Share

Damian Swift

Semesta tolong telan aku.

Rasanya aku ingin mati saja. Aku merasa ternoda. Aku meringis. Merutuki nasib sendiri dalam hati. Bagaimana bisa aku sesial ini. 

Mau tau yang lebih parah? Ternyata kejadian ini di perhatikan oleh seorang kakek. Suara deheman membuatku terduduk. Aku masih harus mengumpulkan kesadaran. 

"Kakek, ini tidak seperti yang terlihat. Ini semua adalah ketidaksengajaan." Suara Pak Archer terdengar frustasi. Tapi kakek itu bahkan tidak melirik bahkan sedikitpun padanya.

Aku masih setia di lantai yang beralaskan karpet. Hei, karpet ini lembut. Aku terduduk dengan kepala menunduk. Sebisa mungkin berusaha menyembunyikan wajahku.

Aku bisa merasakan kecemasan dari Pak Archer yang mondar-mandir tidak jelas di ruangan ini. Ia ingin menjelaskan namun sang kakek memaksanya untuk diam.

Sang kakek menunduk dan mengulurkan tangannya, ia hendak membantuku berdiri. Tatapannya tulus, jadi tanpa sadar aku menyambut jemarinya. Dan kakek itu cukup kuat untuk membantuku berdiri dan mengarahkan untuk duduk di sofa panjang yang lembut, ia berada tepat di sampingku.

Ada seseorang berjas hitam yang berdiri di depan pintu. Sedangkan Pak Archer berdiri gelisah di samping mejanya. Saat ini ia sedang menatapku tajam, tapi aku mengabaikannya dan berpura-pura tidak tahu.

"Nak, jangan takut. Kakek tidak akan melarang hubungan kalian. Kakek hanya ingin tahu tentang kamu saja. Kakek tidak menyangka bahwa ternyata cucu kakek ini sudah memiliki kekasih."

"Tidak kakek. Tidak seperti itu." Suara Pak Archer terdengar frustasi. Aku masih berusaha untuk mencerna setiap kata dan kalimat dari pria paruh bayah ini.

Kakek ini, aku tidak tahu dia siapa tapi yang jelas dia pasti memiliki pengaruh karena Pak Archer bahkan tidak bisa membantah setiap perkataannya. 

"Sssttt. Diam kamu. Aku sedang berbicara dengan calon cucu menantuku." Aku membatu mendengar pernyataan sepihak itu. Dan Pak Archer terlihah frustasi. Ingin menjelaskan namun kakeknya tidak memberikan kesempatan.

Dalam hati aku bersorak, setidaknya pria kejam itu bisa merasakan apa yang aku rasakan. Tidak di percaya memang menyakitkan, namun tidak di dengarkan rasanya seperti sekarat karena seribu luka. 

Tapi apa kata kakek ini tadi? Cucu menantu? Sejak kapan?

Aku yakin saat ini wajahku sudah menunjukkan ketidaktahuan yang nyata namun sepertinya tidak di hiraukan oleh pria tua yang tersenyum bahagia. Dan aku terlalu lemah dengan hal yang seperti ini, sungguh, aku tidak ingin menghancurkan kebahagiaan sang kakek.

Namun kebenaran harus terungkap entah itu menyakitkan atau tidak.

Aku berdehem, mencari suaraku yang ku pikir sudah di ambil Ursula seperti dalam cerita The Mermaid. Tapi aku masih bersuara.

"Jadi..."

"Jadi kapan kalian akan menikah?" Kakek bertanya dengan gembira. 

Dan aku tidak bisa melanjutkan penjelasanku karena binar di matanya membuatku ingin mengabulkan permintaannya, apapun itu. 

Terkutuklah kau Alina Allison karena lemah terhadap permintaan orang yang lebih tua.

"Kakek, kakek. Tunggu. Biar saya jelaskan." Ini harus diluruskan agar tidak ada kesalahpahaman yang merugikan semua pihak.

"Saya tidak ada hubungan sama sekali dengan Pak Archer. Saya hanya seorang cleaning service yang tidak beruntung dan di pecat oleh Pak Archer dan sedang memohon untuk di pekerjakan lagi karena saya butuh uang untuk bertahan hidup."

Satu tarikan napas, aku berkata seperti itu dalam satu tarikan napas. Dan di sambut dengan kerutan marah dari pria tua ini.

"Hah, kalau begitu adegan tidak senonoh apa yang tadi saya lihat?" 

"Saya tidak sengaja terjatuh dengan posisi yang merugikan saya. Saya pun kesal kakek karena wajah saya sudah ternodai." Kali ini aku tidak bisa menahan air mataku yang mengalir bagai rintik hujan.

Sang kakek mengambil tisu dan menyerahkannya padaku. Nyatanya perkataanku berhasil membuatnya tertawa. Apakah ini yang di maksud dengan tertawa di atas penderitaan orang lain? Kali ini aku menjadi orang yang menderita.

"Kalau begitu, nak. Saya ingin menawarkan pekerjaan." Oh, ini adalah sesuatu yang menggiurkan dan air mataku berhenti seketika. Tidak bisa di pungkiri sekarang jantungku berdetak lebih kencang.

Aku merasa senang dan tidak sabar dengan pekerjaan yang ingin ditawarkan kakek ini. Tapi tidak bisa di pungkiri, aku juga ketakutan dengan senyuman kakek ini. Senyuman yang seolah memiliki maksud tersembunyi.

"Pekerjaan apa, kek?” Dalam hati aku menaikan doa agar pekerjaan yang ditawarkan bukanlah menjadi seorang pembunuh.

"Bagaimana dengan menjadi pekerja di rumah kami? Kebetulan salah satu asisten rumah tangga kami harus pulang ke kampung karena akan menikah. Tidak masalah, kan, bagimu untuk menjadi seorang pekerja rumah tangga?" 

Aku mengangguk mantap. Oh, bersih-bersih adalah hobiku. Tentunya ini tidak akan menjadi masalah sama sekali.

"Gajinya berapa kakek?" Aku bersemangat dan memang pada dasarnya aku tidak tahu malu jadi langsung menanyakan bayaranku.

"Dua kali lipat dari pekerjaanmu sebagai cleaning service di sini." Itu angka yang fantastis dan tentu saja aku tidak akan menolaknya. Aku bertepuk tangan gembira. 

"Tapi kamu harus tinggal di rumah kami dan tugas kamu adalah mengurus Archer untuk memenuhi semua kebutuhannya. Mulai dari menyiapkan pakaiannya untuk bekerja dan di rumah, menyiapkan sarapan dan vitamin, mengingatkannya untuk hadir tepat waktu saat makan malam bersama. Intinya adalah tugasmu berkaitan dengan kegiatan Archer yang berkaitan dengan pertemuan keluarga. Bagaimana?"

Pekerjaan itu akan sangat muda untuk dilakukan jika tidak melibatkan pria iblis seperti Pak Archer. Aku menelan ludah kasar. Sesungguhnya itu sangat menggiurkan karena kapan lagi aku bisa mendapatkan gaji besar?

Tapi aku sungguh tidak ingin mengambil keputusan dengan terburu-buru.

“Ijinkan saya untuk memikirkan dulu, kek.” Kakek itu menghela napas panjang.

“Baiklah, nak. Kakek akan memberikanmu waktu selama dua hari. Apakah itu cukup?”

Tidak.

Tapi pikiran itu aku telan. Aku menganggukkan kepala.

“Cukup, kek.” Aku tersenyum. Namun sedetik kemudian aku merinding melihat tatapan tajam dari Pak Archer.

Jika tatapan bisa membunuh, mungkin aku sudah terkapar tak bernyawa. Aku mengalihkan pandangan, memilih untuk mengambil kembali cupcake dari lantai.

“Oh, apakah ini kue buatanmu sendiri?”

 “Benar, kek. Tapi sayang, kue ini sudah tidak bisa dimakan.”

Aku menghela napas panjang.

“Jika ada kesempatan, aku akan membuatkan cupcake untuk kakek.”

Kakek itu tersenyum. Aku menyadari satu hal. Ya ampun, aku sama sekali tidak tahu nama kakek ini.

Aku tersenyum malu-malu lalu bertanya.

“Mohon maaf, kek. Nama kakek siapa, ya?”

“Oh, benar. Kita belum kenalan sama sekali, kan?”

Aku mengangguk bersemangat. Aku mengulurkan tangan dan dibalas hangat oleh kakek itu.

“Nama saya Nawila Allison.”

“Saya Damian Swift.”

Seketika aku kaku seperti tersambar petir.

Damian Swift. Nama itu sama sekali tidak asing. Nama itu selalu muncul di setiap baliho dan spanduk yang terpasang di jalanan.

Baru ku sadari bahwa orang dihadapanku ini adalah pemilik saham terbesar di Swift Enterprise.  Ia adalah orang terhormat dan di hargai oleh para pebisnis dan ia menjadi tokoh panutan.

Apakah Dewi Fortuna sedang memihakku sekarang atau Algea yang menghampiriku.

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status