Share

Ini Baru Permulaan

Penulis: Kak_Anis07
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 15:18:32

Aku menyapa ramah kedua orang tua Gama, mengalami mereka sebagai bentuk rasa hormat. Tante Lisa langsung menarik ku agar duduk disampingnya, ini jelas adegan yang sama seperti di kehidupan sebelumnya.

"Kamu kenapa ga pernah main ke rumah tante lagi? Apa lagi berantem sama Gama?" tanya Tante Lisa.

Aku tersenyum samar, menggenggam tangan wanita ini. "Maaf tante, aku lagi bantuin ayah di perusahaan. Kak Rei sudah fokus dengan perusahaannya sendiri, sedangkan Kak Luz juga harus mengurus Mecca yang tahun ini bersiap masuk sekolah dasar. Jadi, mungkin kedepan aku akan jarang mengunjungi rumah tante."

Wajah Tante Lisa terlihat kecewa mendengarnya. "Oh begitu, padahal tante senang kalo kamu main ke rumah. Jadi rame rumah. Iya kan, pa?" kata Tante Lisa pada suaminya, Om Gandi.

"Iya nih, rumah sepi kalo kamu ga main. Kayaknya emang kita butuh cucu, ma. Biar rumah bisa ramai. Tapi Gama belum nemu calonnya nih."

Jawaban Om Gandi jelas sebuah kode yang ditujukan untukku. Mereka pasti mengira setelah ini aku akan menawarkan diri untuk menjadi calon istri Gama.

Mungkin di kehidupan sebelumnya aku dengan senang hati ingin menjadi istri Gama karena aku sangat mencintai pria ini. Tapi saat aku tahu mendapatkan kesempatan kedua untuk merubah hidup, cerita kehidupan seperti masa lalu tidak akan terulang untuk kedua kalinya.

"Aruna, kamu ga mau nikah sama Gama? Bukannya kamu cinta dia?" Tante Lisa menyenggol lenganku.

"Maaf tante, Aruna belum mau menikah. Lagi pula aku baru menyelesaikan S2 dan mulai fokus mengurus perusahaan. Iya kan, ayah?" Jelas aku menolaknya, dengan cara halus dan masuk logika. Tidak lupa melibatkan ayah agar Tante Lisa sungkan untuk membujuk ku.

Ayah menatapku intens, dan aku tahu itu. Beliau sudah menatapku sejak tadi saat turun bersama Kak Luz. Aku yakin ayah heran melihat perubahan sikap ini.

Aku menatap ayah dengan melempar senyum, berharap kali ini beliau bisa membantuku.

"Iya Lisa, perusahaan sangat membutuhkan Aruna. Setelah Rei memegang perusahaan peninggalan Areta, tidak ada lagi yang membantuku mengurus perusahaan. Beruntung saat ini studi Aruna telah selesai, dia menjadi harapanku yang baru. Jadi, jika memang Aruna belum siap untuk menikah tentu aku tidak memaksanya. Selagi dia bahagia dengan jalan yang dipilih, aku juga turut bahagia."

Aku lega dan terharu dengan jawaban yang ayah berikan. Beliau memang sangat menyayangiku, namun karena kebodohanku di kehidupan sebelumnya, aku sering kali mengabaikannya. Menganggap ayah tidak pernah suka dan selalu meremehkan Gama. Ternyata apa yang ayah katakan memang benar, Gama pria tidak berguna. Aku benar-benar merasa bersalah sudah sering berburuk sangka dengannya.

Ingin sekali meminta maaf, tapi ayah pasti akan memandangku aneh. Jadi ku putuskan di kehidupan ini akan selalu mendengarkan pendapatnya.

"Aruna, aku tidak masalah jika kita menikah kamu tetap membantu mengurus perusahaan bersama Om Ridwan. Aku tidak akan mengekangmu." Gama yang sedari tadi diam kini membuka suara.

Hatiku mendadak sakit saat mendengar suaranya. Ku alihkan pandangan padanya, wajah pria itu masih tetap sama seperti kehidupan sebelumnya. Terlihat tenang namun menghanyutkan. Ingin rasanya aku menghantam Gama dengan vas bunga di meja. Aku benar-benar membencinya.

"Kenapa Aruna? Ada yang salah dengan ucapan Gama?" tanya Om Gandi melihatku keheranan. "Tatapan mu pada Gama terlihat seperti orang yang menaruh kebencian. Apa Gama melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan padamu?" sambung Om Gandi membuat semua orang ikut menatapku.

Langsung ku ubah ekspresi, tidak mau membuat orang menaruh kecurigaan apapun padaku.

"Ah maaf semuanya aku hanya merasa kurang istirahat. Tenang saja, Gama dan aku tidak ada masalah apapun. Dan perihal ucapan mu tadi, Gama. Aku masih ingin sendiri karena merasa masih nyaman seperti ini. Dan satu hal lagi, perasaan ku pada mu sudah tidak seperti dulu. Sekarang aku benar-benar menganggapmu sebagai teman, dan tidak ada harapan lebih. Jadi jika kamu berniat untuk menikah, lebih baik dengan orang yang juga mencintai dan mengharap mu."

Terlihat jelas Gama sangat terkejut mendengar perkataan ku ini. Tentu aku senang melihatnya menahan amarah.

"Maksudnya apa kak? Kamu sudah tidak suka Kak Gama lagi?" Helena, dia yang baru datang dengan membawa minuman langsung menyahut.

Tatapan Helena langsung tertuju pada Gama. Itu tatapan penuh harap. Dia pasti berharap Gama beralih memandangnya atau bahkan berharap Gama memilihnya menjadi calon istri detik ini juga.

Sejujurnya aku juga sangat membenci Helena, aku benar-benar tidak menyukainya hadir di tengah-tengah keluargaku. Tapi kehidupan hanya berulang ke dua tahun yang lalu, dihari Gama dan orang tuanya datang ke rumah untuk menawarkan pernikahan untukku. Bukan dihari Helena belum masuk rumah ini.

Jadi terpaksa aku harus sabar melihat wajah sok polosnya. Tunggu saja, cepat atau lambat akan aku buat Helena pergi dari rumah ini.

Untung kedatangan Helena aku sudah bersiap menahan ekspresi ketidaksukaan ini sehingga yang lain tidak perlu menatapku curiga seperti tadi.

Tapi sebentar, aku malah melihat tatapan ketidaksukaan hadir di wajah Tante Lisa. Wanita disebelah ku ini menatap tajam Helena. Apakah sebenarnya Tante Lisa tahu jika Gama dan Helena sudah saling suka namun demi keuntungan pribadi tetap memaksakan Gama untuk menikah denganku?

Jika itu benar, maka tidak heran kenapa aku merasa setelah menikah dengan Gama, Tante Lisa seakan buta mata melihat Helena terus hadir di kehidupan rumah tangga ku dan Gama.

Keinginannya sudah terwujud, usaha mereka sudah ku bantu dan mulai berkembang. Sehingga membebaskan Gama bersikap sesuka hati bahkan Gama berani menjalin hubungan dengan Helena dibelakang ku.

Aku masih berusaha menahan diri agar tidak mengeluarkan ekspresi kesal ini.

Ku tarik napas panjang. "Kamu benar Helena. Aku sudah tidak menyukai Gama lagi. Jadi untuk apa menikah dengan orang yang tidak kita suka? Hanya membuang waktu saja dan menyiksa diri sendiri." kataku membuat Tante Lisa langsung menatapku.

"Lho, kenapa secepat itu melupakan Gama? Kamu sama Gama kenal udah lama, bahkan kamu selalu nempel kapanpun dan dimanapun ke dia." ujar Tante Lisa tidak terima.

"Iya aku akui dulu sangat menyukai Gama. Tapi Gama selalu cuek dengan ku, baru belakangan ini aja Gama mulai menunjukkan sikap peduli. Tapi sayangnya aku sudah mati rasa tante. Entah sejak kapan rasa suka ini hilang, yang jelas aku sudah tidak memiliki ketertarikan lagi dengan anak tante. Mungkin tante bisa mencarikan orang lain. Seperti Helena, misalnya."

"Engga, tante ga mau Gama nikah sama Helena. Tante ngerasa dia ga cocok aja sama Gama." tolak Tante Lisa terang-terangan.

Aku tersenyum puas di dalam hati. Ku lihat raut wajah Helena menahan emosi. Dia pasti sangat malu karena di tolak oleh mama Gama di depan kami semua.

Ini baru permulaan, Helena. Kedepan akan banyak hal lagi untukmu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Ajakan Gama Ditolak

    "Om Dean, apa kabar?" Aruna mendatangi kamar adik bungsu ibunya. Tubuh yang dulunya berisi kini kurus hingga bagian tangan terlihat bentuk tulangnya. "Ru, maaf ya Helena selalu merepotkan kamu." Meski membelakangi Aruna, ternyata Om Dean masih mengenali suara keponakannya. Aruna segera mendekatinya. Posisi Om Dean duduk di kursi roda menghadap jendela. "Om harus sehat, maaf Aruna sudah tidak bisa menjaga Helena lagi." Om Dean menoleh. Wajah tampan pria itu sudah benar-benar tidak dikenali lagi, kusam, keriput. Lebih terlihat muda ayahnya dibanding Om Dean meski usia ayahnya jauh lebih tua. "Om rindu ibumu, Ru. Mungkin sudah saatnya kami bertemu." katanya membuat Aruna berjongkok menggenggam tangan Om Dean. "Semua rindu ibuku, Om. Tapi Helena butuh, Om Dean." Jujur saja Aruna sedih melihat keadaan omnya seperti ini. Jika bukan karena kakek dan neneknya yang sangat peduli, mungkin hidup Om Dean sudah terlantar dijalanan. "Biarkan dia hidup sesukanya. Om sudah tidak sanggup menang

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Diusir Oleh Aruna

    Helena pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Dia naik ojek online dan wajahnya ditutupi masker serta kacamata hitam."Ini bener rumahnya, neng?" tanya tukang ojek itu memastikan. "Iya Pak, ini uangnya." Helena menjawab sambil membayar. Dia melihat sekeliling, tidak ada siapapun. Merasa aman, segera dia membuka gerbang namun sepertinya terkunci dari dalam. "Tumben jam segini udah di kunci?" Ujarnya dengan kesal. "Pak Naryo, Pak Naryoooo, buka gerbangnya." Teriak Helena sambil memukul gerbang. "Cepetan pak, saya mau masuk. Pak Naryo lagi apa sih kok lama banget?" Ujarnya dengan kesal. Tidak lama, terdengar suara gebang dibuka. Helena merasa lega dan bersiap masuk. Namun tangan seseorang bergegas menghalanginya. "Kak Aruna, kenapa gerbang ditutup lagi?" Helena melihat Pak Naryo, satpam rumah, tidak keluar sendiri. Melainkan ada Aruna dan Kak Luz. Juga membawa 2 buah koper ukuran besar yang Helena kenali sebagai miliknya. "Kenapa koper ku dikeluarkan?" tanya Helena ke

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Hadiah Untuk Helena

    Telepon di meja terus berdering saat aku sedang memeriksa laporan keuangan perusahaan. Sejak pagi tadi, ayah meminta bantuan padaku untuk melakukan pemeriksaan atas data penjualan produk beberapa bulan terakhir. Disinilah aku duduk sembari membuka tumpukan dokumen ditemani Vidi, salah satu karyawan kepercayaan ayah yang ditempatkan di divisi keuangan. "Nona Aru, maaf apa tidak sebaiknya diangkat dulu. Takutnya penting." Mungkin karena terganggu dengan dering telepon yang tak kunjung berhenti, Vidi menyarankannya itu. Aku menghentikan aktivitas ku sejenak. Melihat nama yang tertera di layar. "Helena... " batinku terasa bahagia. Dia pasti sedang dilanda kebingungan dengan berita pagi ini. Sebuah hadiah yang sudah aku persiapan sebelumnya, khusus untuk dirinya. Ku ambil telepon, bukan berniat untuk mengangkatnya namun mengubah ke mode hening. Helena menelpon ku pasti untuk meminta bantuan. Enak saja, ini baru permulaan. "Tidak diangkat?" tanya Vidi. "Telepon tidak penting, Vid. Le

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Berniat Masuk Perusahaan

    "Apa yang terjadi denganmu dan Gama? Bukankah kamu sangat menyukai Gama dan berharap bisa menikah dengannya? Tapi kenapa saat orang tua Gama menawarkan sebuah pernikahan kamu malah menolaknya?"Ayah mengajakku bicara empat mata setelah Gama dan orang tuanya pulang. Mereka pergi dengan kekecewaan, karena aku terus menolak dengan tegas tawaran pernikahan yang mereka berikan.Gama sempat mengajakku bicara berdua juga aku tolak. Aku belum siap bicara berdua dengannya, takut lepas kendali dan malah menghajarnya.Dan Helena, dia langsung pergi ke kamarnya setelah Tante Lisa mengatakan tidak mau Gama menikah dengannya."Helena, kamu memang cantik. Tapi cantik saja tidak cukup untuk jadi istri Gama. Tante jelas tahu layar belakang mu seperti apa. Jadi maaf sekali, kamu tidak cocok dengan Gama."Helena tidak menjawab apapun, dia meletakkan nampak berisi minum di meja lalu pergi begitu saja."Jawab Aruna. Kenapa diam saja?" tanya ayah membuyarkan lamunanku."Ekhmmm,,," aku mengatur napas dan me

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Ini Baru Permulaan

    Aku menyapa ramah kedua orang tua Gama, mengalami mereka sebagai bentuk rasa hormat. Tante Lisa langsung menarik ku agar duduk disampingnya, ini jelas adegan yang sama seperti di kehidupan sebelumnya."Kamu kenapa ga pernah main ke rumah tante lagi? Apa lagi berantem sama Gama?" tanya Tante Lisa.Aku tersenyum samar, menggenggam tangan wanita ini. "Maaf tante, aku lagi bantuin ayah di perusahaan. Kak Rei sudah fokus dengan perusahaannya sendiri, sedangkan Kak Luz juga harus mengurus Mecca yang tahun ini bersiap masuk sekolah dasar. Jadi, mungkin kedepan aku akan jarang mengunjungi rumah tante."Wajah Tante Lisa terlihat kecewa mendengarnya. "Oh begitu, padahal tante senang kalo kamu main ke rumah. Jadi rame rumah. Iya kan, pa?" kata Tante Lisa pada suaminya, Om Gandi."Iya nih, rumah sepi kalo kamu ga main. Kayaknya emang kita butuh cucu, ma. Biar rumah bisa ramai. Tapi Gama belum nemu calonnya nih."Jawaban Om Gandi jelas sebuah kode yang ditujukan untukku. Mereka pasti mengira setel

  • Bukan Mimpi, Aku Kembali   Kembali 2 Tahun Sebelumnya

    Aku jelas tahu pendarahan ini sangat parah, kemungkinan kecil untuk bisa mempertahankan anakku. Jelas aku mendengar dokter bertanya dan ingin sekali menjawab, tapi bibir ku terasa kaki, kedua mataku terasa berat seakan enggan untuk dibuka. Dalam hati aku hanya bisa berdo'a meski mustahil sekali rasanya."Tolong selamatkan anakku. Tolong selamat keluargaku. Aku sangat mengkhawatirkan mereka."Sayup-sayup terdengar kembali percakapan dokter dan perawat."Dok, suami pasien masih dalam perjalanan dari luar kota. Operasi belum bisa dipaksakan.""Keadaan pasien semakin kritis. Kita harus segera tindakan jika tidak akan membahayakan keduanya."Aku jelas tahu, Gama berbohong. Dia sedang tidak diluar kota. Tindakannya ini jelas untuk membunuhku dan anakku. Tentu dibandingkan segera datang ke rumah sakit, dia pasti lebih memilih menikmati acara pesta pernikahannya dengan Helena."Biadap, aku membenci mu, Gama. Aku membenci mu, Helena."Semua terasa gelap, dan tiba-tiba aku tidak sadarkan diri k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status