Ya tuhan, aku benar-benar bingung, apa yang harus aku lakukan? Aku takut jika ini hanya sebuah jebakan. Tapi, setelah melihat foto-foto yang dikirim Ayu, aku sangat khawatir dengan kondisi Bagas. Aku takut jika Bagas sedang dalam bahaya.
Terlebih saat mendengar voice note yang dikirim Ayu padaku, terdengar suara Bagas yang sedang ketakutan. Ah-aku benar-benar bingung.
Akhirnya setelah lama berpikir, aku putuskan untuk mengecek kondisi Bagas. Aku tidak mau menyesal jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada Bagas.
"Pak, kita ganti tujuan!" ucapku pada supir taxi. Setelah aku memberi tahu alamat yang akan dituju, Pak sopir segera melajukan mobilnya dengan kencang, sesuai perintahku. Aku ingin segera sampai di rumah Gery.
"Bagas, sabar, Nak! Sebentar lagi Mamy Na datang" lirih ku dalam hati. Aku benar-benar cemas.
Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya aku sampai di rumah megah G
"Perutmu terlihat lebih gemuk sekarang, Tin!" bisik Gery di telingaku.Gery benar-benar melampiaskan hasratnya, kejadian ini terulang lagi. Aku hanya bisa menangis saat dengan buasnya Gery menyetubuhi ku. Ia membuatku tidak berdaya. Memperlakukan aku seperti budak nafsunya.Kepalaku benar-benar pusing, sensasi mual seketika datang begitu saja."Geryyy!!!" suara teriakan yang sangat keras dari seseorang yang tidak ku kenal. Sontak mengagetkan kami, terutama Gery."Mama! Papa!" ucap Gery terkejut.Seketika Gery memakai celana boxernya, lalu menutupi tubuh polosku dengan bajuku yang sudah robek.K
"Iya, sebentar lagi Bapak dan Ibu, akan memiliki momongan. Ibu sedang hamil muda, usia kandungannya sudah 4 minggu. Memang di usia kandungan yang masih muda, biasanya membuat Ibu cepat kelelahan, dan indera penciuman akan lebih sensitif. Itu semua normal 'ko, Bu! Yang penting Bapak harus terus menjaga Ibu dengan baik ya, jangan sampai stres!" papar dokter paru baya itu menjelaskan panjang lebar."Aku hamil? Aku akan memiliki anak dari Anto?" gumamku dalam hati. Anto pasti akan sangat bahagia mendengarnya, anak yang sudah lama kami tunggu-tunggu."Kring kring" dering ponsel Mas Dimas berbunyi."Halo, Gery! Ada apa?" ucap Mas Dimas menjawab telponnya.Mendengar nama Gery, seketika pikiran buruk kembali menghantuiku."Gimana jika Anto mengetahui apa yang telah Gery lakukan padaku, gimana jika Ayu memang sengaja ingin menghancurkan rumah tanggaku dengan Anto? tidak bisa kubayangkan jika Anto
"Kak Tina kenapa? Ko bengong mulu?" suara Alika lagi-lagi membangunkan lamunanku. "Siapa yang bengong sih, Al? Orang Kakak lagi berpikir," "Emang Kakak lagi mikirin apa?" tanya Alika penasaran. "Kepo kamu, Al. Mau tau aja urusan orang dewasa!" ucapku berlalu meninggalkan Alika. "Huh … dasar, gak jelas!" cetus Alika kesal. Di dalam kamar aku mulai membongkar satu persatu buku dan barang-barangku saat SMA dulu, aku memang menaruh semuanya di dalam kardus, dan masih tersimpan dengan rapi di lemari kayu. Hampir dua puluh menit aku mengecek semua barang-barang lamaku, tapi tak satupun petunjuk yang kutemukan. Namun, saat aku mengemas kembali barang-barangku, ada sebuah buku diary lamaku yang dulu sempat hilang. Ini adalah buku diary hadiah dari Mas Dimas saat ulang tahunku yang ke 17. Dulu
"Mama!" ucapku langsung memeluk wanita cantik berpenampilan modis ini."Tina, kamu disini? Mama kangen banget sama kamu, Tin" kita pun larut dalam rasa rindu, sudah enam bulan aku dan Mama tidak bertemu, semenjak Mama ikut ngurusin bisnis Papa di singapore, Mama hanya pulang dua kali dalam setahun."Tin, makin cantik saja kamu," ucap tante Lily yang dari tadi berdiri di samping Mama."Eh, tante, apa kabar?" jawabku lalu mencium pipi tante Lily seperti biasa."Kabar baik, Tin!" jawab tante Lily."Ya sudah, ayo masuk dulu!, kita ngobrolnya di dalam saja," sahut Mama, kita pun semua duduk di sofa. Seperti biasa, Mama langsung berteriak memanggil Bi Rum. Sama persis seperti Alika, segala hal harus dilayani oleh Bi Rum, padahal Papa sering mengingatkan Mama, agar lebih mandiri, tapi sepertinya Mama sudah kebiasaan di layani pembantu."Bi, Bi Rum!, air minumnya man
Butiran bening mulai menetes di pipiku, rasa sakit yang tidak bisa aku ungkapkan, kenyataan yang begitu pahit, yang baru aku ketahui, setelah sekian lama aku hanya menerka-nerka.Aku benar-benar tidak percaya, jika orang yang selama ini selalu ada disampingku, selalu mensupport ku, orang yang sudah sangat aku percaya, ternyata dia adalah dalang dari semua bencana dan petaka yang aku alami."Ya-tuhan, apa salahku pada Ayu, kenapa dia tega mengorbankan keperawanan sahabatnya sendiri," lirihku dalam hati.Melihatku terus menangis, Reo sangat panik, dia berusaha menenangkanku. Tangan Reo berusaha memelukku. Namun, dengan cepat aku menepisnya."Jangan sentuh aku, Re! Aku tidak sudi disentuh oleh penghianat seperti kamu!""Maafkan aku, Tin! Saat itu aku benar-benar tidak ada pilihan lain, aku juga khilaf, Tin! Ayu yang terus-terusan mempengaruhiku.""Ap
"Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Tin?" tanya Reo padaku. Aku tau, saat ini pasti Reo benar-benar ketakutan dengan ancamanku."Ceritakan padaku, semua kejahatan yang kalian lakukan selama ini. Aku mau tau semuanya!""Oke, aku akan ceritakan semua, tapi gak sekarang, Tin. Gak disini, nanti malam kita ketemuan di cafe, atau kalau perlu, aku jemput kamu kesini, aku yakin Mama kamu pasti ngijinin kita pergi!" ucap Reo.Aku tidak mungkin pergi ke cafe dengan Reo, aku harus segera pulang, lagian aku sudah janji pada Anto akan pulang hari ini."Gak bisa, Re! Aku gak bisa keluar nanti malam,""Terus, kapan kamu bisanya?"Belum sempat aku menjawab pertanyaan Reo, Tante Lily sudah memanggil dan mengajak Reo pulang."Re, ayo kita pulang!" teriak Tante Lily dari kejauhan."Iya, Ma. Sebentar!" sahut Re
"Terus, sekarang kamu di rumah sakit mana sayang?" tanya Mama pada seseorang di seberang sana dengan panik."Hening▪▪▪▪▪▪""Oke, oke, Mama segera kesana! Kamu tungguin Mama ya!" ucap Mama lalu mematikan sambungan teleponnya."Ada apa Ma? Siapa yang telpon?" tanyaku khawatir, melihat kepanikan Mama, sepertinya ada sesuatu yang buruk.Mama tidak menjawab pertanyaanku, ia pun bergegas meninggalkan meja makan, dan berlari ke kamar."Aneh sekali, sebenarnya apa ada? Siapa yang nelpon Mama, kenapa Mama begitu panik dan khawatir." gumamku dalam hati.Tidak lama kemudian, Mama keluar dari kamar, rupanya Mama pergi ke kamar hanya untuk mengambil tas, dia kembali dengan terburu-buru."Mama kenapa sih, Ma? Ko panik banget?" sahut Alika yang tengah mengunyah."Tin, ayo cepat antar Mama ke rumah sakit!" ajak Mama padak
"Re, aku harus segera balik ke rumah sakit, Mama pasti sudah menunggu! Aku tunggu kabar baik dari kamu!" ucapku berlalu meninggalkan Reo di cafe.☆☆Sesampainya di rumah sakit, aku langsung masuk ke kamar inap Bagas, dan benar saja, Mama sudah bertolak pinggang menyambutku."Dari mana aja' sih, Tin? Lama banget!" ucap Mama dengan wajah judesnya."Maaf, Ma, di jalan macet!""Lagian aneh banget, hari gini beli pulsa masih nyari konter, emang gak bisa pakai M-banking!" sahut Mama dengan tatapan sinis. Mama memang paling tidak suka menunggu, dia akan sangat marah kalau disuruh menunggu, walaupun itu cuma sebentar."Uda, Ma, jangan marah-marah, mungkin bensin mobil Tina abis, jadi mampir dulu ke pom bensin, iya kan, Tin?" ucap Ayu basa-basi. Sepertinya dia benar-benar cari muka di hadapan Mama. Aku sama sekali tidak menghiraukan ucapannya, setiap melih