Home / Rumah Tangga / CAP PELAKOR / Jurang Penderitaan

Share

Jurang Penderitaan

Author: Uci ekaputra
last update Huling Na-update: 2022-08-03 16:58:50

Ardan pun bangkit dengan langkah lunglai, Melisa tahu jika Ardan sedang berperang dengan pikirannya. Jika Melisa menjadi Ardan tentu dia tidak akan mau menjadikan wanita yang tak sempurna dan mempunyai masa lalu yang buruk untuk dijadikan sebagai pendamping hidup.

Dia pasti akan lebih memilih wanita yang bisa memberikannya keturunan dan juga wanita yang baik-baik. Bukan pelakor seperti dirinya.

Melisa pun bangkit melangkah di belakang Ardan, untuk mengantar kepergian Ardan sampai ke teras rumah.

Ardan berbalik melihat Melisa yang berada tepat di ambang pintu. Pandangan mata Ardan sendu, seolah tidak rela menerima kenyataan yang Melisa ungkapkan.

"Saya pergi, Bu. Tolong sampaikan salam saya pada orangtua Ibu Melisa, Assalamu'alaikum," pamit Ardan.

"Wa'alaikumsalam, akan saya sampaikan, Pak," jawab Melisa.

Ardan kembali berbalik dan meneruskan langkah menuju mobilnya, sebelum masuk ke dalam mobil, Ardan kembali menoleh pada Melisa. Sementara Melisa pun segera masuk tanpa menunggu kepergian Ardan.

Melisa tak mau jika menunggu Ardan pergi, dia akan menjadi bimbang dengan keputusannya. Melisa berpikir jika lebih baik hubungan mereka tidak lebih dari hubungan kepala sekolah dan guru saja. Tidak perlu ada hubungan yang lainnya, dia sudah mulai nyaman dengan suasana sekolah, tidak mungkin dia pindah ke sekolah lain.

Apalagi ada Alisa yang membuat Melisa betah di sana, dia tentu tidak akan rela pindah dan berjauhan dengan Alisa. Hati Melisa sudah terpaut untuk Alisa, bagaimana bisa dia melepaskan kebahagiaan yang telah ditemukannya.

"Mana Nak Ardan, Mel?" tanya Imran yang baru saja turun dari tangga dengan sang istri.

"Sudah pulang, Yah," jawab Melisa sambil membereskan gelas-gelas di meja.

"Loh, kok sudah pulang? Lalu bagaimana dengan jawabanmu padanya, Mel?" Kini giliran Meta yang bertanya pada sang putri.

"Melisa sudah menolaknya, Bu," jawab Melisa sembari berjalan akan membawa gelas menuju dapur.

"Berhenti, Mel. Sepertinya kita perlu bicara," ucap Imran menghentikan langkah Melisa.

Sejujurnya Melisa enggan membahas lagi tentang niat Ardan tadi, isi kepalanya sudah penuh. Dia merasa tidak muat lagi jika harus menampung masalah lain lagi.

"Nanti saja, Yah. Melisa sedang ingin istirahat sekarang," sahut Melisa mencoba menghindar.

"Tidak, kita harus segera membicarakan masalah ini. Ayah tidak mau menunda-nunda lagi, ini menyangkut masa depanmu, Mel," tegas Imran.

"Tolonglah, Yah. Aku sungguh sangat capek, jika dipaksakan aku tidak akan bisa," pinta Melisa memelas.

"Biarkan Melisa istirahat dulu, Yah. Nanti setelah makan malam kita bicarakan lagi," ucap Meta sembari mengusap lengan sang suami mencoba memberi pengertian.

Imran diam sejenak nampak berpikir, dia sangat ingin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.

Jika saja Melisa tadi tidak bertemu dengan ibu Hanan tentu saja dia tidak akan menolak berbicara dengan ayahnya itu.

Sekarang Melisa sedang tidak bisa memikirkan apapun lagi. Dia hanya ingin segera merebahkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan mata sejenak.

"Baiklah, kita akan bicara setelah makan malam. Siapkanlah cerita yang harus kamu sampaikan pada kami, Mel," pungkas Imran mulai melangkah pergi meninggalkan Melisa dan juga Meta.

"Maafkan Ayahmu, Mel. Ayah hanya ingin kamu mendapatkan kebahagiaan lagi. Kamu tahu ayahmu sangat menyayangimu bukan, Mel?" tanya Meta mendekat pada sang putri.

"Iya, Bu. Melisa mengerti," jawab Melisa singkat.

"Biar ibu saja yang membawa gelasnya ke dapur, Mel. Kamu istirahat saja, ibu tahu kamu sangat lelah. Mungkin kamu tidak mau cerita, tapi ibu tahu ada sesuatu yang terjadi padamu hari ini, yang membuatmu terluka."

Melisa diam tidak menanggapi ucapan Meta, walaupun tebakan sang ibu benar tapi Melisa tidak mau bercerita tentang hari ini. Dia tidak mau sang ibu bertambah khawatir padanya jika mengetahui kalau dia baru saja bertemu dengan Ratih.

"Ingat, Mel, kamu masih memiliki ayah dan ibu yang sangat menyayangimu, jangan pernah berpikir bahwa kamu sendirian. Kami akan selalu ada untukmu. Sekarang masuklah ke kamar untuk beristirahat," ucap Meta  sembari mengambil alih gelas yang ada di tangan Melisa.

Meta segera berlalu ke dapur membawa gelas, meninggalkan Melisa sendirian yang masih memikirkan setiap ucapan sang ibu. Melisa merasa menjadi anak yang tidak berguna, dia hanya bisa menyusahkan kedua orangtuanya saja.

Melisa segera mengusap air mata yang mulai luruh di pipinya karena terharu memiliki orangtua yang begitu sayang padanya, dia tidak mau ibunya melihat dia menangis.

Melisa bergegas melangkah menuju kamar, untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya. Dia merasa hari ini adalah hari yang sangat panjang baginya.

Setelah tiba di kamar, Melisa langsung merebahkan tubuhnya tanpa berganti pakaian terlebih dahulu. Dia meringkuk di atas kasur memeluk kedua kakinya.

Melisa mencoba memejamkan mata berharap semua yang telah dia lalui hanyalah mimpi bukan kenyataan. Dan Melisa berharap semoga saja yang dia ingat setelah bangun hanyalah tawa polos dari Alisa.

Melisa menyesal telah membuat Alisa berada dalam bahaya hanya karena memikirkan semua perkataan Ratih, sang mantan mertua.. Harusnya dia tidak membawa-bawa masalahnya  jika sedang bersama dengan Alisa.

Padahal waktu yang mereka berdua habiskan sangatlah singkat, tapi Melisa malah menyianyiakannya dan malah memikirkan pertemuannya dengan Ratih.

Besok Melisa memutuskan untuk menebus semua kesalahannya pada Alisa. Melisa tersenyum membayangkan wajah bahagia Alisa saat bermain tadi siang.

Melisa iri melihat kehidupan Alina, Alina tidak kekurangan sesuatu apapun. Suami yang menyayanginya, anak yang penurut seperti Alisa serta dua calon anak yang ada dalam kandungannya.

Andaikan saja Melisa juga bisa memiliki kehidupan seperti Alina tentu dia akan sangat bahagia sekali. Tapi memang Alina pantas mendapatkan kehidupan seperti itu.

Alina adalan orang yang baik bukan orang jahat sepertinya yang tega menghancurkan rumah tangga wanita lain. Melisa pun berpikir dia pantas memiliki kehidupan yang jauh dari kebahagiaan karena dia telah menghancurkan kebahagiaan wanita lainnya.

Setiap perbuatan pasti akan menerima ganjarannya, kini Melisa telah menuai karma karena perbuatannya di masa lalu. Dia harus ikhlas menjalaninya karena memang ini semua karena ulahnya sendiri yang begitu egois ingin mendapatkan cinta dari orang yang sudah lama mencuri hatinya.

Bodohnya Melisa yang tidak memikirkan akibat dari keegoisannya dulu, jika saja dia mampu berpikir jernih tentu dia tidak akan terperosok dalam jurang penderitaan yang tak pernah berakhir seperti ini.

Melisa tidak tahu sampai kapan dia akan terjebak dalam jurang penderitaan seperti ini, akankah selamanya dia akan tetap berada di sana ataukah dia masih memiliki harapan untuk keluar dari jurang tersebut?

Melisa hanya bisa mengikuti jalan yang sudah ditakdirkan untuknya. Tapi dia juga akan tetap berusaha berbenah diri, mencoba menebus semua dosa-dosa yang telah dia lakukan di masa lalu.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • CAP PELAKOR   Akhir

    "Maaf, saya tidak sengaja." Naya menunduk membantu seorang wanita yang sedang memungut barang belanjaannya yang berserakan."Tidak apa-apa, saya juga tidak melihat jalan dengan benar," sahut Dara, wanita yang ditabrak oleh Naya. Dia masih fokus mengumpulkan barang-barangnya yang jatuh.Setelah selesai mengumpulkan barang-barang tersebut, Naya menyerahkannya kepada Dara yang masih menunduk."Terima kasih banyak." Dara mendongak melihat Naya, netranya langsung membulat begitu melihat Naya lah yang ada di hadapannya. Bibir Dara seolah kelu, dari dulu dia ingin sekali bertemu dengan Naya, akhirnya setelah sekian lama, Dara diberi kesempatan untuk bertemu dengan Naya tanpa terduga-duga."Sama-sama," ucap Naya sembari tersenyum teduh. "Maaf, apakah ada yang terluka?" tanya Naya.Dara masih membeku, dia belum bisa berkata-kata karena terkejut melihat Naya. Dara masih mematung memandang Naya takjub."Maaf, apakah benar ada yang sakit? Kenapa Mbak diam saja?" tanya Naya lagi sembari menggoyang

  • CAP PELAKOR   Hilangnya Cap Pelakor

    "Hai, Mel. Apa kabarmu?" tanya Naya sembari tersenyum. Kemudian dia menunduk diam sejenak, kelopak matanya mulai mengembun, dirasakannya usapan lembut di punggungnya.Naya menoleh, melihat Alisa yang sudah beranjak remaja. Tidak terasa lima tahun berlalu begitu cepat sejak kepergian Melisa. Operasi pencangkokan jantung Alina berjalan dengan lancar, Alina sudah sehat kembali dengan jantung baru dari Melisa. Bahkan anak-anaknya sudah tumbuh dengan sehat.Naya dan juga keluarganya tidak bisa melupakan jasa Melisa, mereka rutin mengunjungi makam Melisa di setiap tanggal kepergiannya.Masih teringat dengan jelas betapa sedihnya mereka saat Melisa pergi untuk selamanya dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan Alina. Sungguh jasa Melisa sangat berharga untuk semua orang, terlebih untuk Irham dan juga keluarganya.Bahkan Irham sempat menurunkan egonya untuk berterima kasih dan meminta maaf kepada Melisa, Naya yang menyaksikan adegan tersebut menangis terharu atas sikap Irham tersebut. Nay

  • CAP PELAKOR   Keputusan Irham

    "Apakah masih belum ada keputusan dari Bang Irham, Nay?" tanya Alan kepada Naya yang sedang bersiap untuk ke rumah sakit.Naya menggeleng lesu menanggapi pertanyaan sang suami. Abangnya itu sangat keras kepala. Padahal Melisa tidak punya waktu banyak, keadaannya sudah semakin memburuk. Jika Abangnya belum juga memberikan keputusan, Naya takut jika Melisa tidak bisa bertahan lagi dan Alina tidak mempunyai donor untuk jantungnya lagi.Sejak sadar pertama kali, Melisa sudah tidak pernah bangun lagi. Kehidupannya hanya bergantung pada alat-alat rumah sakit. Ardan masih ingin mempertahankan nyawa sang istri sampai Irham memberikan keputusannya.Ardan sudah rela jika sang istri memiliki keinginan untuk memberikan jantungnya pada Alina. Dia sudah ikhlas jika memang keinginan terakhir Melisa seperti itu."Kita tunggu saja, Nay. Mungkin Bang Irham masih bimbang," tambah Alan."Mau ditunggu sampai kapan, Mas? Bang Irham itu keras kepala, tidak tahu sampai kapan pikirannya itu akan berubah," sah

  • CAP PELAKOR   Kesedihan Ratih

    Ratih mengerjapkan matanya pelan, netranya bergerak ke sana kemari pelan. Memandang ruangan yang serba putih dengan aroma obat-obatan yang sangat kuat. Ratih melihat Dara yang tertidur dengan posisi membungkuk, tangan Ratih kaku ketika digerakkan untuk meraih Dara yang sedang tertidur di samping ranjangnya.Bibir Ratih bergerak tanpa suara memanggil Dara, tenggorokan Ratih terasa kering, dia ingin meminta minum pada Dara."Ra ... Da ... Ra," panggil Ratih dengan suara lirih.Dara tidak merespon panggilan Ratih, dia masih pulas tertidur. Dara kecapekan karena harus mondar mandir mengurus Ratih dan juga Hanan.Ratih pun menggerakkan tangannya dengan paksa untuk meraih Dara, walaupun tenaganya masih lemah, dia harus membangunkan Dara.Dara yang merasakan pergerakan Ratih akhirnya terbangun, "Ibu ... Ibu sudah bangun?" Dara segera bangkit dari duduknya dengan mata yang berbinar."Mi-num ...," lirih Ratih.Dara bergegas mengambilkan Ratih air putih dan membantu Ratih untuk meminumnya. Dara

  • CAP PELAKOR   Penolakan Irham

    "Apa? Apa maksudmu, Nay?" Irham meninggikan suaranya. Dia sedang berbicara dengan Naya di depan ruang rawat Alina."Bang, tolong jangan egois. Abang tahu sendiri kondisi Mbak Alina seperti apa. Sudah lama Mbak Alina belum juga menemukan donor untuk jantungnya, kini setelah ada yang mendonorkan jantungnya untuk Mbak Alina, kenapa Abang menolaknya mentah-mentah?"Naya sudah memberi tahu Irham tentang permintaan Melisa yang ingin mendonorkan jantungnya untuk Alina. Tetapi Irham terlihat menolak permintaan Melisa."Tapi kenapa harus jantung wanita pelakor itu, Nay? Kenapa tidak dari yang lain saja?" lirih Irham."Kita tidak punya pilihan lain, Bang. Jika saja kita masih mempunyai pilihan lain lagi, tentu Abang bisa memilih sesuka hati Abang," sahut Naya menatap sendu Irham."Aku tidak bisa, Nay. Aku tidak mau Alina memiliki bagian tubuh dari wanita itu. Aku tidak bisa menerimanya, hatiku tidak bisa, Nay." Irham masih bersikeras menolak.Naya menggelengkan kepala melihat sifat keras kepala

  • CAP PELAKOR   Tugas Melisa

    Tidak terasa sudah satu minggu semenjak Hanan meninggal, Melisa belum juga sadarkan diri. Ardan selalu berada di samping Melisa, dia tidak pernah meninggalkan Melisa barang sejenak.Naya juga mengunjungi Melisa setiap hari, dia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk Melisa walau hanya sebentar saja. Ardan dan juga Naya sudah tak lagi saling berkata tajam, mereka sudah saling bermaafan. Naya yang lebih dulu meminta maaf pada Ardan karena berbicara kasar padanya. Naya hanya ingin Ardan sadar tentang kesalahannya saja, dia tidak bermaksud melukai perasaan Ardan.Dan Ardan pun juga sebaliknya, dia juga meminta maaf atas perilaku tidak menyenangkan yang dilakukannya pada Naya.Hari ini Naya datang lagi menjenguk Melisa, tapi dia tidak sendirian. Alisa ikut bersama dengannya melihat kondisi Melisa. Naya pikir tidak mengapa jika Alisa ingin ikut dengannya, mungkin saja dengan kedatangan Alisa, Melisa bisa sadarkan diri.Naya sangat berharap Melisa bisa membuka matanya lagi. Dia ingin Meli

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status