“Anala berada di sini bukan untuk menjadi pelayan kalian,” ujar Aksara kepada semua anggota yang tengah berada di meja makan untuk sarapan.
“Ada apa, Aksa?” tanya Rama, ayah Aksa dengan suara lemah.
“Tanya saja kepada Ibu Hesti dan Shiren, apa yang mereka lakukan kepada istriku?” kata Aksara dingin.
“Ada apa ini, Hesti, Shiren?” tanya Ayah Rama kepada istri dan anaknya.
Sedangkan orang yang ditanya hanya menunduk dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Hal tersebut membuat Aksara merasa geram. Ia menarik tangan Anala perlahan dan menunjukkan ke semua orang yang ada di sana.
“Apa yang kalian lakukan sampai tangan Anala begini?” tanya Aksara dingin.
“Jawab,” bentak Aksara.
“Maaf, Kak Aksa. Aku dan ibu ngga sengaja, Kak,” rengek Shiren mulai mengeluarkan air mata ketakutan.
“Iya Aksa, ibu minta maaf. Kami tidak sengaja,” kali ini Ibu Hesti yang memohon.
“Aksa, ibu dan adikmu tidak sengaja. Mungkin ini hanya kecelakaan kecil,” ujar Ayah Rama membela dua wanita kesayangannya itu.
Aksara membuang nafas kasar. Ia merasa muak dengan suasana tersebut dan memilih untuk meninggalkan ruang makan. Anala yang melihat hal itu langsung menyusul langkah suaminya.
“Mas Aksa,” panggil Anala lembut sesampainya mereka di ruang tamu.
Hal tersebut membuat langkah Aksa berhenti dan membalikkan tubuhnya. Ia menatap ke arah Anala yang berjalan ke arahnya.
Anala meraih tangan Aksa dan mengelusnya dengan lembut.
“Buang emosi negatifnya, Mas. Ini masih pagi. Jangan sampai hal kecil ini merusak suasana hati kamu sampai tidak fokus kerja di kantor,” ujar Anala sembari tetap mengelus tangan suaminya.
“Aku bisa jaga diri. Mas Aksa percaya aja sama aku,” Anala memeluk tubuh suaminya.
Ia menyandarkan kepalanya ke dada bidang Aksa. Mencari posisi paling nyaman di sana. Tangan Aksa terulur membalas pelukan tersebut. Ia juga menikmati rasa nyaman yang ditimbulkan dari pelukan Anala.
“Aku berangkat kerja dulu,” Aksa mencium pipi Anala singkat.
Hal itu membuat pipi Anala bersemu merah karena malu. Aksara, suaminya itu memang terbilang sangat irit berbicaranya. Namun, gerak tubuhnya menunjukkan bahwa Aksara juga memiliki cinta yang besar untuk Anala.
***
Anala sedang asik mengotak-atik laptopnya di dalam kamar tidurnya. Ia memilih memanfaatkan meja riasnya karena tidak memiliki ruangan kerja pribadi di rumah itu. Anala sedang fokus mengerjakan beberapa desain merchandise untuk bisnis barunya.
Desain merupakan bakat Anala sejak kecil, hingga ia mengejar pendidikan di jurusan itu. Ia juga bermimpi ingin membangun bisnisnya sendiri. Wanita dengan rambut dikuncir kuda itu sedang menyiapkan desain untuk membuat sampel produknya.
“Nanti kalau sudah jadi semua harus coba tunjukin ke Mas Aksa. Semoga Mas Aksa kasih ijin,” gumam Anala bersemangat.
Ketika sedang fokus, tiba-tiba Anala mendengar suara pintu kamarnya digedor dengan sangat keras. Ia segera menutup laptopnya dan berlari ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang. Ternyata, Shiren yang berdiri di depan sana.
“Heh tukang ngadu,” semprot Shiren secara tiba-tiba.
“Berani banget kamu ngadu ke Kak Aksa,” Shiren menjambak rambut Anala dengan sangat kencang hingga kakak iparnya itu mendongak kesakitan.
“Aku tidak mengatakan apapun, Shiren,” ujar Anala terbata-bata.
“Tidak mungkin. Bagaimana bisa Kak Aksa tahu kalau bukan kamu yang mengadu,” bentak Shiren.
“Mas Aksa lihat tanganku,” Anala berusaha menjelaskan.
“Dasar perempuan tidak berguna,” Shiren melepaskan tangannya dari rambut Anala.
“Ibu memanggilmu, cepat turun,” perintah Shiren dan berlalu dari hadapan Anala.
Anala menyentuh rambutnya yang berantakan karena dijambak oleh Shiren. Ia berusaha merapikannya dan melihat tampilannya di kaca sekali lagi. Memastikan bahwa dirinya tidak terlihat menyedihkan.
Ia berjalan menyusuri tangga menuju ke lantai satu. Anala menuju ke Ibu Hesti yang memanggilnya.
“Ada yang bisa dibantu, Bu?” tanya Anala dengan sopan.
“Pijat kakiku!” perintah Bu Hesti.
“Baik, Bu,” Anala berlutut di hadapan Bu Hesti.
Ia mulai memijat kaki wanita yang sedang duduk di sofa sambil menikmati siaran televisi itu secara perlahan.
“Kamu tidak punya tenaga sampai memijat sepelan itu?” Bu Hesti bertanya ketus.
“Agak lebih keras!” perintah Bu Hesti.
Anala tidak menjawab perkataan tersebut, melainkan hanya menuruti perintah Bu Hesti. Ia mencoba mengeraskan pijatannya, meskipun tangannya masih sakit. Tetapi, Anala tiba-tiba tersungkur karena Bu Hesti menendangkan kakinya.
“Keras sekali. Kamu mau buat saya makin sakit,” hardik Bu Hesti.
Hal itu membuat Shiren yang sedang menggunting kukunya bereaksi. Ia langsung bangkit dan menjambak rambut Anala hingga membuatnya berdiri.
“Dasar wanita tidak tahu diri,” ujar Shiren.
“Begini kalau menikahi orang yang tidak jelas. Kampungan. Ga bisa apa-apa, ga berguna,” ucap Bu Hesti sembari menunjuk ke muka Anala.
“Kita beri pelajaran aja, Bu,” ujar Shiren.
Shiren dan Bu Hesti menyeret Anala dengan kuat. Namun, kali ini Anala mencoba untuk memberontak karena tidak ingin terluka lebih parah lagi. Hal tersebut malah membuat kedua wanita itu semakin marah.
Shiren dan Bu Hesti menghempaskan tubuh Anala hingga membuat istri Aksara itu menabrak dinding di depannya.
“Anala,” itulah suara yang terakhir kali didengar oleh Anala sebelum kehilangan kesadarannya.
***
Mata Anala terbuka dan mulai menyesuaikan dengan pencahayaan di sekitarnya. Ia mendapati dirinya yang sudah terbaring di atas tempat tidur. Sedangkan di hadapannya ada Aksara yang duduk di tepian tempat tidur.
“Sshh,” Anala memegangi kepalanya yang masih terasa nyeri.
“Tetaplah berbaring,” ujar Aksara setelah melihat Anala yang sadarkan diri dan berusaha untuk duduk.
Aksara memeras handuk kecil yang sudah dicelupkan ke air hangat. Lelaki yang masih lengkap dengan setelan jas hitam itu mengompres dahi lebam Anala akibat terbentur dinding.
“Masih sakit?” tanya Aksara lembut, meskipun tanpa ekspresi.
“Dikit, Mas,” Anala tersenyum manis.
Anala meraih tangan Aksara yang sedang memegang handuk kompres di dahinya. Ia memeluk tangan suaminya itu dan memejamkan matanya beberapa saat. Kepalanya masih sangat berdenyut sakit, tetapi kehadiran Aksara membuatnya merasa lebih baik.
“Aku hubungi dokter dulu,” ujar Aksara ingin beranjak menghubungi dokter setelah melihat kondisi Anala dinilai masih buruk.
“Tidak perlu, Mas Aksa. Kamu di sini aja udah cukup,” Anala mencegah Aksara untuk tidak pergi.
Perlakuan Anala tersebut berhasil membuat Aksara tetap bertahan di sana. Ia membiarkan Anala memeluk tangannya. Tetapi Aksara tidak diam begitu saja. Lelaki mengambil ponsel yang ada di saku jasnya untuk menghubungi dokter.
Aksara melihat kondisi Anala yang berbaring di hadapannya. Ia merasa miris melihat kondisi istrinya itu.
“Lusa kita pindah, rumah kita sudah siap untuk ditempati,” ucap Aksara.
“Ada tamu yang datang, Nona,” ucap asisten rumah tangga menghampiri Anala yang sedang sibuk dengan laptopnya di ruang tengah.“Siapa, Bi?” tanya Anala penasaran.“Katanya orang interior gitu, Nona. Saya kurang ngerti,” ucap sang asisten rumah tangga sambil tersenyum menampilkan deretan giginya.Anala menggelengkan kepala dan terkekeh mendengar perkataan asisten rumah tangganya itu. Ia segera bangkit dan berjalan menuju ke ruang tamu, menemui orang yang dimaksud oleh asisten rumah tangganya itu.“Selamat siang, Bu Anala, ya?” sapa seorang pria berkemeja salur merah yang sedang berdiri di ruang tamu.“Iya, saya Anala. Panggil nama aja, Kak,” Anala tersenyum ramah.Ia memperhatikan laki-laki yang menyapanya itu. Lalu, beralih pada satu pria lagi yang ada di sampingnya. Anala merasa mengenal lelaki tersebut. Tatapan mereka berdua bertemu, tetapi saling diam.“Silahkan duduk,” Anala mempersilahkan kedua orang itu duduk di sofa ruang tamunya.Setelah itu, perempuan dengan jumpsuit korean wa
“Dasar wanita tidak berguna, sukanya cari muka di depan Kak Aksara,” Shiren geram melihat Anala yang ada di depannya.Shiren menampar pipi Anala sekali lagi. Anala menunduk memegang pipinya yang terasa panas.“Kalau bukan karena belas kasihan Kak Aksa, kamu pasti tidak bisa masuk ke keluarga kita,” Shiren menunjuk wajah Anala.“Sampai kapan kamu akan seperti ini, Shiren?” tanya Anala tenang.“Sampai kamu menyerah dan meninggalkan Kak Aksa. Dasar kalangan rendahan,” setelah mengucapkan itu, Shiren langsung pergi.Kini tinggal Anala sendirian yang ada di dalam kamar mandi tersebut. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Kedua pipinya memerah akibat tamparan keras Shiren. Wanita itu terpaksa memakai masker karena berusaha menutupi bekas tamparan tersebut.Sesampainya di rumah, Anala langsung meminta kompres air kepada asisten rumah tangganya.“Astaga, apa yang terjadi, Nona?” tanya asisten rumah tangga Anala.“Tidak apa, Bi. Tolong jangan bilang ke Mas Aksa ya,” pinta Anala.“Iya, Non. S
“Apa tidak bisa dipertimbangkan lagi, Mas?” Anala coba bernegosiasi dengan suaminya.“Kenapa aku harus mempertimbangkannya?” Aksara malah melontarkan pertanyaan lain kepada Anala.“Apa benefitnya bagi kita berdua?” lanjut lelaki itu dengan tersenyum miring.“Aku ingin coba dulu, Mas Aksa. Setidaknya desain buatanku tidak sia-sia,” Anala melembutkan suaranya.“Aku tidak akan mengabaikan tugasku jadi istri Mas Aksa. Bisnis ini hanya akan aku jalankan untuk menunggu kamu pulang dari kantor,” jelas Anala.“Lagian, aku juga mau sedikit berguna sebagai wanita, Mas. Tidak hanya menjadi beban kamu,” lanjut Anala menunduk lesu.“Siapa yang bilang kamu beban?” Aksara bertanya dengan tajam.Anala yang mendengar hal itu memilih membisu karena tidak berani menjawab.“Siapa, Anala?” tanya lelaki itu sekali lagi.“Ya Mas Aksa pasti tahu siapa orang yang di sekitar Mas,” jawab Anala takut.“Tidak perlu dengarkan mereka,” tegas Aksa.“Jadi, bagaimana jika aku tidak menyetujui proposalmu?” kali ini sua
Aksara membawakan secangkir teh hijau hangat untuk Anala. Ia menyodorkan secangkir teh hijau tersebut untuk diminum oleh istrinya itu. Anala merasa sedikit lega setelah meneguk minuman hangat tersebut. Aksara sengaja membawakan teh tersebut karena tahu istrinya itu masih sakit kepala.Hal tersebut tidak luput dari perhatian anggota keluarga Aksara yang sedang ada di ruang tengah. Ayah Rama bahagia melihat hal tersebut karena senang akhirnya sang putra memiliki sosok yang dicintai. Sedangkan sorot mata Ibu Hesti dan Shiren menyiratkan kebencian.“Aku dan Anala besok akan pindah,” Aksara membuka percakapan.“Kenapa mendadak sekali? Apakah rumah pribadimu sudah siap?” tanya Ayah Rama.“Sudah,” jawab Aksara dingin.“Tidak perlu pindah dulu, Aksara. Di sini saja dulu,” kali ini Ibu Hesti yang membuka suara.“Iya, Kak. Di sini aja dulu, biar aku ada temannya. Lagian nanti Kak Anala kesepian kalau harus di rumah sendirian waktu kakak tinggal kerja,” bujuk Shiren.“Aku tidak sedang meminta iz
“Anala berada di sini bukan untuk menjadi pelayan kalian,” ujar Aksara kepada semua anggota yang tengah berada di meja makan untuk sarapan.“Ada apa, Aksa?” tanya Rama, ayah Aksa dengan suara lemah.“Tanya saja kepada Ibu Hesti dan Shiren, apa yang mereka lakukan kepada istriku?” kata Aksara dingin.“Ada apa ini, Hesti, Shiren?” tanya Ayah Rama kepada istri dan anaknya.Sedangkan orang yang ditanya hanya menunduk dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Hal tersebut membuat Aksara merasa geram. Ia menarik tangan Anala perlahan dan menunjukkan ke semua orang yang ada di sana.“Apa yang kalian lakukan sampai tangan Anala begini?” tanya Aksara dingin.“Jawab,” bentak Aksara.“Maaf, Kak Aksa. Aku dan ibu ngga sengaja, Kak,” rengek Shiren mulai mengeluarkan air mata ketakutan.“Iya Aksa, ibu minta maaf. Kami tidak sengaja,” kali ini Ibu Hesti yang memohon.“Aksa, ibu dan adikmu tidak sengaja. Mungkin ini hanya kecelakaan kecil,” ujar Ayah Rama membela dua wanita kesayangannya itu.Aksara m
“Pasti kau mengandalkan bentuk tubuhmu untuk menggoda Kak Aksara,” ujar Shiren, adik Aksara dengan pedas.Anala yang mendengar hal itu hanya bisa menundukkan kepalanya.“Untuk apa Aksara menikahi gadis tidak jelas ini jika bukan karena untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan biologisnya,” perkataan pedas itu keluar dari mulut Hesti, ibu tiri Aksara.“Jangan harap kau leluasa menjadi nyonya,” Shien menunjuk tepat di depan muka Anala.Sedangkan orang yang dimaki dengan perkataan kasar itu hanya membisu. Mata Anala memanas, ingin menangis. Tetapi, ia berusaha menahannya. Anala tidak ingin dirinya terlihat lemah. Meskipun kenyataannya memang ia tidak berani bertindak kepada kedua wanita di hadapannya.Anala berpura-pura tuli tidak merespon apapun. Ia tetap ikut duduk di meja makan bersama dengan Shiren dan ibu tiri Aksara. Anala ingin ikut makan siang setelah bersusah payah berkutat memasak dibantu dengan para pelayan.Baru saja Anala ingin menyendokkan sesuap nasi ke mulutnya, tetapi ia suda