Ardan pun bangkit dengan langkah lunglai, Melisa tahu jika Ardan sedang berperang dengan pikirannya. Jika Melisa menjadi Ardan tentu dia tidak akan mau menjadikan wanita yang tak sempurna dan mempunyai masa lalu yang buruk untuk dijadikan sebagai pendamping hidup.Dia pasti akan lebih memilih wanita yang bisa memberikannya keturunan dan juga wanita yang baik-baik. Bukan pelakor seperti dirinya.Melisa pun bangkit melangkah di belakang Ardan, untuk mengantar kepergian Ardan sampai ke teras rumah.Ardan berbalik melihat Melisa yang berada tepat di ambang pintu. Pandangan mata Ardan sendu, seolah tidak rela menerima kenyataan yang Melisa ungkapkan."Saya pergi, Bu. Tolong sampaikan salam saya pada orangtua Ibu Melisa, Assalamu'alaikum," pamit Ardan."Wa'alaikumsalam, akan saya sampaikan, Pak," jawab Melisa.Ardan kembali berbalik dan meneruskan langkah menuju mobilnya, sebelum masuk ke dalam mobil, Ardan kembali menoleh pada Melisa. Sementara Melisa pun segera masuk tanpa menunggu keperg
Melisa merasa enggan untuk makan malam hari ini, tapi dia sudah janji dengan ayah dan ibunya untuk menjelaskan semuanya. "Bolehkah aku tidur saja tanpa ikut makan malam sehari ini saja?" batin Melisa.Melisa menghela nafas kasar, dia mencoba memantapkan hati untuk menghadapi kedua orangtuanya. Melisa bangkit dari ranjang melangkah menuju pintu untuk keluar dari kamar.Melisa merasa langkahnya begitu berat saat dia sudah melewati pintu kamar, rasanya dia seperti melangkah menuju tempat penghakiman saja. Melisa menuruni tangga dengan perlahan menuju dapur.Saat sampai di dapur dia melihat kedua orangtuanya sudah duduk di kursinya masing-masing. Melisa mendengar mereka terlibat dengan pembicaraan tentangnya. Mereka sedang membahas tentang kedatangan Ardan tadi siang.Melisa berjalan mendekat pada ayah dan ibunya, lalu dia pun bergabung bersama mereka di meja makan. Melisa duduk berhadapan dengan sang ayah, setelah kedatangannya, tetapi mereka diam seribu bahasa. Mereka pun mulai menyant
Melisa bangun dari pembaringan dengan malas, setelah selesai sholat Subuh dia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang, dia merasa enggan sekali untuk pergi ke sekolah. Melisa tidak ingin bertemu dengan Ardan di sekolah.Melisa tidak enak hati jika harus bertemu dengan Ardan, belum lagi dia juga harus menepati janjinya pada Imran. Melisa harus bertanya pada Ardan tentang keputusannya, apakah Ardan ingin meneruskan niatnya atau tidak.Melisa enggan sekali bertatap muka dengan Ardan dalam waktu dekat ini. Tapi dia tidak boleh menunda-nunda untuk menyelesaikan masalah ini, supaya sang ayah tidak perlu menghubungi Ardan.Melisa ingin kembali menjalani hari-harinya dengan tenang lagi. Dan dia juga berharap tidak perlu lagi bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya. Cukup kemarin saja dia bertemu dengan ibu Hanan, jika bertemu lagi, dia tentu akan kembali mengingat-ingat masa yang suram dulu.Tok ... tok.Suara pintu kamar diketuk, Melisa segera bangkit dari ranjang dan melangkah untuk
"Apa maksud Bapak meneruskan niat untuk mengkhitbahku?" tanya Melisa begitu dia berada dalam satu mobil dengan Ardan untuk berangkat ke sekolah."Saya tidak ada maksud apa-apa, saya hanya ingin tetap menjadikan Ibu sebagai pendamping saya," jawab Ardan.Melisa tidak bisa melihat ekspresi Ardan ketika menjawab pertanyaannya. Walaupun mereka berada di dalam satu mobil tetapi Melisa duduk di kursi belakang. Dia tidak mau duduk di samping Ardan karena mereka memang belum mempunyai hubungan apa-apa.Sesungguhnya Melisa tadi juga ingin membawa mobil sendiri, tetapi Imran memaksanya untuk ikut dengan mobil Ardan saja. Mau tidak mau pun akhirnya Melisa ikut dengan Ardan."Tolong jangan bercanda, Pak. Bukankah kemarin saya sudah mengatakan semua tentang saya pada Pak Ardan?""Saya tidak bercanda, bahkan saya sudah yakin ingin secepatnya menghalalkan Bu Melisa," jelas Ardan membuat Melisa terkejut."Jangan mempermainkan saya, Pak. Saya tahu setiap orang yang mengetahui masa lalu saya, pasti aka
Tak terasa hari ini Melisa kembali menikah lagi, dua minggu yang lalu dia menerima pinangan Ardan. Wajah orangtua Melisa berbinar bahagia ketika Melisa mengatakan kalau dia menerima Ardan.Melisa mencoba mengalah menerima pinangan Ardan, untuk kebahagiaan ayah dan ibunya. Dia mencoba peruntungannya dengan menerima Ardan. Berharap Ardan menjadi jodoh terakhirnya.Pernikahan mereka dilakukan dua minggu setelah Melisa menerima Ardan. Memang sangat terkesan buru-buru, tapi itu semua keinginan Ardan.Acara ijab kabul, sudah dilaksanakan sejak pukul delapan pagi tadi, Melisa akhirnya sudah resmi menjadi istri Ardan. Acara pernikahan mereka tidaklah mewah, mereka hanya mengundang keluarga dekat saja. Melisa pun hanya mengundang Alina sekeluarga, mengingat dia sudah tidak punya teman lain lagi.Dia sangat berharap Alina bersedia datang ke pernikahannya. Melisa juga sudah rindu sekali dengan Alisa, sudah satu minggu dia tidak bertemu dengannya karena sibuk mempersiapkan acara pernikahannya.M
Pertemuan Irham dan Ratih "Maaf aku tidak bisa menemanimu, Sayang," ucap Irham kepada Alina di depan pintu masuk gedung."Tidak apa-apa, Mas. Naya lebih penting, kasihan dia kecapekan jika harus naik taxi. Apalagi adik Aryan sedang aktif-aktifnya," sahut Alina."Ya sudah kalau begitu kamu masuk dulu, Al. Aku akan pergi jika kamu dan Alisa sudah masuk ke dalam. Jaga diri baik-baik, jangan terlalu banyak berdiri di sana nanti. Aku akan menjemputmu jika sudah mengantar Naya ke rumah." Irham menurunkan Alisa yang sedang berada dalam gendongannya. "Alisa jangan nakal, jaga mama dan adik-adik Alisa dengan baik. Jangan sampai menyusahkan mama.""Iya, Yah," jawab Alisa menurut.Irham mengelus puncak kepala Alisa dengan lembut. Nampak Irham sangat menyayangi putri kecilnya itu."Hati-hati di jalan, Mas. Jangan ngebut-ngebut mengemudinya, aku akan menunggu sampai kamu datang. Jadi tidak usah terlalu buru-buru," ucap Alina sembari meraih tangan Irham dan mencium punggung tangannya."Iya, Sayang
Melisa masih menunduk saat Hanan mulai mendekat ke arahnya. Ardan yang melihat Melisa terus menunduk sedikit heran dengan sikap wanita yang baru saja menjadi istrinya itu."Selamat Mas, atas pernikahannya. Semoga Mas Ardan dan istrinya cepat dikaruniai momongan," ucap Hanan pada Ardan membuat hati Melisa berdenyut nyeri.Ardan sedikit tersentak mendengar ucapan Hanan, dia lupa kalau dia tidak menceritakan pada siapapun tentang kondisi Melisa yang sebenarnya. Dia juga tidak mengatakannya pada Widia, ibu kandung Ardan."Terima kasih, doanya," ucapnya menanggapi Hanan. "Oh iya, Mel. Kenalkan dia suami Dara." Ardan beralih berbicara pada Melisa.Melisa hanya diam tidak mampu mengangkat wajahnya, dia masih takut untuk bertemu Hanan. Dia juga takut jika Ardan sampai mengetahui kalau Hanan lah mantan suami Melisa."Mungkin, Kak Melisa malu jika berkenalan dengan orang baru," ucap Dara memecah keheningan karena Melisa tak kunjung mengangkat wajahnya dan berkenalan dengan Hanan.Hanan yang men
Pov Melisa Aku masih mematung setelah mendengar peringatan dari Mas Hanan. Sungguh aku tidak menyangka Mas Hanan akan berubah sedemikian rupa.Sosok yang dulu bisa membuatku jatuh cinta, kini telah berubah seiring berjalannya waktu. Aku seperti tak mengenali lagi sosok Mas Hanan yang dulu mampu membuatku menggilainya.Hatiku berdenyut nyeri kala Mas Hanan memperlakukanku dengan dingin, bahkan dia juga tidak mau mengakui bahwa kami dulu pernah menikah.Seolah semua yang kami lalui dulu adalah mimpi saja dan tidak pernah terjadi. Aku menyesal telah menghancurkan hidupku demi lelaki seperti Mas Hanan, ternyata dia tidak lebih dari seorang pengecut saja.Akan aku buktikan bahwa bukan hanya Mas Hanan saja yang bisa bahagia, aku pun juga bisa bahagia dengan pernikahanku dengan Mas Ardan.Aku tidak akan lagi mau menangisi masa laluku, aku akan hidup dengan bahagia tanpa mengingat lagi penyesalan yang selama ini membuatku menderita.Sudah cukup semua kesedihan yang telah aku tanggung selama