Di bawah gelapnya langit malam, Laura berjalan sendirian tanpa arah.Ia tidak tau ke mana harus membawa dirinya pergi. Bahkan tempat tinggal saja juga tidak punya.Laura merasa sangat lapar. Perutnya sudah berisik meminta makan. Sangat perih rasanya.Setiap kali melihat orang-orang lewat sambil membawa cemilan atau minuman, Laura merasa ingin sekali bisa membelinya. Tapi apalah daya dia yang bahkan uang di dalam dompetnya saja tinggal sedikit.Sambil berjalan, Laura terus memainkan kedua kakinya dengan menendang-nendang batu kecil yang ada di depan dia untuk menghilangkan kegalauan.Tiba-tiba batu itu mendarat di depan sebuah warung 24 jam yang masih terbuka lebar.Merasa sudah tak tahan, Laura memutuskan untuk membeli makanan di sana saja.Laura masuk ke warung tersebut dan melihat seorang anak laki-laki yang sedang berdiri di samping etalase.Laura memilih beberapa roti dari sebuah keranjang biru dan mengambil segelas air mineral dari dalam kulkas."Dek, Kakak beli ini," ucap Laura
Leon memainkan tepian gelas bir dengan jari telunjuknya.Bayang-bayang sudah mulai buram. Penglihatan tak sejelas biasanya."Satu botol lagi!" kata Leon pada seorang barista."Maaf, Tuan. Apakah Anda yakin? Malam ini Anda sudah minum terlalu banyak. Bahkan lebih banyak dari biasanya," kata barista yang sudah mengenal Leon lumayan lama.Leon tak menjawab dan malah melempar tatapan tajam padanya. Ia tidak bicara satu kata pun, tapi bisa membuat barista itu langsung ketakutan."Ba---baik, Tuan. Akan saya ambilkan," jawabnya gugup.Berselang beberapa menit, barista itu datang dan memberikan apa yang Leon pesan tadi."Ini, Tuan," jawabnya yang kemudian bergegas meninggalkan Leon sendirian.Dari kejauhan terlihat beberapa wanita muda yang tengah tertawa dan berbincang-bincang satu sama lain.Di antaranya ada yang masih sadar dan ada juga yang sudah setengah mabuk.Salah satu di antara mereka menoleh ke sana kemari. Entah apa yang sedang dia cari, sepertinya tidak ada.Melihat seorang pria y
Saat matahari terbit, Felix sedang merapikan kemejanya dan sudah siap berangkat ke kantor.Hari ini senyum tak menyertai wajah Felix. Ia benar-benar tidak tenang karena perasaan bersalah yang terus mengganggu tidurnya semalam.Saat Felix melangkah menuju pintu rumah, ia berpapasan dengan Leon yang hendak masuk ke rumah tersebut.Langkah Felix terhenti, ia melirik kakaknya yang baru pulang entah dari mana."Apa dia habis mabuk lagi?" tanya Felix dalam hati.Melihat Leon jalan tanpa menyapanya, Felix berbalik badan."Kak Leon telah kembali seperti dulu lagi. Dan semua ini adalah kesalahanku. Seharusnya kemarin aku membiarkan Kak Laura menerima perasaan Kak Leon lebih dulu, baru aku mengabarinya tentang keberadaan Devano," gumam batin Felix.Tidak mau mengganggu Leon, Felix kembali melanjutkan langkahnya menuju halaman rumah untuk menghampiri supir yang sudah menunggu dia.Di walking closed, Leon bercermin di depan kaca. Ia menatap dirinya sendiri dan memperhatikan wajahnya.Entah apa ya
Laura terus mencari resep makanan yang cocok untuk usaha baru yang akan ia jalankan."Daripada uang yang Vincent berikan menjadi sia-sia, lebih baik aku memutarnya untuk buka usaha kecil-kecilan saja," tutur batin Laura.Sudah lebih dari lima resep yang Laura tandai, tapi ia belum bisa menemukan yang paling cocok dengan kemampuannya. Ia mencari dan terus mencari tanpa kata lelah. Hingga di sebuah website ia menemuka tentang rekomendasi cara membuat nasi uduk.Laura menganggap bahwa memasak nasi uduk adalah hal yang tidak terlalu sulit dan kemungkinan ia bisa melakukannya, meskipun belum pernah sama sekali.Melihat bahan dan cara memasaknya, Laura terus menghafalkan satu per satu. Terkadang ia juga mencatatnya di sebuah buku kecil agar tidak lupa."Selesai," kata Laura sembari menutup buku tersebut.Mengingat bahwa ponsel yang masih ia gunakan itu adalah pemberian Leon, Laura berniat untuk mengembalikannya sekarang juga
Di bawah langit yang masih redup, Laura sudah tiba di lapak yang akan ia pakai untuk berjualan.Ia menempati sebuah lapak kosong di sebelah para pedagang lain yang juga mengais rejeki di tempat yang sama.Dengan penuh semangat Laura menyusun semua barang bawaan ke atas sebuah meja lipat yang ukurannya cukup besar. Kebetulan ia mendapatkan meja tersebut dari hasil pinjam ke salah satu tetangga baiknya.Setelah selesai menyusun semuanya dengan rapi, kini Laura duduk manis sembari mengamati para pengendara yang berlalu-lalang di hadapan dia.Meski belum ada satu pun yang datang, Laura tetap tidak mengeluh karena tau bahwa semuanya butuh proses dan tidak ada yang instan.Benar saja. Tak lama kemudian, datang beberapa pembeli yang membeli dagangan Laura.Hatinya begitu senang. Ia benar-benar sangat antusias melayani pembeli tersebut."Pagi-pagi sekali buka dagangannya, Neng," ucap salah seorang di antara mereka.Laura tersenyum kecil seraya menjelaskan bahwa dia terlalu bersemangat hingga
Suatu hari Laura sedang membuat banyak pesanan karena ada salah satu pelanggan dia yang memesan untuk sebuah acara. Tapi kali ini pesanan yang harus Laura tangani jauh lebih banyak dari yang dipesan oleh temannya Galen tempo hari.Bukan sesuatu hal yang mudah jika dilakukan hanya seorang diri. Hingga Tuhan mengirimkan bantuan untuk Laura dengan mendatangkan Vincent ke kontrakannya.Awalnya Vincent hanya ingin berkunjung saja dan melihat kondisi Laura terkini. Tapi menyadari bahwa ada wangi sedap dari dalam, Vincent menebak jika Laura sedang membuat masakan enak.Mendengar ketukan pintu, Laura mengecilkan api kompor terlebih dahulu dan melihat siapa yang datang."Vincent?" ucap Laura kaget.Vincent tersenyum lebar melihat wanita cantik yang menyambut kedatangannya. Apalagi dengan rambut diikat, membuat Laura terlihat jauh lebih mempesona karena berbeda dari biasanya."A---ada apa, ya?" gugup Laura. Ia bukannya tidak senang jika Vincent mengunjungi tempat tinggalnya. Hanya saja ia taku
Tepatnya di balkon area kamar, Leon terlihat sedang menatap pemandangan megah di sekitar. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, yang jelas dia sedikit senang karena cincin pertunangan palsu itu sudah kembali padanya.Mungkin bagi sebagian orang itu hanyalah benda biasa saja, namun tidak untuknya yang sangat menghargai sebuah hubungan. Leon kembali mengingat tentang kejadian waktu itu. Ketika pertama kali dirinya bertemu dengan sosok Laura.Saat itu Leon baru saja pulang dari luar kota. Ia mendapati sosok wanita tersebut yang tengah menangis di tengah jalan dan hampir saja terserempet oleh sebuah motor.Dengan sigap Leon menolongnya, dan mereka pun mulai saling menatap satu sama lain.Leon tak pernah ingin jatuh cinta pada gadis itu. Tapi anehnya wajah tersebut terus muncul di pikiran dia.Hingga suatu hari Nek Risa meminta Leon untuk mencari seorang wanita dan menjadikannya sebagai pengganti dari tunangan lama Leon yang telah tiada.Leon berinisiatif untuk mencari kembali sosok
Tanpa sepengetahuan Laura, ternyata Vincent adalah seorang pembunuh bayaran. Ia akan menghabisi nyawa siapa saja yang dianggap telah mengganggunya maupun orang-orang di sekitar.Tentu ia melakukan ini bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang lain juga. Ya, dia memiliki bos pribadi dan selalu menjalankan perintah dari bosnya itu.Tapi tak jarang Vincent sering menentang perintah yang diberikan padanya dan berani untuk melanggar. Namun, bosnya juga tidak bisa terus-terusan memaksa kehendak Vincent karena ia takut jika Vincent akan menggunakan seluruh kekuatan untuk menyerangnya balik.Vincent mengirimkan sebuah pesan pada si bos dan mengatakan kalau ia baru menyelesaikan tugasnya.Tak hanya itu saja, Vincent juga meminta bayaran yang jauh lebih besar. Jika tidak maka Vincent akan membongkar semua rahasia si bos pada beberapa target mereka selanjutnya.Tentu saja ancaman yang Vincent lontarkan selalu membuat bosnya takut dan menuruti setiap kemauannya. Sekalipun dia harus menge