“Apa tidak bisa dipertimbangkan lagi, Mas?” Anala coba bernegosiasi dengan suaminya.
“Kenapa aku harus mempertimbangkannya?” Aksara malah melontarkan pertanyaan lain kepada Anala.
“Apa benefitnya bagi kita berdua?” lanjut lelaki itu dengan tersenyum miring.
“Aku ingin coba dulu, Mas Aksa. Setidaknya desain buatanku tidak sia-sia,” Anala melembutkan suaranya.
“Aku tidak akan mengabaikan tugasku jadi istri Mas Aksa. Bisnis ini hanya akan aku jalankan untuk menunggu kamu pulang dari kantor,” jelas Anala.
“Lagian, aku juga mau sedikit berguna sebagai wanita, Mas. Tidak hanya menjadi beban kamu,” lanjut Anala menunduk lesu.
“Siapa yang bilang kamu beban?” Aksara bertanya dengan tajam.
Anala yang mendengar hal itu memilih membisu karena tidak berani menjawab.
“Siapa, Anala?” tanya lelaki itu sekali lagi.
“Ya Mas Aksa pasti tahu siapa orang yang di sekitar Mas,” jawab Anala takut.
“Tidak perlu dengarkan mereka,” tegas Aksa.
“Jadi, bagaimana jika aku tidak menyetujui proposalmu?” kali ini suara Aksara sedikit melembut.
“Mas Aksa harus jelaskan kurangnya di mana, biar aku bisa perbaiki sampai Mas Aksa setuju,” jawab Anala.
“Dari dulu tidak berubah,” Aksara menyentil pelan dahi Anala.
Hal tersebut membuat Anala terkekeh. Anala dan Aksara memang mengenal semenjak keduanya kuliah di salah satu universitas di kota Nusajaya. Aksara merupakan kakak tingkat Anala, namun beda fakultas.
Anala dan Aksara saling mengenal satu sama lain ketika berada di satu organisasi mahasiswa. Aksara dikenal sebagai ketua organisasi yang sangat tegas dan cukup disiplin. Sedangkan Anala merupakan bagian dari departemen media yang sangat gigih.
“Aku akan menyetujuinya,” ujar Aksara yang membuat mata Anala berbinar.
“Serius, Mas Aksa?” Anala memastikan kembali.
“Tapi dengan satu syarat,” ujar Aksara.
“Apa, Mas?” Anala antusias.
Bukannya menjawab, Aksara malah menarik Anala ke dalam pelukannya. Hal tersebut tentu saja membuat Anala memekik kaget. Aksara menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Anala. Lelaki itu menghirup dalam-dalam aroma floral yang manis dari tubuh Anala.
Aksara menahan posisi tersebut selama beberapa saat. Hingga akhirnya lelaki itu mulai menggigit kecil leher Anala. Ia menikmati hal tersebut selama beberapa menit. Tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali bagi Anala karena Aksara melakukannya dengan sangat lembut.
Anala melingkarkan tangannya ke pinggang Aksara, menikmati perlakuan suaminya itu. Ia menggeliatkan lehernya untuk memberi celah kepada Aksara supaya lebih leluasa. Sedangkan Aksara masih fokus membuat beberapa tanda kepemilikan di leher Anala.
“Besok bawakan aku makan siang ke kantor,” bisik Aksara setelah menyelesaikan aktivitasnya.
Anala mengangguk menyetujui syarat yang diajukan oleh Aksara. Pipinya sudah semerah tomat karena tersipu malu. Anala menyembunyikan wajah merahnya ke dada bidang Aksara. Tingkah Anala tersebut membuat sebuah senyum tipis terukir di bibir Aksara.
***
Anala memasuki ruangan kerja Aksara dan langsung disambut dengan pemandangan suaminya yang sedang duduk di kursi kebesarannya sembari memejamkan mata dan memijat pelipisnya sendiri. Wanita dengan setelan berwarna coklat itu meletakkan makanan yang dibawanya di meja. Ia lantas menghampiri Aksara.
“Capek banget ya, Mas?” tangan Anala terulur membantu memijat pelipis Aksara.
“Anala, kapan kamu datang?” Aksara membuka matanya karena terkejut.
“Baru aja, Mas,” Anala terus memijat pelipis suaminya itu.
Aksara memejamkan mata kembali. Menikmati pijatan Anala tersebut selama beberapa saat. Perlakuan istrinya itu mampu membuatnya lebih tenang. Inilah salah satu hal yang Aksara sukai dari Anala. Wanita itu selalu mengerti apa yang Aksara butuhkan, meskipun lelaki tersebut irit bicara dan tidak menyampaikan keinginannya.
“Makan dulu, Mas Aksa. Mumpung makanannya masih hangat,” ajak Anala.
Mereka berdua berpindah ke sofa yang ada di ruang kerja Aksara. Anala menyiapkan tomyam, makanan kesukaan Aksara yang sudah ia bawakan dari rumah. Suaminya itu langsung menikmatinya dan merasakan lega saat kuah tomyam itu masuk ke tenggorokannya.
“Kamu sudah makan?” tanya Aksara.
“Sudah, tadi sebelum ke sini aku makan dulu, Mas,” Anala tersenyum manis dan diangguki oleh Aksara.
“Halo, Kak Aksara,” sebuah suara nyaring dan centil terdengar bersamaan dengan ruang kerja Aksara yang terbuka.
Di sana sudah berdiri Sherin, adik Aksara yang mengenakan seragam kerja ketat dengan rok di atas lutut. Gadis itu membawa sebuah rantang makanan di tangan kanannya. Namun, tatapan Shein berubah menjadi tajam saat melihat Anala ada di sana.
“Apakah kamu tidak memiliki sopan santun? Biasakan ketuk pintu terlebih dahulu,” Aksara menatap Shiren dengan tajam.
Anala yang melihat hal tersebut langsung meraih lengan suaminya dan mengelusnya perlahan. Ia ingin menyalurkan rasa tenang agar suaminya tidak tersulut emosi yang lebih parah lagi.
“Ada apa ke sini?” tanya Aksara dingin kepada Shiren.
Gadis itu langsung berlari kecil dan duduk di sofa yang berada di depan Aksara. Ia langsung membuka rantang makanannya di atas meja yang memisahkan sofa mereka.
“Ibu masak buat kita, Kak. Tadi kata ibu aku disuruh makan siang bareng Kak Aksara,” jelas Shiren sembari menyodorkan makanan ke arah Aksara.
“Aku sedang makan masakan Anala. Kamu makan sendiri saja bekal itu,” Aksara melirik makanan yang disodorkan Shiren sekilas dan kembali menyuapkan tomyam buatan Anala ke mulutnya.
“Tapi, Kak. Ibu sudah masakin buat kita. Ayo Kak Aksa coba dulu,” rengek Shiren.
“Jangan merengek di sini. Makan saja atau lebih baik kamu keluar,” Aksara memberikan peringatan.
“Lagian ngapain sih perempuan ngga jelas ini ada di sini,” gerutu Shiren.
Aksara menulikan pendengarannya. Tidak ingin menanggapi adiknya itu. Ia masih fokus menikmati tomyam buatan istrinya. Sedangkan Anala hanya mengamati gerak-gerik suaminya.
“Kamu mending pulang aja, daripada hanya menjadi pajangan di sini,” ujar Shiren kepada Anala.
“Jangan membuat keributan saat sedang makan,” tegas Aksara.
Hal tersebut berhasil membuat nyali Shiren menjadi ciut. Ia langsung menutup mulutnya dan dan hanya menikmati makanan di depannya.
***
“Mas, aku pulang dulu, ya,” pamit Anala kepada Aksara setelah suaminya itu menyelesaikan makan siangnya.
Aksara melirik jam tangan hitam yang melingkar di tangan kirinya. Laki-laki itu lalu mengangguk memberikan izin kepada Anala.
“Ya. Aku ada meeting setelah ini,” ujar Aksara.
“Aku akan pulang tepat waktu hari ini,” Aksara mencium kening istrinya sekilas.
Anala keluar dari ruangan Aksara dan menyusuri lorong untuk menuju lift yang akan mengantarkannya ke lobby. Namun, belum jauh langkah Anala dari ruangan Aksara, tangannya sudah ditarik oleh seseorang. Siapa lagi jika bukan Shiren yang dari tadi sudah memberikan tatapan ajakan berperang kepada Anala.
Shiren menarik Anala menuju toilet mengunci pintunya. Tanpa aba-aba, adik Aksara itu langsung menampar pipi Anala dengan kencang.
“Ada tamu yang datang, Nona,” ucap asisten rumah tangga menghampiri Anala yang sedang sibuk dengan laptopnya di ruang tengah.“Siapa, Bi?” tanya Anala penasaran.“Katanya orang interior gitu, Nona. Saya kurang ngerti,” ucap sang asisten rumah tangga sambil tersenyum menampilkan deretan giginya.Anala menggelengkan kepala dan terkekeh mendengar perkataan asisten rumah tangganya itu. Ia segera bangkit dan berjalan menuju ke ruang tamu, menemui orang yang dimaksud oleh asisten rumah tangganya itu.“Selamat siang, Bu Anala, ya?” sapa seorang pria berkemeja salur merah yang sedang berdiri di ruang tamu.“Iya, saya Anala. Panggil nama aja, Kak,” Anala tersenyum ramah.Ia memperhatikan laki-laki yang menyapanya itu. Lalu, beralih pada satu pria lagi yang ada di sampingnya. Anala merasa mengenal lelaki tersebut. Tatapan mereka berdua bertemu, tetapi saling diam.“Silahkan duduk,” Anala mempersilahkan kedua orang itu duduk di sofa ruang tamunya.Setelah itu, perempuan dengan jumpsuit korean wa
“Dasar wanita tidak berguna, sukanya cari muka di depan Kak Aksara,” Shiren geram melihat Anala yang ada di depannya.Shiren menampar pipi Anala sekali lagi. Anala menunduk memegang pipinya yang terasa panas.“Kalau bukan karena belas kasihan Kak Aksa, kamu pasti tidak bisa masuk ke keluarga kita,” Shiren menunjuk wajah Anala.“Sampai kapan kamu akan seperti ini, Shiren?” tanya Anala tenang.“Sampai kamu menyerah dan meninggalkan Kak Aksa. Dasar kalangan rendahan,” setelah mengucapkan itu, Shiren langsung pergi.Kini tinggal Anala sendirian yang ada di dalam kamar mandi tersebut. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Kedua pipinya memerah akibat tamparan keras Shiren. Wanita itu terpaksa memakai masker karena berusaha menutupi bekas tamparan tersebut.Sesampainya di rumah, Anala langsung meminta kompres air kepada asisten rumah tangganya.“Astaga, apa yang terjadi, Nona?” tanya asisten rumah tangga Anala.“Tidak apa, Bi. Tolong jangan bilang ke Mas Aksa ya,” pinta Anala.“Iya, Non. S
“Apa tidak bisa dipertimbangkan lagi, Mas?” Anala coba bernegosiasi dengan suaminya.“Kenapa aku harus mempertimbangkannya?” Aksara malah melontarkan pertanyaan lain kepada Anala.“Apa benefitnya bagi kita berdua?” lanjut lelaki itu dengan tersenyum miring.“Aku ingin coba dulu, Mas Aksa. Setidaknya desain buatanku tidak sia-sia,” Anala melembutkan suaranya.“Aku tidak akan mengabaikan tugasku jadi istri Mas Aksa. Bisnis ini hanya akan aku jalankan untuk menunggu kamu pulang dari kantor,” jelas Anala.“Lagian, aku juga mau sedikit berguna sebagai wanita, Mas. Tidak hanya menjadi beban kamu,” lanjut Anala menunduk lesu.“Siapa yang bilang kamu beban?” Aksara bertanya dengan tajam.Anala yang mendengar hal itu memilih membisu karena tidak berani menjawab.“Siapa, Anala?” tanya lelaki itu sekali lagi.“Ya Mas Aksa pasti tahu siapa orang yang di sekitar Mas,” jawab Anala takut.“Tidak perlu dengarkan mereka,” tegas Aksa.“Jadi, bagaimana jika aku tidak menyetujui proposalmu?” kali ini sua
Aksara membawakan secangkir teh hijau hangat untuk Anala. Ia menyodorkan secangkir teh hijau tersebut untuk diminum oleh istrinya itu. Anala merasa sedikit lega setelah meneguk minuman hangat tersebut. Aksara sengaja membawakan teh tersebut karena tahu istrinya itu masih sakit kepala.Hal tersebut tidak luput dari perhatian anggota keluarga Aksara yang sedang ada di ruang tengah. Ayah Rama bahagia melihat hal tersebut karena senang akhirnya sang putra memiliki sosok yang dicintai. Sedangkan sorot mata Ibu Hesti dan Shiren menyiratkan kebencian.“Aku dan Anala besok akan pindah,” Aksara membuka percakapan.“Kenapa mendadak sekali? Apakah rumah pribadimu sudah siap?” tanya Ayah Rama.“Sudah,” jawab Aksara dingin.“Tidak perlu pindah dulu, Aksara. Di sini saja dulu,” kali ini Ibu Hesti yang membuka suara.“Iya, Kak. Di sini aja dulu, biar aku ada temannya. Lagian nanti Kak Anala kesepian kalau harus di rumah sendirian waktu kakak tinggal kerja,” bujuk Shiren.“Aku tidak sedang meminta iz
“Anala berada di sini bukan untuk menjadi pelayan kalian,” ujar Aksara kepada semua anggota yang tengah berada di meja makan untuk sarapan.“Ada apa, Aksa?” tanya Rama, ayah Aksa dengan suara lemah.“Tanya saja kepada Ibu Hesti dan Shiren, apa yang mereka lakukan kepada istriku?” kata Aksara dingin.“Ada apa ini, Hesti, Shiren?” tanya Ayah Rama kepada istri dan anaknya.Sedangkan orang yang ditanya hanya menunduk dan tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Hal tersebut membuat Aksara merasa geram. Ia menarik tangan Anala perlahan dan menunjukkan ke semua orang yang ada di sana.“Apa yang kalian lakukan sampai tangan Anala begini?” tanya Aksara dingin.“Jawab,” bentak Aksara.“Maaf, Kak Aksa. Aku dan ibu ngga sengaja, Kak,” rengek Shiren mulai mengeluarkan air mata ketakutan.“Iya Aksa, ibu minta maaf. Kami tidak sengaja,” kali ini Ibu Hesti yang memohon.“Aksa, ibu dan adikmu tidak sengaja. Mungkin ini hanya kecelakaan kecil,” ujar Ayah Rama membela dua wanita kesayangannya itu.Aksara m
“Pasti kau mengandalkan bentuk tubuhmu untuk menggoda Kak Aksara,” ujar Shiren, adik Aksara dengan pedas.Anala yang mendengar hal itu hanya bisa menundukkan kepalanya.“Untuk apa Aksara menikahi gadis tidak jelas ini jika bukan karena untuk memenuhi hasrat dan kebutuhan biologisnya,” perkataan pedas itu keluar dari mulut Hesti, ibu tiri Aksara.“Jangan harap kau leluasa menjadi nyonya,” Shien menunjuk tepat di depan muka Anala.Sedangkan orang yang dimaki dengan perkataan kasar itu hanya membisu. Mata Anala memanas, ingin menangis. Tetapi, ia berusaha menahannya. Anala tidak ingin dirinya terlihat lemah. Meskipun kenyataannya memang ia tidak berani bertindak kepada kedua wanita di hadapannya.Anala berpura-pura tuli tidak merespon apapun. Ia tetap ikut duduk di meja makan bersama dengan Shiren dan ibu tiri Aksara. Anala ingin ikut makan siang setelah bersusah payah berkutat memasak dibantu dengan para pelayan.Baru saja Anala ingin menyendokkan sesuap nasi ke mulutnya, tetapi ia suda