Beranda / Rumah Tangga / Bukan Mimpi, Aku Kembali / Berniat Masuk Perusahaan

Share

Berniat Masuk Perusahaan

Penulis: Kak_Anis07
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 15:18:53

"Apa yang terjadi denganmu dan Gama? Bukankah kamu sangat menyukai Gama dan berharap bisa menikah dengannya? Tapi kenapa saat orang tua Gama menawarkan sebuah pernikahan kamu malah menolaknya?"

Ayah mengajakku bicara empat mata setelah Gama dan orang tuanya pulang. Mereka pergi dengan kekecewaan, karena aku terus menolak dengan tegas tawaran pernikahan yang mereka berikan.

Gama sempat mengajakku bicara berdua juga aku tolak. Aku belum siap bicara berdua dengannya, takut lepas kendali dan malah menghajarnya.

Dan Helena, dia langsung pergi ke kamarnya setelah Tante Lisa mengatakan tidak mau Gama menikah dengannya.

"Helena, kamu memang cantik. Tapi cantik saja tidak cukup untuk jadi istri Gama. Tante jelas tahu layar belakang mu seperti apa. Jadi maaf sekali, kamu tidak cocok dengan Gama."

Helena tidak menjawab apapun, dia meletakkan nampak berisi minum di meja lalu pergi begitu saja.

"Jawab Aruna. Kenapa diam saja?" tanya ayah membuyarkan lamunanku.

"Ekhmmm,,," aku mengatur napas dan mencoba mencari jawaban logis.

"Begini ayah, setelah aku pikiran beberapa hari, perasaan suka ku pada Gama itu hanya cinta monyet saja. Sekarang aku benar-benar tidak memiliki perasaan apapun dengannya. Lagi pula, aku memiliki niatan membantu ayah di perusahaan. Ingin belajar bagaimana mengelola perusahaan dengan baik agar nanti ayah bisa menikmati hari-hari dengan tenang. Cukup bermain dengan Mecca, pergi berlibur dengan teman-teman ayah atau melakukan hal menarik lainnya."

Itu harapanku dulu, tapi semua tidak terlaksana. Masih ingat jelas setelah ayah memberikan perusahaan untukku, aku malah langsung memberikan hak penuh pada Gama mengelola perusahaan dibantu juga oleh Helena.

Ayah dan Kak Rei sempat memperingatkan agar aku tidak langsung menyerahkan begitu saja perusahaan untuk dikelola Gama. Karena selain usia pernikahan kami masih baru, Gama juga belum berpengalaman.

Tapi sudah aku katakan, aku bodoh soal cinta. Juga mudah percaya dengan orang baru. Aku mudah dirayu oleh Gama, juga dibodohi oleh Helena.

Ayah yang harusnya bisa santai di rumah bersama Mecca, cucu pertamanya. Sering kali harus pergi ke kantor menyelesaikan masalah yang timbul akibat sikap sok tahu Gama dalam mengambil keputusan.

Andai dulu perusahaan aku yang memegang sendiri tanpa campur tangan Gama dan Helena, sudah pasti hidupku tidak se tragis itu.

Kecelakaan yang menimpa ayah, Kak Rei, Kak Luz dan Mecca jelas itu salah satu bentuk ketololan ku. Hari itu, ayah harus pergi ke kantor cabang karena produksi disana bermasalah. Itu jelas ulah Gama yang asal-asalan dalam memilih bahan baku.

Setelah urusan selesai, ayah pergi ke rumah Kak Rei. Menjemput keluarga kecil itu untuk hadir di acara rumah baru ku. Jika ayah yang menyetir, bisa jadi kecelakaan karena faktor kelelahan. Mobil ayah hanya ayah yang paham. Mau kemanapun pergi jika memakai mobilnya tetap ayah yang mengemudi.

Aku benar-benar merasa bersalah pada ayah.

"Ayah senang jika kamu berpikir seperti itu. Lagi pula ayah mau kamu menikah dengan pria yang bisa melindungimu. Gama, dia terlalu anak mama. Dia mudah di pengaruhi, sehingga kedepan mungkin sulit untuk berkembang. Ayah cukup berat jika harus merelakan kamu menikah dengannya. Tapi syukur lah, kamu mengambil keputusan yang bijak. Semoga kedepan bisa menemukan pria baik yang sangat mencintaimu."

Aku mengangguk dan langsung memeluk ayah.

"Terimakasih ayah. Aku janji tidak akan mengambil keputusan asal-asalan. Apalagi menyangkut hidupku sendiri. Maaf jika kemarin-kemarin Aruna sulit sekali dinasehati. Ayah pasti kesal kan denganku?"

Ayah membalas pelukanku sambil mengusap kepalaku. "Ayah memang kesal setiap kali kamu mengatakan ingin bersama Gama. Meski hubungan keluarga kita dan Gama cukup dekat tapi ayah merasa tidak nyaman jika kamu dengan Gama. Kamu harus bahagia, Aruna. Jika kamu bersedih karena salah memilih pasangan, ayah takut ibumu di surga pasti akan marah. Marah karena suaminya gagal melindungi putrinya."

Aku menangis, air mata ini tidak bisa ku tahan lagi. Karena rasa bersalah ku pada ayah semakin besar.

----------------

"Kak Aruna... "

Langkahku terhenti saat Helena memanggil dan berjalan mendekat.

"Bisa kita bicara sebentar?" pintanya melihat sekitar.

Aku mengangguk. "Bicaralah, tidak ada siapapun di rumah. Kecuali asisten rumah tangga dan satpam."

Aku tahu gerak geriknya, Helena pasti berniat meminta sesuatu dengan ku. Jika ada ayah dan lainnya, dia pasti sungkan dan takut. Karena di rumah ini yang selalu menyambut baik keinginannya hanya aku.

"Apa kakak berniat masuk ke perusahaan untuk membantu Om Ridwan?"

Kan benar, Helena pasti ingin aku turut membawanya masuk perusahaan. Dikehidupan lalu juga sama, bedanya saat itu dia mengatakan ini saat aku dan Gama tengah duduk berdua.

Saat itu Gama mendukungnya, memintaku setuju saja. Gama merasa Helena bisa belajar sedikit demi sedikit agar bisa terus membantu kami.

Tapi kali ini tidak akan ku biarkan terjadi. Helena harus diberi paham, apapun yang dia inginkan harus diusahakan dengan cara yang baik.

"Iya, mulai besok aku sudah ikut ayah ke perusahaan. Ada apa?"

Wajah Helena terlihat bersemangat mendengarnya. "Kak, tolong ajak aku juga ya? Aku ingin merasakan dunia kerja. Lagi pula skripsi ku sudah selesai dan masih menunggu wisuda. Jadi untuk mengisi waktu luang, izinkan aku bekerja di perusahaan bersama Kak Aruna. Anggap saja aku sedang belajar bagaimana rasanya dunia kerja."

Benar kan? Rubah licik ini memang pintar sekali merangkai kata.

"Oh kebetulan sekali minggu depan perusahaan sedang membuka loker untuk bagian administrasi. Kamu bisa mencobanya, Helena. Jika beruntung langsung menjadi karyawan tetap. Untuk persyaratan, kamu cek akun media sosial perusahaan ayah. Semua informasi terkait lowongan kerja ada disana." jawabku mencoba antusias mendengar niat baiknya.

Raut wajah Helena mendadak berubah.

Tidak akan aku biarkan Helena masuk perusahaan dengan mudah. Jika ingin bekerja di perusahaan maka harus ikut alur sesuai prosedur yang berlaku.

"Kak, memang tidak bisa aku langsung ikut denganmu? Masuk perusahaan tanpa mendaftar dan tes. Aku bisa menjadi asisten mu." ujarnya penuh harap.

Asisten? Enak saja. Aku bukan Aruna yang bodoh. Dikehidupan sebelumnya, niat Helena masuk perusahaan jelas untuk terus menjalin kedekatan dengan Gama. Bahkan sampai berani mengambil sesuatu yang bukan miliknya.

Pastinya dikehidupan ini juga sama. Apalagi setelah ditolak oleh Tante Lisa, dia pasti sedang mencari rencana lain untuk bisa bersama Gama. Dan salah satunya bekerja di perusahaan ku agar bisa tahu seluk beluk perusahaan seperti apa.

"Maaf Helena. Aku sendiri dibawa oleh ayah dan memang tesisku sebelumnya juga berhubungan dengan perusahaan. Jika tesisku membahas hal lain, mungkin aku juga akan masuk perusahaan dengan jalur tes."

Semua sudah aku siapkan diluar kepala. Aku akan bergerak tanpa siapapun menaruh rasa curiga.

"Sudah coba dulu saja. Jika kamu memiliki kemampuan pasti bisa lolos dengan mudah."

Aku tersenyum sambil menepuk pundaknya dan pergi begitu saja.

Kemampuan? Cih, kemampuan Helena hanya menggoda saja. Isi otaknya kosong, karena aku tahu jelas kemampuannya seperti apa.

Ah, mengingat itu aku sepertinya tahu kejutan apa lagi yang bisa aku berikan pada Helena.

"Aku ingin lihat, bagaimana tanggapan dirinya jika viral di media sosial?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Ajakan Gama Ditolak

    "Om Dean, apa kabar?" Aruna mendatangi kamar adik bungsu ibunya. Tubuh yang dulunya berisi kini kurus hingga bagian tangan terlihat bentuk tulangnya. "Ru, maaf ya Helena selalu merepotkan kamu." Meski membelakangi Aruna, ternyata Om Dean masih mengenali suara keponakannya. Aruna segera mendekatinya. Posisi Om Dean duduk di kursi roda menghadap jendela. "Om harus sehat, maaf Aruna sudah tidak bisa menjaga Helena lagi." Om Dean menoleh. Wajah tampan pria itu sudah benar-benar tidak dikenali lagi, kusam, keriput. Lebih terlihat muda ayahnya dibanding Om Dean meski usia ayahnya jauh lebih tua. "Om rindu ibumu, Ru. Mungkin sudah saatnya kami bertemu." katanya membuat Aruna berjongkok menggenggam tangan Om Dean. "Semua rindu ibuku, Om. Tapi Helena butuh, Om Dean." Jujur saja Aruna sedih melihat keadaan omnya seperti ini. Jika bukan karena kakek dan neneknya yang sangat peduli, mungkin hidup Om Dean sudah terlantar dijalanan. "Biarkan dia hidup sesukanya. Om sudah tidak sanggup menang

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Diusir Oleh Aruna

    Helena pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dia naik ojek online dan wajahnya ditutupi masker serta kacamata hitam."Ini bener rumahnya, neng?" tanya tukang ojek itu memastikan. "Iya Pak, ini uangnya." Helena menjawab sambil membayar. Dia melihat sekeliling, tidak ada siapapun. Merasa aman, segera dia membuka gerbang namun sepertinya terkunci dari dalam. "Tumben jam segini udah di kunci?" Ujarnya dengan kesal. "Pak Naryo, Pak Naryoooo, buka gerbangnya." Teriak Helena sambil memukul gerbang. "Cepetan pak, saya mau masuk. Pak Naryo lagi apa sih kok lama banget?" Ujarnya dengan kesal. Tidak lama, terdengar suara gebang dibuka. Helena merasa lega dan bersiap masuk. Namun tangan seseorang bergegas menghalanginya. "Kak Aruna, kenapa gerbang ditutup lagi?" Helena melihat Pak Naryo, satpam rumah, tidak keluar sendiri. Melainkan ada Aruna dan Kak Luz. Juga membawa 2 buah koper ukuran besar yang Helena kenali sebagai miliknya. "Kenapa koper ku dikeluarkan?" tanya Helena ke

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Hadiah Untuk Helena

    Telepon di meja terus berdering saat aku sedang memeriksa laporan keuangan perusahaan. Sejak pagi tadi, ayah meminta bantuan padaku untuk melakukan pemeriksaan atas data penjualan produk beberapa bulan terakhir. Disinilah aku duduk sembari membuka tumpukan dokumen ditemani Vidi, salah satu karyawan kepercayaan ayah yang ditempatkan di divisi keuangan. "Nona Aru, maaf apa tidak sebaiknya diangkat dulu. Takutnya penting." Mungkin karena terganggu dengan dering telepon yang tak kunjung berhenti, Vidi menyarankannya itu. Aku menghentikan aktivitas ku sejenak. Melihat nama yang tertera di layar. "Helena... " batinku terasa bahagia. Dia pasti sedang dilanda kebingungan dengan berita pagi ini. Sebuah hadiah yang sudah aku persiapan sebelumnya, khusus untuk dirinya. Ku ambil telepon, bukan berniat untuk mengangkatnya namun mengubah ke mode hening. Helena menelpon ku pasti untuk meminta bantuan. Enak saja, ini baru permulaan. "Tidak diangkat?" tanya Vidi. "Telepon tidak penting, Vid. Le

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Berniat Masuk Perusahaan

    "Apa yang terjadi denganmu dan Gama? Bukankah kamu sangat menyukai Gama dan berharap bisa menikah dengannya? Tapi kenapa saat orang tua Gama menawarkan sebuah pernikahan kamu malah menolaknya?"Ayah mengajakku bicara empat mata setelah Gama dan orang tuanya pulang. Mereka pergi dengan kekecewaan, karena aku terus menolak dengan tegas tawaran pernikahan yang mereka berikan.Gama sempat mengajakku bicara berdua juga aku tolak. Aku belum siap bicara berdua dengannya, takut lepas kendali dan malah menghajarnya.Dan Helena, dia langsung pergi ke kamarnya setelah Tante Lisa mengatakan tidak mau Gama menikah dengannya."Helena, kamu memang cantik. Tapi cantik saja tidak cukup untuk jadi istri Gama. Tante jelas tahu layar belakang mu seperti apa. Jadi maaf sekali, kamu tidak cocok dengan Gama."Helena tidak menjawab apapun, dia meletakkan nampak berisi minum di meja lalu pergi begitu saja."Jawab Aruna. Kenapa diam saja?" tanya ayah membuyarkan lamunanku."Ekhmmm,,," aku mengatur napas dan me

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Ini Baru Permulaan

    Aku menyapa ramah kedua orang tua Gama, mengalami mereka sebagai bentuk rasa hormat. Tante Lisa langsung menarik ku agar duduk disampingnya, ini jelas adegan yang sama seperti di kehidupan sebelumnya."Kamu kenapa ga pernah main ke rumah tante lagi? Apa lagi berantem sama Gama?" tanya Tante Lisa.Aku tersenyum samar, menggenggam tangan wanita ini. "Maaf tante, aku lagi bantuin ayah di perusahaan. Kak Rei sudah fokus dengan perusahaannya sendiri, sedangkan Kak Luz juga harus mengurus Mecca yang tahun ini bersiap masuk sekolah dasar. Jadi, mungkin kedepan aku akan jarang mengunjungi rumah tante."Wajah Tante Lisa terlihat kecewa mendengarnya. "Oh begitu, padahal tante senang kalo kamu main ke rumah. Jadi rame rumah. Iya kan, pa?" kata Tante Lisa pada suaminya, Om Gandi."Iya nih, rumah sepi kalo kamu ga main. Kayaknya emang kita butuh cucu, ma. Biar rumah bisa ramai. Tapi Gama belum nemu calonnya nih."Jawaban Om Gandi jelas sebuah kode yang ditujukan untukku. Mereka pasti mengira setel

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Kembali 2 Tahun Sebelumnya

    Aku jelas tahu pendarahan ini sangat parah, kemungkinan kecil untuk bisa mempertahankan anakku. Jelas aku mendengar dokter bertanya dan ingin sekali menjawab, tapi bibir ku terasa kaki, kedua mataku terasa berat seakan enggan untuk dibuka. Dalam hati aku hanya bisa berdo'a meski mustahil sekali rasanya."Tolong selamatkan anakku. Tolong selamat keluargaku. Aku sangat mengkhawatirkan mereka."Sayup-sayup terdengar kembali percakapan dokter dan perawat."Dok, suami pasien masih dalam perjalanan dari luar kota. Operasi belum bisa dipaksakan.""Keadaan pasien semakin kritis. Kita harus segera tindakan jika tidak akan membahayakan keduanya."Aku jelas tahu, Gama berbohong. Dia sedang tidak diluar kota. Tindakannya ini jelas untuk membunuhku dan anakku. Tentu dibandingkan segera datang ke rumah sakit, dia pasti lebih memilih menikmati acara pesta pernikahannya dengan Helena."Biadap, aku membenci mu, Gama. Aku membenci mu, Helena."Semua terasa gelap, dan tiba-tiba aku tidak sadarkan diri k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status