Melisa merasa enggan untuk makan malam hari ini, tapi dia sudah janji dengan ayah dan ibunya untuk menjelaskan semuanya. "Bolehkah aku tidur saja tanpa ikut makan malam sehari ini saja?" batin Melisa.
Melisa menghela nafas kasar, dia mencoba memantapkan hati untuk menghadapi kedua orangtuanya. Melisa bangkit dari ranjang melangkah menuju pintu untuk keluar dari kamar.Melisa merasa langkahnya begitu berat saat dia sudah melewati pintu kamar, rasanya dia seperti melangkah menuju tempat penghakiman saja. Melisa menuruni tangga dengan perlahan menuju dapur.Saat sampai di dapur dia melihat kedua orangtuanya sudah duduk di kursinya masing-masing. Melisa mendengar mereka terlibat dengan pembicaraan tentangnya. Mereka sedang membahas tentang kedatangan Ardan tadi siang.Melisa berjalan mendekat pada ayah dan ibunya, lalu dia pun bergabung bersama mereka di meja makan. Melisa duduk berhadapan dengan sang ayah, setelah kedatangannya, tetapi mereka diam seribu bahasa. Mereka pun mulai menyantap makan malam dalam keheningan, sedang Melisa sendiri serasa tak mampu menelan makanannya.Selang beberapa menit, mereka pun selesai makan malam, hati Melisa berdebar tak karuan, dia merasa belum siap menjelaskan semuanya kepada kedua orangtuanya. Tapi Melisa yakin jika dia tidak menjelaskannya tentu ayah dan ibunya akan terus bertanya padanya."Sekarang bisa kita bicara, Mel?" tanya Imran pada sang putri."InsyaAllah bisa, Yah," jawab Melisa memantapkan hati berbicara pada Imran."Sebaiknya kalian bicara di ruang televisi saja, biar Ibu yang membereskan meja makannya," sahut Meta sembari bangkit dari duduknya dan mulai membereskan piring-piring bekas makan mereka."Iya, Bu." Melisa pun bangun dan melangkah menuju ruang televisi bersama Imran.Setelah sampai di ruang televisi, Melisa duduk di sofa dengan perasaan gugup, sementara Imran juga duduk di hadapan sang putri."Apa yang membuatmu menolak laki-laki sebaik Ardan, Mel?" tanya Imran memulai pembicaraan."Aku tidak mau membuat Pak Ardan menyesal karena menikahi seorang wanita yang tidak sempurna, Yah," jawab Melisa dengan tenang.Imran tercekat mendengar jawaban sang putri, walaupun memang benar apa yang Melisa katakan, tapi hati Imran sakit mendengarnya.Melisa pun tidak mau ketika dia menikah dengan Ardan, lalu Ardan akan menyesal menikah dengannya karena Melisa wanita yang cacat. Tidak bisa memberikan Ardan keturunan sampai kapanpun."Tapi bagaimana jika Ardan bisa menerimamu apa adanya, Mel?" tanya Imran lagi.Sepertinya Imran tidak menyerah membujuk Melisa untuk menerima Ardan. Imran tidak tahu saja kalau Melisa sudah mengatakan semuanya pada Ardan. Jadi mana mungkin Ardan mau meneruskan niatannya untuk menjadikan Melisa istrinya.Tidak mungkin Ardan mau menerima wanita yang cacat dan pernah menjadi perusak rumah tangga orang lain.Melisa tersenyum miris mengingat perlakuan Aris ketika dia tahu kalau Melisa adalah seorang pelakor, bahkan dia menjadi jijik pada Melisa. Tidak mungkin Ardan tidak bersikap sama seperti Aris kan?"Mana mungkin Pak Ardan mau menerimaku jika aku tidak sempurna, Yah? Mana mungkin dia mau menerima wanita yang tidak bisa memberikannya keturunan? Bukankah salah satu tujuan menikah itu untuk mendapatkan keturunan?" Melisa yakin sekali kalau Ardan tidak akan mau menerimanya."Tapi mungkin saja dia berbeda, Mel. Aku merasa kalau Ardan adalah laki-laki yang baik, dia pasti mengerti kondisimu," ucap Imran nampak yakin sekali."Kita lihat saja, Yah. Jika Pak Ardan masih mau meneruskan niatnya untuk mengkhitbahku, aku juga akan menerimanya sebagai calon suamiku."Melisa pun bertaruh dengan sang ayah, dia sangat yakin jika Ardan akan mundur setelah Melisa mengatakan yang sejujurnya tadi siang. Ardan pasti akan berpikir ribuan kali jika masih tetap ingin menjadikan Melisa pendampingnya."Ayah pegang kata-katamu, Mel. Jika Ardan masih mau meneruskan niatnya, kamu harus menerimanya tanpa boleh menolak," ucap Imran."Iya, Yah. Aku tidak akan mengingkarinya," sahut Melisa tenang.Melisa heran dengan sang ayah yang bersikeras memintanya untuk menerima Ardan, padahal sang ayah belum mengenal Ardan dengan baik. Atau Imran hanya ingin Melisa segera membangun rumah tangga lagi, Melisa pun tidak tahu yang sebenarnya.Imran tidak tahu kalau Melisa masih enggan untuk menikah lagi. Dia masih ingin sendiri menikmati hari-harinya bersama Alisa."Baiklah, Ayah akan menghubungi Ardan untuk menanyakan kepadanya tentang keputusanmu itu," ucap Imran membuat Melisa membelalakkan mata."Dari mana ayah bisa mendapat nomer ponsel Pak Ardan? Bagaimana kalau ayah benar-benar menghubungi Pak Ardan? Aku takut respon Pak Ardan akan buruk jika ayah menghubunginya sekarang," batin Melisa."Ja-ngan sekarang, Yah," ucap Melisa melarang sang ayah."Memangnya kenapa, Mel?" tanya Imran mengernyitkan keningnya."Ini sudah malam, Yah, jangan mengganggu Pak Ardan. Besok saja ketika ke sekolah aku akan menanyakan langsung pada Pak Ardan." Melisa mencoba mencari alasan untuk melarang Imran menghubungi Ardan."Baiklah, Ayah akan tunggu kabar darimu besok, Mel. Tapi jika tak kunjung ada kabar darimu terpaksa Ayah yang akan menghubungi Ardan langsung," jelas Imran."Iya, Yah," jawab Melisa singkat.Melisa lega sekali mendengar ucapan Imran, untunglah sang ayah tidak bersikeras menghubungi Ardan. Untuk alasan besok, Melisa akan pikirkan besok saja, yang penting sekarang dia masih bisa membujuk sang ayah untuk mengurungkan niatnya."Kok pada diam semua?" tanya Meta yang baru saja datang sembari membawa kue dan teh di tangannya."Tidak kok, Bu. Kami sudah selesai bicara," jawab Melisa sambil memaksakan tersenyum pada sang ibu.Meta pun duduk di samping sang suami setelah meletakkan kue dan teh di atas meja. Melisa buru-buru mengambil cangkir tehnya dan meminumnya hingga habis."Jangan buru-buru minumnya, Mel. Nanti kamu tersedak," ucap Meta pada sang putri."Iya, Bu. Melisa capek, ingin segera beristirahat, Bu. Besok Melisa juga harus berangkat pagi," jelas Melisa, "Kalau begitu Melisa ke kamar dulu, Yah, Bu."Melisa segera pamit untuk ke kamar, dia ingin segera menghindar dari kedua orangtuanya. Dia tidak mau lagi membahas tentang Ardan ataupun tentang pernikahan."Ya sudah, istirahatlah dulu, Mel," sahut Meta, sementara Imran hanya menatap Melisa diam."Iya, Bu. Selamat malam," ucap Melisa mengecup pipi sang ibu dan beranjak menuju kamar.Melisa berjalan sembari menghela nafas panjang. "Kenapa ada saja masalah yang timbul dan mengusik ketenangan hidupku. Padahal aku sudah mulai bisa menikmati hari-hariku yang tenang dan penuh dengan kegembiraan," gumamnya.Melisa tiba di kamar dan mulai merebahkan diri di atas pembaringan, sejujurnya matanya masih enggan terpejam. Angan Melisa melayang memikirkan ucapan mantan mertuanya tentang Hanan."Sejak kapan Mas Hanan menikah lagi? Lalu dengan siapa gerangan Mas Hanan menikah? Apakah hidupnya sudah jauh lebih bahagia dariku?" lirih Melisa.Berbagai pertanyaan memenuhi pikirannya. Rasanya dia tidak rela jika hanya dia yang menderita sendirian karena masa lalu yang begitu menyakitkan.Kalau tentang Naya, Melisa yakin sekali jika Naya sudah hidup bahagia bersama dengan buah hatinya yang telah lahir.Kini hanya tinggal Melisa yang masih berada dalam kubangan masa lalu.Melisa mencoba memejamkan mata menepis pikiran-pikiran negatif yang membuatnya merasakan kesedihan kembali. Dia memutuskan untuk cepat tidur daripada memikirkan hal yang tidak penting. Belum lagi dia harus menghadapi pertaruhan dengan sang ayah tentang Ardan. Melisa berharap Ardan tidak meneruskan niatnya untuk menjadikannya pendampingnya.Melisa bangun dari pembaringan dengan malas, setelah selesai sholat Subuh dia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang, dia merasa enggan sekali untuk pergi ke sekolah. Melisa tidak ingin bertemu dengan Ardan di sekolah.Melisa tidak enak hati jika harus bertemu dengan Ardan, belum lagi dia juga harus menepati janjinya pada Imran. Melisa harus bertanya pada Ardan tentang keputusannya, apakah Ardan ingin meneruskan niatnya atau tidak.Melisa enggan sekali bertatap muka dengan Ardan dalam waktu dekat ini. Tapi dia tidak boleh menunda-nunda untuk menyelesaikan masalah ini, supaya sang ayah tidak perlu menghubungi Ardan.Melisa ingin kembali menjalani hari-harinya dengan tenang lagi. Dan dia juga berharap tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya. Cukup kemarin saja dia bertemu dengan ibu Hanan, jika bertemu lagi, dia tentu akan kembali mengingat-ingat masa yang suram dulu.Tok ... tok.Suara pintu kamar diketuk, Melisa segera bangkit dari ranjang dan melangkah untuk
"Apa maksud Bapak meneruskan niat untuk mengkhitbahku?" tanya Melisa begitu dia berada dalam satu mobil dengan Ardan untuk berangkat ke sekolah."Saya tidak ada maksud apa-apa, saya hanya ingin tetap menjadikan Ibu sebagai pendamping saya," jawab Ardan.Melisa tidak bisa melihat ekspresi Ardan ketika menjawab pertanyaannya. Walaupun mereka berada di dalam satu mobil tetapi Melisa duduk di kursi belakang. Dia tidak mau duduk di samping Ardan karena mereka memang belum mempunyai hubungan apa-apa.Sesungguhnya Melisa tadi juga ingin membawa mobil sendiri, tetapi Imran memaksanya untuk ikut dengan mobil Ardan saja. Mau tidak mau pun akhirnya Melisa ikut dengan Ardan."Tolong jangan bercanda, Pak. Bukankah kemarin saya sudah mengatakan semua tentang saya pada Pak Ardan?""Saya tidak bercanda, bahkan saya sudah yakin ingin secepatnya menghalalkan Bu Melisa," jelas Ardan membuat Melisa terkejut."Jangan mempermainkan saya, Pak. Saya tahu setiap orang yang mengetahui masa lalu saya, pasti aka
Tak terasa hari ini Melisa kembali menikah lagi, dua minggu yang lalu dia menerima pinangan Ardan. Wajah orangtua Melisa berbinar bahagia ketika Melisa mengatakan kalau dia menerima Ardan.Melisa mencoba mengalah menerima pinangan Ardan, untuk kebahagiaan ayah dan ibunya. Dia mencoba peruntungannya dengan menerima Ardan. Berharap Ardan menjadi jodoh terakhirnya.Pernikahan mereka dilakukan dua minggu setelah Melisa menerima Ardan. Memang sangat terkesan buru-buru, tapi itu semua keinginan Ardan.Acara ijab kabul, sudah dilaksanakan sejak pukul delapan pagi tadi, Melisa akhirnya sudah resmi menjadi istri Ardan. Acara pernikahan mereka tidaklah mewah, mereka hanya mengundang keluarga dekat saja. Melisa pun hanya mengundang Alina sekeluarga, mengingat dia sudah tidak punya teman lain lagi.Dia sangat berharap Alina bersedia datang ke pernikahannya. Melisa juga sudah rindu sekali dengan Alisa, sudah satu minggu dia tidak bertemu dengannya karena sibuk mempersiapkan acara pernikahannya.M
Pertemuan Irham dan Ratih "Maaf aku tidak bisa menemanimu, Sayang," ucap Irham kepada Alina di depan pintu masuk gedung."Tidak apa-apa, Mas. Naya lebih penting, kasihan dia kecapekan jika harus naik taxi. Apalagi adik Aryan sedang aktif-aktifnya," sahut Alina."Ya sudah kalau begitu kamu masuk dulu, Al. Aku akan pergi jika kamu dan Alisa sudah masuk ke dalam. Jaga diri baik-baik, jangan terlalu banyak berdiri di sana nanti. Aku akan menjemputmu jika sudah mengantar Naya ke rumah." Irham menurunkan Alisa yang sedang berada dalam gendongannya. "Alisa jangan nakal, jaga mama dan adik-adik Alisa dengan baik. Jangan sampai menyusahkan mama.""Iya, Yah," jawab Alisa menurut.Irham mengelus puncak kepala Alisa dengan lembut. Nampak Irham sangat menyayangi putri kecilnya itu."Hati-hati di jalan, Mas. Jangan ngebut-ngebut mengemudinya, aku akan menunggu sampai kamu datang. Jadi tidak usah terlalu buru-buru," ucap Alina sembari meraih tangan Irham dan mencium punggung tangannya."Iya, Sayang
Melisa masih menunduk saat Hanan mulai mendekat ke arahnya. Ardan yang melihat Melisa terus menunduk sedikit heran dengan sikap wanita yang baru saja menjadi istrinya itu."Selamat Mas, atas pernikahannya. Semoga Mas Ardan dan istrinya cepat dikaruniai momongan," ucap Hanan pada Ardan membuat hati Melisa berdenyut nyeri.Ardan sedikit tersentak mendengar ucapan Hanan, dia lupa kalau dia tidak menceritakan pada siapapun tentang kondisi Melisa yang sebenarnya. Dia juga tidak mengatakannya pada Widia, ibu kandung Ardan."Terima kasih, doanya," ucapnya menanggapi Hanan. "Oh iya, Mel. Kenalkan dia suami Dara." Ardan beralih berbicara pada Melisa.Melisa hanya diam tidak mampu mengangkat wajahnya, dia masih takut untuk bertemu Hanan. Dia juga takut jika Ardan sampai mengetahui kalau Hanan lah mantan suami Melisa."Mungkin, Kak Melisa malu jika berkenalan dengan orang baru," ucap Dara memecah keheningan karena Melisa tak kunjung mengangkat wajahnya dan berkenalan dengan Hanan.Hanan yang men
Pov Melisa Aku masih mematung setelah mendengar peringatan dari Mas Hanan. Sungguh aku tidak menyangka Mas Hanan akan berubah sedemikian rupa.Sosok yang dulu bisa membuatku jatuh cinta, kini telah berubah seiring berjalannya waktu. Aku seperti tak mengenali lagi sosok Mas Hanan yang dulu mampu membuatku menggilainya.Hatiku berdenyut nyeri kala Mas Hanan memperlakukanku dengan dingin, bahkan dia juga tidak mau mengakui bahwa kami dulu pernah menikah.Seolah semua yang kami lalui dulu adalah mimpi saja dan tidak pernah terjadi. Aku menyesal telah menghancurkan hidupku demi lelaki seperti Mas Hanan, ternyata dia tidak lebih dari seorang pengecut saja.Akan aku buktikan bahwa bukan hanya Mas Hanan saja yang bisa bahagia, aku pun juga bisa bahagia dengan pernikahanku dengan Mas Ardan.Aku tidak akan lagi mau menangisi masa laluku, aku akan hidup dengan bahagia tanpa mengingat lagi penyesalan yang selama ini membuatku menderita.Sudah cukup semua kesedihan yang telah aku tanggung selama
Hari ini adalah hari yang menurut Ratih sangat sial, niat hati ingin mengambil hati Widia atas pernikahan anak Widia, Ardan, kakak tiri dari menantunya. Tapi semua niatnya tidak jadi tercapai karena istri Ardan ternyata adalah mantan menantunya.Ratih tidak menyangka bahwa Melisa lah yang menjadi pengantin dari Ardan. Dia tidak mengira dunia sesempit ini, padahal belum lama ini dia baru saja bertemu dengan Melisa di sebuah pusat perbelanjaan."Ah, sial sekali aku hari ini. Baru saja bertemu dengan kakak Naya, tapi aku sudah bertemu dengan wanita tak berguna itu!" gerutu Ratih sambil menyesap minumannya.Ratih sedang duduk di pojok gedung sambil menikmati hidangan di acara pernikahan Melisa."Aku harus merencanakan sesuatu untuk kehancuran Melisa, dia tidak boleh lebih bahagia dari Hanan. Aku akan membuat kehidupan rumah tangga Melisa bagaikan di neraka. Aku akan membuatnya menyesal karena telah meninggalkan Hanan." Ratih masih terus bergumam sendiri.Ratih menatap sekeliling ruangan b
"Apa Jeng Widia tidak tertarik dengan apa yang aku ketahui tentang menantumu itu?" tambah Ratih lagi.Widia hanya mengernyitkan kening dengan apa yang ingin disampaikan oleh Ratih. Widia sangat hafal betul bagaimana sifat orang seperti Ratih ini. Di mata Widia, Ratih adalah wanita yang tamak dan gila harta. Hingga tidak perlu Widia hiraukan.Widia selalu enggan untuk sekedar berbincang dengan Ratih karena sudah mengetahui sifat Ratih yang sesungguhnya. Tapi Widia juga penasaran dengan menantunya itu, Widia belum terlalu mengenal Melisa, dia hanya mendengar cerita tentang Melisa dari Ardan.Sejauh yang Widia dengar dari Ardan, Melisa adalah wanita yang tepat untuk dijadikan pendamping putranya itu. Tapi Widia merasa kalau pernikahan yang diminta oleh anaknya itu terkesan buru-buru.Ada sesuatu yang mengganjal di hati Widia tentang Melisa, tapi Widia tidak mau membuat kebahagiaan putranya hancur. Widia sudah berjanji akan memberikan kebahagiaan untuk anak semata wayangnya itu.Semenjak