Share

Bab 2

“Udah jelas dia mesum, tapi Mama masih aja minta keterangan dari dia?” tanya Alya sambil menunjuk ke arah Richard dengan kelima jarinya. Setelah itu, gadis bergigi gingsul di bagian gigi taring atas sebelah kiri itu pun menyisir rambutnya ke belakang kepala dengan kasar.

“Alya, please! Mama mau dengar penjelasan Richard, jadi Mama harap kamu diam dulu!” titah Liana dengan nada dan raut tegas kepada Alya.

“Ma ....”

Belum sempat Alya melanjutkan kalimatnya, telapak tangan Liana langsung terangkat tepat di depan wajah gadis yang tingginya seratus enam puluhan sentimeter itu. Hal itu sukses membuat Alya terdiam sambil bersedekap disertai tatapan sinis kepada Richard.

“Sebelum mengambil keputusan, kita harus bisa melihat dan mendengar dari berbagai sudut pandang. Kamu memang anak Mama, tapi bukan berarti Mama akan selalu membenarkan apa yang kamu lakukan, makanya Mama melakukan ini. Kalau nanti Richard memang bersalah, Mama sendirilah yang akan memberinya hukuman, dan papa pasti akan mendukung Mama. Paham?”

Liana berusaha bijak dalam kasus tersebut. Dia tahu Alya tidak mungkin berbohong, tetapi wanita yang suka berpenampilan modis di usianya yang sudah senja itu juga yakin kalau Richard tidak mungkin mencium putrinya dengan sengaja.

Alya yang tidak memiliki pilihan lain setelah sang Mama dengan tegas menolak pembelaan dirinya, akhirnya memberi salah satu staf sang papa tersebut untuk menceritakan kejadian ciuman itu menurut versinya.

“Oke, Richard, silakan kamu jelaskan apa yang sebenarnya terjadi,” pinta sang ibu bhayangkari.

Richard pun menceritakan bagaimana situasi keramaian di Bandara ketika baru keluar dari pesawat. Banyak manusia lalu-lalang, bahkan tanpa sengaja bisa saja satu orang menabrak yang lainnya ataupun sekadar bersenggolan.

Pada saat itu, Richard yang berjalan sambil menunduk, tiba-tiba merasakan tubuhnya terdorong kuat dari belakang. Dia pun sebenarnya berusaha untuk mengontrol keseimbangannya, walaupun akhirnya keseimbangan itu hilang dan menabrak seorang gadis yang hanya berjarak kurang dari satu meter di depannya.

Pada saat itu, gadis yang tak lain adalah Alya sedang menghadap ke arah Richard. Hingga mau tidak mau, saat Richard hampir terjatuh, tubuh kekarnya menabrak tubuh mungil Alya dengan posisi kepala yang terlebih dulu mencapai gadis itu. Bibir kenyal Richard meluncur mulus di bibir Alya.

Ciuman yang tak diharapkan tak dapat terelakkan, dan sontak saja Alya sangat marah atas kejadian itu. Bahkan, tamparan yang cukup keras hingga meninggalkan bekas berwarna merah pun gadis itu layangkan kepada Richard, meskipun pada saat itu sang pemuda yang gagah itu sudah meminta maaf.

Mendengar penuturan dari Richard, Liana langsung melayangkan tatapan tajam kepada putri sulungnya. Namun, beberapa detik kemudian, tatapan itu berubah menjadi tatapan kasih sayang, sambil tangannya mengelus lembut pundak Alya.

“Sudah Mama duga, Richard nggak mungkin berani melakukan hal itu dengan sengaja. Sekarang, Mama minta kamu bisa memaafkan Richard dan menerima dia sebagai pengawalmu,” pinta Liana dengan nada lembut kepada Alya.

Alya berdecak kesal. Bibirnya sudah ingin mendebat sang ibunda, tetapi dengan cepat Liana menghentikannya.

“Nggak ada gunanya kamu mendebat Mama. Itu hanya akan membuat jadwalmu hari ini berantakan. Sebaiknya, sekarang kamu siap-siap!” pinta Liana dengan tegas.

Tak ada pilihan lain, Alya pun menuruti perintah tersebut. Dengan cepat kaki jenjang itu berlari menuju kamar pribadi yang berada di lantai dua. Walaupun begitu, bibirnya yang indah tak henti mengumpat dan mengutuk sang ajudan karena berhasil membuatnya jadi bersalah di hadapan mamanya.

Sembari menunggu Alya yang bersiap, Liana mengajak Richard ke ruang tamu. Di sana, ibu dari tiga orang anak itu meminta Richard untuk bisa bersabar dan bertahan dalam tugas mengawal putri sulungnya. Dia sangat yakin, kalau Alya pasti akan membuat pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu akan mengalami kesulitan.

“Siap, saya tidak akan mengeluh. Sebisa mungkin saya akan melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya,” ucap Richard dengan sikap sempurnanya di hadapan Liana yang sedang duduk di sofa ruang tamu.

Di tengah perbincangan Liana dan Richard yang tengah membahas tentang pekerjaan, tiba-tiba Alya datang dengan sebuah ultimatum.

“Gue ingetin ya, jaga jarak! Minimal sepuluh meter. Selama nyupirin gue, nggak boleh curi-curi pandang. Nggak boleh bau badan, nggak boleh bilang sama semua orang kalau lo adalah ajudan papa dan pengawal gue. Lo juga ....”

“Siap, laksanakan semua perintah. Mari kita berangkat, atau Anda akan terlambat,” sergah Richard memotong perkataan Alya.

Richard mempersilakan Alya untuk keluar rumah terlebih dulu, kemudian dirinya mengikutinya dengan jarak kurang dari dua meter tanpa gadis itu sadari.

Sesampainya di samping mobil yang sudah terparkir tepat di depan pintu masuk, Richard membukakan pintu belakang mobil agar putri sang atasan bisa masuk.

“Inget pesen gue baik-baik, atau gue nggak akan segan bikin lo keluar dari barisan ajudan bokap gue!” ancam Alya yang hanya disenyumi tipis oleh Richard.

Setelah memastikan kalau Alya duduk dengan benar di dalam mobil, Richard pun masuk ke bangku kemudi mobil. Mereka pun berangkat ke kampus yang berlokasi di daerah Depok.

“Sudah berapa lama jadi stafnya bokap gue?” tanya Alya.

Richard yang memperhatikan gadis itu dari spion tengah sedang sibuk dengan ponselnya, memutuskan untuk tak menjawab pertanyaan tersebut. Bukan tanpa sebab, lelaki itu berpikir jika Alya sedang berbicara dengan staf lainnya di ponsel itu. Setelah itu, dia pun memutuskan untuk kembali fokus menyetir mobil.

Tak juga mendapat respons dari Richard, Alya pun menghentikan aktivitasnya. Meletakkan kembali ponsel ke dalam tas berukuran 30 x 28 sentimeter berwarna putih miliknya. Ditariknya pelan ke belakang rambut yang menghalangi penglihatannya ke arah sang ajudan.

“Lo budek? Atau emang sengaja nggak mau jawab pertanyaan gue?” tanya Alya dengan nada ketus.

Gadis itu sedikit memajukan tubuhnya, dan duduk miring hingga postur tubuh Richard terpampang jelas di matanya. Terbesit kekaguman pada wajah tampan sosok yang sedang menyopirinya saat itu dalam hatinya.

Richard melirik Alya dari spion kecil itu sambil tersenyum tipis. “Anda bertanya kepada saya?” tanyanya polos.

“Ish, lo tuh ya, bener-bener ngeselin. Lo pikir gue lagi tanya sama setan? Kan yang ada di mobil ini cuma kita berdua!” keluh Alya yang membuat Richard ingin tertawa, tetapi sebisa mungkin dia tahan, hingga hanya senyum yang makin lebar yang dia tunjukkan.

“Maaf, tadi saya melihat Anda sedang fokus bermain gadget. Jadi, saya pikir itu bukan pertanyaan yang ditujukan ke saya,” kilah Richard.

“Ya udah, sekarang lo tahu kalau pertanyaan itu buat lo, gih jawab!” pinta Alya.

“Saya akan menjawab, tapi dengan satu syarat!” sahut Richard membuat Alya mendengkus kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status