   10. Pembalasan Sepuluh Bulan Lalu

    Di saat Kaivan sedang menunggu proses tes kesehatan yang dilakukan Arunika. Ingatan pria itu lantas bergerak mundur ke masa lalu.Sepuluh bulan yang lalu ….Pagi itu Kaivan terbangun dalam sebuah kamar hotel yang ada di Lokapala. Dia sunggung bingung, kenapa dirinya tidak bangun di kamar pribadinya melainkan di ruangan asing yang tak pernah disinggahinya.Meskipun Kaivan adalah seorang presiden direktur, tapi sebisa mungkin dia tidak membiarkan dirinya untuk bermalam di luar rumah. Andai kata, dia memiliki pertemuan bisnis di luar negeri, maka dia akan menyewa sebuah rumah kecil atau satu unit apartemen yang sebelumnya telah terjamin tingkat kebersihan dan keamanannya.Berulang kali Kaivan memijit kening serta menggelengkan kepala untuk mengusir rasa pengar yang menghinggapi.Apa yang terjadi semalam? pikirnya.Mendadak bayangan segelas minuman beralkohol yang baru saja dia teguk, seringai seorang pria yang menatap dirinya dari atas sofa berpadu dengan cahaya lampu temaram yang mulai b

  • Bukan Ibu Susu Biasa   9. Tes Kesehatan

    KYAAAA …!Arunika hampir saja terjungkal, seandainya tangan kanannya itu tidak segera memegang bagian tepi pintu mobil yang terbuka. Padahal pria itu hanya bersuara tanpa menatap dirinya, tapi seperti yang sudah-sudah … suara bariton yang berat milik Kaivan Ararya Prama kembali mengingatkannya pada pria terkutuk itu.Membuat detak jantung Arunika berdegup tak sebagaimana mestinya.Menimbulkan titik-titik peluh yang menghiasi keningnya yang sempit, padahal cuaca di pagi hari ini tidak terlalu terik dan semilir angin Laut Segara Wetan berembus riang menyapa wajah Arunika yang memucat.Januar yang melihat hal itu lantas menghampiri. “Kamu nggak apa-apa, Aru?”“Nggak. Nggak apa-apa kok.” Arunika menggeleng lemah.Dia tak menyadari, bahwa kedua pipinya mulai semburat merah karena menahan malu. “Aku cuma terkejut. Sedikit. Kupikir di dalam mobil nggak ada orang, ehh … nggak taunya ada … tuan pemarah,” bisiknya di akhir perkataannya. Januar terkekeh mendengar Arunika menamai sahabat yang s

  • Bukan Ibu Susu Biasa   Bab 8. Salah Buka Pintu

    Permintaan telah diungkap.Janji pun usai terucap.Tak ada kata mundur untuk mengelak, apalagi mengingkarinya.Sepuluh jam yang lalu atas izin dari Katrina Cantika, Arunika mendapat tempat bermalam di rumah itu. Bukan sebuah kamar tamu dengan selimut dan kain sepreinya yang harum, melainkan sebuah ruangan kecil yang pengap dan juga lembab. Penuh dengan aroma jamur dan jaring laba-laba di keempat sudut dindingnya. Tak apa, pikir Arunika malam itu.Dengan berbekal lampu teplok berisi minyak tanah, Arunika masih sanggup untuk membersihkan ruangan yang lebih mirip seperti sebuah gudang yang letaknya di belakang bangunan utama."Sebelum kamu tidur, mandi dulu sana! Terus ganti pakaianmu sama ini.” Seorang kepala pelayan Keluarga Prama bernama Nami memberikan sesuatu kepada Arunika. “Nggak pantas kamu itu tinggal di rumah ini dengan kain jarik seperti itu.”“Aku tau, Bi.” Arunika menunduk. “Tapi cuma jarik ini yang kupunya,” ucapnya kemudian mengambil selembar handuk dan pakaian yang terli

  • Bukan Ibu Susu Biasa   7. Dicari Setelah Dibuang

    “Aru! Aru! ARUUUU!”Nalini berteriak nyaring ketika tak mendapati satu hidangan pun tersedia di atas meja makan. Wajah bulat wanita paruh baya itu kian meradang begitu tangannya membuka wadah penanak nasi.KOSONG!“Gimana toh perempuan itu!? Malasnya nggak ketulungan! Masa udah jam tujuh pagi belum juga nyiapin sarapan buat Akash!”Akash yang baru saja keluar kamar sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah lantas bertanya. “Memangnya siapa yang Ibu marahi pagi ini?”“Ya, tentu saja istrimu yang kampungan dan pemalas itu! Masa jam segini belum juga masak?! Kamu cepat bangunin atau mau wajah istrimu itu Ibu lempar pakai sandal?”“Istri?” Akash menautkan kedua alisnya yang berbentuk garis lurus.Lalu dikeluarkannya suara tawanya yang ringan, seiring dengan tangan kanannya yang mulai mengisi dua buah cangkir kosong dengan bubuk kopi.“Ibu ini kenapa?” tanyanya bersamaan dengan bunyi seduhan air panas yang keluar dari bibir termos. “Udah mulai pikun atau gimana? Baru juga semalam Arun

  • Bukan Ibu Susu Biasa   6. Jangan Anggap Aku Wanita Penyakitan

    Suara bariton yang cukup berat itu bukan hanya membuat jantung Arunika berdegup kencang, tetapi juga mengingatkan wanita muda itu pada malam terkutuk yang pernah terjadi di sebuah kamar hotel yang ada di Lokapala.Suara berat nan serak.Napas bau alkohol bercampur dengan wanginya parfum beraroma kayu hangat, serta sentuhan tangan dan lidah yang menjijikkan. Yang ingin Arunika hapus seumur hidup membuat sekujur tubuhnya meremang seketika.Napas Arunika mulai tersengal.Dadanya terasa sakit naik turun, sementara bintik-bintik peluh mulai menghiasi kening dan punggungnya. Kedua tangannya yang saat itu sedang menggendong bayi Radeva yang sudah terlelap mendadak lunglai.Ups …!Bayi mungil itu terlepas begitu saja dari gendongan Arunika, meluncur deras ke bawah.Sedikit lagi ....Sebelum kerasnya keramik menyapa kepala dan pemilik tubuh mungil itu, tahu-tahu datanglah sepasang tangan yang terbungkus oleh sarung tangan latex berwarna putih. Kesepuluh jari tangan itu bergerak cepat menangkap

  • Bukan Ibu Susu Biasa   5. Perjumpaan Kembali

    Mereka yang gerah setelah mendengar perkataan Arunika itu sontak mengamuk. Bukan hanya melucuti pakaiannya, tetapi orang-orang itu juga membuang serta membakar semua isi tas kopernya.Mereka juga merampas mahar pernikahan yang seharusnya menjadi hak Arunika, begitu Akash menikahinya secara sah.Tapi semua itu tak masalah!Arunika lebih memilih membawa pergi seperangkat jarum emas peninggalan Nenek Usada. Kumpulan barang yang dianggap rongsokan di mata orang yang tak mengerti, tapi bagi Arunika lebih dari setengah nyawanya berada di sana. ‘Ingat, Aru … simpan dan gunakan jarum emas ini untuk menolong orang lain. Kamu harus menjaganya baik-baik, jangan sampai jatuh ke tangan orang jahat.’Itulah pesan terakhir yang ditulis Nenek Usada dalam sepucuk surat.Dan malam ini ….Ketika hujan deras mengguyur Kapulaga, Arunika kambali berjalan seorang diri. Tubuh yang hampir setengah telanjang itu dibalut dengan selembar kain jarik pemberian tetangga.‘Dunia ini memang kejam, nduk. Nggak ada ya

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status