“Aku tidak tahu dia akan mampir kesini. Bukankah dia baru tiba?” Pak Ardy mengangguk.
“Benar, Tuan Muda. Dari bandara Nona Felicia langsung menuju ke sini.” Archer memakai jam tanganya.
Sungguh aku sangat penasaran dengan perempuan bernama Felicia ini. Aku menahan diri untuk tidak bersuara, untuk tidak heboh dan mulai bertanya pada Pak Ardy.
Setidaknya sampai kami keluar dari kamar ini dan Archer menghilang ke ruangan makan. Salah satu pekerjaanku memang menyiapkan sarapan untuk Archer namun untuk hari ini aku bisa bersantai sejenak karena ia akan sarapan bersama Kakek Damian juga bersama Felicia.
Aku memasuki dapur. Suasana nampak lengang, hanya ada beberapa orang berpakaian putih lengkap dengan celemek yang sedang memotong buah-buahan. Aku mendekati salah satu dari mereka.
“Hey, Abel. Gimana kabarmu?” Abel adalah seorang pria berusia 25 tahun. Seumuran denganku. Wajahnya manis dengan tahi lalat di bawah matanya.
“Baik, Alina. Gimana Tuan Muda Archer?” Inilah yang membuatku sedikit kesal. Jika melihatku, ia selalu bertanya tentang pria iblis itu.
“Ya, baik-baik aja.” Aku mengendikkan bahu dan mengambil sepotong apel. Untungnya Abel tidak protes.
“Biasanya kamu selalu membuat masalah. Hari ini tidak?” Aku mengernyit. Sedikit kesal dengan pernyataan itu, walaupun ada benarnya.
“Hah, hari ini aku tidak terlalu banyak berinteraksi dengan si Iblis.” Saat mengatakan kata iblis aku memelankan suara. Tidak ingin yang lain mendengar panggilan khusus itu untuk Tuan Muda Archer mereka.
Abel terkikik pelan, “cukuplah dengan panggilanmu itu, Alina.” Aku hanya bisa tersenyum sinis. Abel adalah seorang teman yang baik, mungkin karena kami seumuran sehingga aku nyaman jika bercerita dengannya.
“Eh, tapi hari ini ada tamu, ya?” Aku sedikit memancing Abel, ingin mendengar berita hangat tentang seorang perempuan yang menjadi pusat perhatian Archer pagi ini.
“Oh, Nona Felicia?” Aku mengangguk semangat meskipun tidak terlihat oleh Abel yang sibuk memasukkan potongan buah ke dalam blender.
“Nona Felicia adalah tunangan Tuan Muda Archer!” Aku ternganga mendengar itu.
Hah? Seriusan?
“Terus kapan nikahnya?” Abel terlihat berpikir sebentar. Lalu menggelengkan kepalanya.
“Tidak tahu.” Ia menjawab datar. Aku sedikit mencibir karena informasi yang sangat tidak memuaskan itu.
“Sudahlah, sekarang tugasmu adalah mengantar jus ini pada Nona Felicia.” Aku mengernyit.
“Loh, kok aku sih?” Abel mengangguk. Ia menyerahkan nampan dengan lapisan emas yang mewah.
“Tugaskan hanya mengurus Tuan Muda Archer.” Aku masih belum mau menerima nampan itu.
“Sekarang tugasmu adalah membantuku, please. Aku harus mengupas kentang.” Wajahnya memelas. Seperti anak anjing yang minta makan. Aku tidak tega.
Aku menghembuskan napas pasrah, lalu melangkah perlahan menuju ke ruang makan. Suasana sedikit ramai. Namun baru kali ini aku melihat seorang perempuan yang begitu cantik.
Kulitnya seperti porselen, rambutnya panjang dan sedikit bergelombang. Hidungnya kecil dan mancung. Aku hanya bisa melirik sedikit saat menaruh gelas berisi jus apel di samping perempuan itu.
Dan tawanya begitu renyah. Entah apa yang mereka perbincangkan, aku tidak terlalu peduli, yang penting sekarang adalah aku harus segera pergi dari sini. Mungkin aku bisa melanjutkan membaca w*****n atau membaca novel.
“Nona Alina.” Namun panggilan Kakek Damian menghentikan langkahku.
“Ya, Kakek?” Aku menatapnya bingung.
“Kemari sebentar.” Aku melangkah mendekatinya.
“Ini, perkenalkan. Tunangan Archer, namanya Nona Felicia.” Aku membungkuk untuk memberinya salam.
“Nona Felicia, ini adalah asisten pribadi Archer di rumah.” Kakek Damien tersenyum senang. Aku ikut tersenyum. Namun perempuan cantik itu melihatkan dari atas sampai ke bawah, seolah sedang menilai sesuatu lalu ia tersenyum.
Entah mengapa aku risih dengan senyuman yang seolah seperti meremehkanku. Aku menelan ludah kasar menahan diri untuk tidak membalas senyumannya dengan senyuman sinis. Mataku melirik Archer, ia menatapku tajam.
Aku terkejut karena tidak menyangka ia sedang memperhatikanku.
“Kalau begitu saya permisi.” Aku membungkuk lagi lalu berlalu dari hadapan mereka. Aku melangkah cepat dan segera masuk ke dapur. Tidak ada lagi urusan yang terlalu penting untukku tetap di ruangan itu.
Aku kembali pada Abel. Ia sudah menyiapkan secangkir kopi untukku, punyanya adalah segelas susu coklat. Sungguh, aku tidak ingin menghakiminya namun melihat pria dewasa masih mengagumi susu membuatku shik shak shok.
Abel bahkan langsung pusing jika meminum kopi ini membuatku tidak percaya namun harus tetap menerima kenyataan.
Tapi, ya sudahlah. Setiap orang memiliki preferensi dan keunikannya sendiri. Misalnya aku yang tidak menyukai makanan manis, namun suka makanan gurih.
Aku menyesap perlahan kopi pahit yang nikmat. Pahit ini akan selalu mengingatkanku akan hidup. Hidupku terlalu banyak dramanya. Ada beberapa roti dan kue manis yang tertata rapi di meja kecil. Aku tidak tertarik.
Jadi aku masih menyesap dalam diam. Pak Ardy masuk dengan tergesa ke dapur, ia mencariku. Wajahnya terlihat gusar. Aku mengernyitkan kening.
Ini ada apa lagi sih?
Perasaanku tidak enak.
“Nona Alina.” Pak Ardy terdiam sejenak. Ia terlihat berpikir, mungkin ia mencari cara terbaik untuk mengatakan, mungkin, berita buruk untukku.
“Ya?” Aku menatapnya dengan pasti seolah memberikannya keberanian untuk mengungkapkan hal apapun itu.
“Begini, Nona perlu untuk mendampingi Tuan Muda Archer dalam perjalanan bisnisnya ke Dubai.” Bagai di sambar petir siang bolong, aku ternganga mendengar kalimat itu.
Aku bisa merasakan degub jantung yang berpacu lebih kencang, hanya satu kata yang bisa aku keluarkan dari mulut ini.
“Apa?”
*
Jadi, disinilah aku sekarang. Sedang mempersiapkan jas untuk Archer. Kami baru saja tiba di hotel. Hotel yang sangat mewah. Ini pertama kalinya aku keluar negeri, tidak menyangkan bahwa Pak Ardy mengurus passport, visa, tiket sampai dengan penginapan dengan begitu cepat.
Aku bahkan tidak sempat untuk menyatakan protes.
Tapi nasi sudah menjadi bubuy bulan. Tidak, itu hanya sarkasku saja. Menjadi seorang Asisten Pribadi dari Keluarga Kaya Raya membuatmu harus sedia setiap saat.
Oh, aku jadi teringat salah satu iklan deodoran yang cukup terkenal. Tapi aku tidak pernah cocok memakai deodoran apapun.
Jadi aku lebih memilih memakai bedak bayi. Bedak bayi selalu bisa diandalkan untuk ketiak sekaligus untuk wajah. Cocok di kulitku dan bersahabat dengan dompetku yang ringan.
Aku masih memilah pakaian dari koper. Lihatlah barang-barang bermerk ini. Aku berdecak, sesungguhnya sedikit merasa iri karena pria iblis seperti dia memiliki kehidupan luar biasa.
Terkadang aku merasa Tuhan itu tidak adil, orang yang bekerja keras hidup penuh dengan tekanan sedangkan mereka yang sombong bisa menikmati kemewahan.
Aku menelan ludah kasar, menyudahi pekerjaan ini. Aku sangat ingin menikmati pemandangan di Kota Emas ini. Selama ini aku hanya bisa menikmati dari postingan orang-orang yang berkunjung kesini.
Kali ini, takdir membuatku ingin tertawa.
*
Terkadang ada beberapa orang yang harus kita beri jarak, agar hati kita menjadi nyaman. Biasanya aku selalu memberikan jarak untuk orang yang toxic atau yang membuatku merasa tidak nyaman. Harus ku akui, Sang Iblis sungguh membuatku tidak nyaman. Sangat amat tidak nyaman.Tapi apa daya, aku hanyalah seorang babu. Pembantu. Bahasa kerennya adalah asisten, secara khusus asisten pribadi untuk si Iblis. Aku suka menyematkan kata 'iblis' untuk Archer karena menurutku dia memang iblis.Tapi mari kita abaikan dia sejenak karena aku harus segera menyiapkan pakaian yang akan dikenakan hari ini. Tidak ada hal spesifik, yang dia perlukan adalah kemeja, jas, celana panjang lebar, jam, dasi, kaos kaki, yah, cukup banyak.Aku menaruh pakaian di gantungan, jam tangan di atas etalase, sepatu aku taruh rapi di samping sofa dengan kaos kakinya, lalu aku keluar ruangan. Archer sedang mandi, aku memutuskan ke dapur untuk mengambil sarapan untuk diriku sendiri.Ada Abel dan beberapa karyawan lainnya, aku
Aku akui bahwa sebagai seorang perempuan, aku punya kelakuan yang cukup kasar dan sedikit terlihat maskulin. Cara jalanku tidak seperti perempuan feminin lainnya, suaraku rendah seperti suara laki-laki pada umumnya. Paling parah adalah aku punya kebiasaan untuk bernyanyi di kamar mandi seperti sedang mengadakan konser. Tapi kebiasaan itu sudah tidak aku lakukan selama aku tinggal di mansion keluarga Swift. Aku tidak ingin suaraku membuat telinga semua orang berdarah. Aku cukup tahu diri. Dan aku melihat kesempatan untuk melancarkan aksi melepas stress di dalam kamar hotel, bermodalkan layar televisi yang besar aku kembali mengadakan konser. Aku tidak tahu kapan Archer akan selesai dengan pertemuan pentingnya itu. Pokok utamanya adalah aku harus mengambil kesempatan dalam kesempitan. Hey, oportunitis seperti ku tidak boleh melewatkan kebebasan kecil ini.Lagu dengan genre slow rock berkumandang, mengisi setiap kamar hotel dan aku berteriak mengikuti lirik lagu. Ah, Bon Jovi selalu be
“Aku tidak tahu dia akan mampir kesini. Bukankah dia baru tiba?” Pak Ardy mengangguk.“Benar, Tuan Muda. Dari bandara Nona Felicia langsung menuju ke sini.” Archer memakai jam tanganya.Sungguh aku sangat penasaran dengan perempuan bernama Felicia ini. Aku menahan diri untuk tidak bersuara, untuk tidak heboh dan mulai bertanya pada Pak Ardy.Setidaknya sampai kami keluar dari kamar ini dan Archer menghilang ke ruangan makan. Salah satu pekerjaanku memang menyiapkan sarapan untuk Archer namun untuk hari ini aku bisa bersantai sejenak karena ia akan sarapan bersama Kakek Damian juga bersama Felicia.Aku memasuki dapur. Suasana nampak lengang, hanya ada beberapa orang berpakaian putih lengkap dengan celemek yang sedang memotong buah-buahan. Aku mendekati salah satu dari mereka.“Hey, Abel. Gimana kabarmu?” Abel adalah seorang pria berusia 25 tahun. Seumuran denganku. Wajahnya manis dengan tahi lalat di bawah matanya.“Baik, Alina. Gimana Tuan Muda Archer?” Inilah yang membuatku sedikit ke
Terkadang aku merasa begitu relate dengan lagu dari salah satu penyanyi pop yang sedang naik daun saat ini. Kabarnya penyanyi itu sedang mengadakan tour dunia. Ya, aku tidak peduli sih. Karena tidak ada hubungannya denganku.Ku akui beberapa lagunya memberikan semangat lebih untuk menjalani hari yang berat tapi menghabiskan uang sebanyak itu untuk nonton konsernya, aku harus berpikir seribu kali.Aku selalu bersemangat menjalani hari. Bisa di katakan aku adalah morning person. Dan segelas kopi hangat yang menjadi candu selalu bisa mengantarku untuk melewati hari.Tapi untuk hari ini rasanya, kafein sebanyak apapun sepertinya tidak akan mampu menghilangkan sakit kepalaku. Kejadian kemarin masih segar di ingatan. Setelah Archer mengganti baju dia tidak melanjutkan sarapan dan langsung berangkat ke kantor. Aku di marahi habis-habisan oleh Pak Ardy.Untungnya kesalahanku masih bisa di maafkan dan tidak ada pemotongan gaji atau apapun itu, tidak ada hukuman berarti. Aku bersyukur untuk in
“Hah? Saya, Pak?”Ia mengangguk. Aku melirik tempat tidur besar di tengah kamar.Ada iblis yang pulas dan tugasku adalah membangunkan iblis itu. Aku menelan ludah kasar.Aku melangkah perlahan mendekat. “Bagaimana saya harus membangunkan tuan muda, Pak Ardy?”“Nona harus memanggil tuan muda dengan suara lembut.”Aku segera melakukannya. Namun tidak dengan suara lembut. Aku merasa jijik jika harus memanggilnya dengan lembut.“Tuan Muda Archer!!”Aku berteriak. Dan satu kali panggilan cukup untuk membangunkan pria itu.Ia terduduk dan kebingungan selama beberapa detik.Pak Ardy menahan napas, ia menatap tajam padaku. Namun tidak ku pedulikan. Ah,rasanya bahagia melihat Pak Archer yang kebingungan.“Tuan muda, sudah saatnya anda bersiap.”“Ya?”Sepertinya tuan muda ini belum mengumpulkan nyawa seutuhnya.“Nona Alina siap membantu anda bersiap.
Mungkin karena tidur di tempat baru, aku bangun lebih awal. Masih ada satu jam sebelum alarm di gawai berbunyi. Suasana kamar ini begitu asing.Ada baiknya aku mempersiapkan diri. Sambil bersenandung lagu Until I Think of You.Sang penyanyi, Tori Kelly, adalah salah satu penyanyi favorit. Terkadang aku berandai-andai memiliki suara seindah itu.Mungkin saat ini aku sudah menjadi penyanyi.Tapi mari kita abaikan pikiran itu, karena ketukan terdengar.Ardy Peat terlihat segar di hadapanku.“Selamat pagi Nona Alina.”Aku tersenyum meski pun pria ini tidak menampilkan ekspresi berarti.“Anda sudah siap, Nona?”Aku mengangguk bersemangat.“Sudah Pak Ardy. Saya siap diajak berkeliling.” Ia lalu berjalan terlebih dulu."Baik Nona. Pertama mari ikuti saya.”Langkahnya cepat, sedikit sulit bagiku untuk mengikuti ritme pria ini.Ckckckck. Kenapa kakimu pendek sih, Alina?Kami memasuki sebuah ruangan. Ada Kakek Damian yang duduk sambil menikmati sarapan pagi.Dilihat dari meja yang lebar, dan kursi yan