Beranda / Romansa / Bukan Sekadar Kakak Tiri / Bab 28 — Mata-mata di balik Pohon Jati

Share

Bab 28 — Mata-mata di balik Pohon Jati

last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-15 10:45:40

Udara pagi di Dusun Girilaya terasa lembap dan segar. Embun masih menempel di daun jati, menampakkan kilau halus ketika sinar matahari menembus sela pepohonan. Angin lembut berdesir membawa aroma tanah basah sisa hujan semalam.

Namun di antara barisan pohon jati yang berdiri kokoh di tepi jalan setapak, seseorang sedang memperhatikan dalam diam.

Dia adalah Linda, sepupu Hellen yang serakah sekaligus istri kedua Pak Wisnu, ayah kandung Ardian. Wajahnya teduh tapi matanya tajam menyimpan sesuatu antara rasa ingin tau dan ambisi. Ia memegang ponsel di tangannya, memperbesar layar kamera, mengamati tiga orang di depan rumah besar milik Ana.

“Jadi benar disini tempat tinggal Mira… dan kau... Hellen juga di sini, sudah mulai berkhianat kau ya sama saudarimu ini yang sudah membantumu, ku pastikan kali ini kamu berhutang budi sama aku”, gumamnya pelan

Sudah beberapa hari yang lalu, Linda menguntit Ardian dan Suzy diam-diam. Ia selalu ingin tahu sesuatu yang besar, sesuatu yang berkaitan denga
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Bukan Sekadar Kakak Tiri   Bab 28 — Mata-mata di balik Pohon Jati

    Udara pagi di Dusun Girilaya terasa lembap dan segar. Embun masih menempel di daun jati, menampakkan kilau halus ketika sinar matahari menembus sela pepohonan. Angin lembut berdesir membawa aroma tanah basah sisa hujan semalam.Namun di antara barisan pohon jati yang berdiri kokoh di tepi jalan setapak, seseorang sedang memperhatikan dalam diam.Dia adalah Linda, sepupu Hellen yang serakah sekaligus istri kedua Pak Wisnu, ayah kandung Ardian. Wajahnya teduh tapi matanya tajam menyimpan sesuatu antara rasa ingin tau dan ambisi. Ia memegang ponsel di tangannya, memperbesar layar kamera, mengamati tiga orang di depan rumah besar milik Ana.“Jadi benar disini tempat tinggal Mira… dan kau... Hellen juga di sini, sudah mulai berkhianat kau ya sama saudarimu ini yang sudah membantumu, ku pastikan kali ini kamu berhutang budi sama aku”, gumamnya pelanSudah beberapa hari yang lalu, Linda menguntit Ardian dan Suzy diam-diam. Ia selalu ingin tahu sesuatu yang besar, sesuatu yang berkaitan denga

  • Bukan Sekadar Kakak Tiri   Bab 27 — Disembunyikan Oleh Hujan

    Hujan baru saja reda ketika mobil Pak Tommy berhenti di depan rumah besar di Dusun Girilaya. Bangunannya berdiri anggun di antara pepohonan jati, terekspos dengan jendela kayu tinggi yang membuatnya tampak klasik dan tenang. “Ini rumah saya,” kata Ana sambil tersenyum kecil. “Terima kasih sudah menolong saya tadi." Hellen turun lebih dulu, lalu membantu Ana keluar. “Ruma Mbak Ana besar juga ya, untuk tinggal sendiri." Ana tertawa ringan. “Iyaa... sepi sekali. Tapi saya sudah terbiasa kok" Hellen ikut tersenyum sopan. “Kalau begitu, kami pamit dulu. Semoga lukanya cepat sembuh.” “Sebentar,” tahan Ana. “Hujan sebentar lagi turun lagi. Masuk dulu saja. Saya buatkan kopi. Tidak enak membiarkan tamu pergi tanpa jamuan.” Pak Tommy menatap Hellen, lalu mengangguk kecil. “Baiklah, sebentar saja.” Di dalam rumah, suasana hangat. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara. Dinding ruang tamu dipenuhi bingkai foto pemandangan laut dan ladang teh. Di meja kecil dari kayu jati,

  • Bukan Sekadar Kakak Tiri   Bab 26 — Pencarian Terus Belanjut

    Siang itu, matahari di Kabupaten Kiribaru bersinar redup, menembus tipis awan kelabu yang menggantung di langit. Jalanan berliku di antara perbukitan tampak sepi; hanya sesekali truk tua lewat membawa hasil panen dari desa sekitar. Sebuah mobil hitam melaju perlahan di jalur utama menuju kota kecil itu. Di balik kemudinya, Pak Tommy tampak tenang seperti biasa, sementara di kursi penumpang Hellen menatap peta di ponselnya. “Kata Kevin, Suzy dan Ardian sudah lebih dulu sampai di sini Om" Kata Hellen Baru saja Hellen memberi informasi, sesuatu melintas cepat di depan mobil sebuah sosok wanita yang menyeberang tanpa melihat. Pak Tommy membanting setir, tapi tetap brak!—benturan keras terdengar, mobil berhenti mendadak di pinggir jalan. Hellen terlonjak, jantungnya berdebar. "Astaga! Om !” Mereka berdua segera keluar. Di depan mobil, seorang wanita tergeletak di aspal dengan lutut berdarah dan siku lecet. Wajahnya pucat tapi masih sadar. “Aduh… maaf, saya tidak lihat mobil

  • Bukan Sekadar Kakak Tiri   Bab 25 — Jejak di Kiribaru

    Langit sore menggantung kelabu ketika mobil yang dikendarai Ardian menembus jalan berliku menuju Kabupaten Kiribaru. Udara di luar jendela semakin dingin, pepohonan pinus berderet rapat di sisi jalan, seolah menutup setiap celah cahaya matahari yang tersisa. Perjalanan itu memakan waktu hampir empat jam dari Cendana Timur, dan jika diukur dari Kota Cemara, tempat semua kisah ini bermula, jaraknya mencapai sepuluh jam penuh. Suzy bersandar di kursi penumpang, menatap ke luar jendela tanpa suara. Rasa lelah bercampur dengan resah—ia merasa seperti sedang menuju sesuatu yang belum bisa ia definisikan, entah kebenaran atau bahaya baru. “Masih jauh?” tanyanya akhirnya. Ardian melirik jam tangan. “Sekitar tiga puluh menit lagi. Kita istirahat di penginapan dulu malam ini. Aku nggak mau nyetir dalam kabut begini.” Suzy mengangguk pelan. Ia tahu Ardian benar. Tapi entah kenapa, setiap kali mobil melintasi jalan yang kian sunyi, jantungnya berdetak sedikit lebih cepat—seperti ada sesuat

  • Bukan Sekadar Kakak Tiri   Bab 24 — Siapa Di Balik Nama Itu

    Rumah Kevin terasa terlalu hening sore itu. Jam dinding berdetak pelan, nyaris tenggelam oleh desir angin yang menyusup lewat jendela terbuka. Di meja makan, secangkir teh yang sudah dingin masih mengepulkan aroma samar daun mint. Hellen duduk di kursi paling ujung, menatap kosong pada dinding tempat bayangan sore menempel seperti noda masa lalu yang tak bisa dihapus. Dia tahu waktunya hampir habis. Rumah ini bukan lagi tempat aman. Sejak malam terakhir ketika suara langkah-langkah asing terdengar di luar pagar, nalurinya berteriak keras: “tinggalkan semuanya sebelum terlambat.” Hellen menarik napas panjang, lalu menulis di selembar kertas putih, dengan pesan: "Pak Raymond dan Bu Karin, mohon maaf yaa Hellen harus meninggalkan rumah kalian karena Hellen merasa disini sudah tak aman. Maka dari itu saya akan mencari tempat aman saat ini juga. Mohon maaf sekali bila Hellen hanya bisa membantu sampai disini, bila Bapak dan Ibu memerlukan bantuan, silahkan kirim chat dinomor ini 08

  • Bukan Sekadar Kakak Tiri   BAB 23 - Pencarian Melelahkan

    Sore itu, langit di Dusun Merbabu mulai memudar. Matahari merayap turun di balik bukit, meninggalkan semburat jingga di langit Cendana Barat. Suzy dan Ardian baru saja tiba di jalan sempit bernama Jalan Bata Merah, nomor 6 — alamat yang selama ini mereka buru dari data Hellen. Mereka berhenti di depan rumah sederhana bercat krem yang terlihat sepi. Dindingnya dipenuhi lumut tipis, dan pagar kayunya sedikit lapuk dimakan usia. Suzy menarik napas panjang. “Ini… seharusnya rumahnya, kan?” Ardian mengangguk, menatap papan nama kecil di depan pagar. “Entahlah, Kita lihat apakah benar orangnya.” Mereka melangkah perlahan ke arah rumah itu. Suara ayam berkokok dan bau tanah lembap bercampur dengan aroma kayu tua. Tak lama, pintu terbuka. Seorang wanita paruh baya muncul — rambutnya disanggul rapi, wajahnya ramah. “Iya, ada apa ya, Nak?” tanyanya dengan suara lembut. “Permisi, Bu. Kami sedang mencari seseorang bernama Mira Desiana. Apa Ibu mengenalnya?” tanya Ardian sopan. Wa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status