[Kenapa ada cowok di sebelahku?]Gista membuka mata dan syok berat. Biasanya dia bangun sendirian. Kini ada seorang …. “AKASH?” Gista langsung menutup mulut. Dia berbalik pelan, berusaha tidak menimbulkan suara, dan kejutan kedua datang.Selimutnya melorot setengah dada. Mata Gista melotot saat menyadari dadanya menyembul keluar. Tak ada pakaian. Hanya selimut yang menutup tubuh.Dan saat itulah, matanya menangkap baju-baju berserakan di lantai. Jantung Gista berdentum kencang.“Sudah bangun?”Tangan Akash melingkari pinggangnya. Gista membeku. “Andai ini Minggu.” Akash menarik Gista merapat padanya. Wajah Gista merah padam saat merasakan ketelanjangan Akash, juga bagian milik pria itu yang terasa keras menekan bagian belakang tubuh Gista.“Aku bisa seharian bersamamu di tempat tidur.” Akash mencium bahu telanjang Gista. “Kamu nggak apa-apa?”Setelah mendengar pertanyaan itu, otak Gista mulai merespons. Memori tubuhnya terbuka, menampilkan ingatan semalam, dan akhirnya bermuara ke
“Bisakah … kamu jangan berhenti … menyentuhku, Akash?”Mata pria itu menggelap. Dia yang berada di atas Gista langsung menunduk, meraup bibir merah yang baru saja memohon satu permintaan padanya.“Rileks,” bisik Akash saat merasakan tubuh kaku dan tegang Gista. Jarinya perlahan naik dan masuk ke balik baju Gista.Wanita itu memejamkan mata, membiarkan sentuhan Akash menyusuri punggungnya. Rasa kaku perlahan-lahan mengendur. Dia bisa merasakan tangan Akash kembali bergerak lalu Gista merasakan bra yang dipakainya melonggar.“Apa … apa kamu mau mengajariku? Aku tak tahu apa-apa,” bisik Gista malu.“Tentu, tapi pertama, kamu harus belajar percaya.”Gista mengerjap. Dia merasakan telapak tangan Akash menutupi salah satu payudaranya. Sensasi aneh itu kembali datang.“Bagaimana rasanya?” Jari Akash memainkan puncak dada Gista.“Aneh,” jawab wanita itu jujur, tetapi badannya mulai gelisah. Ini berbeda dengan saat mereka bermesraan di sofa rumahnya dulu. Ini … lebih baru.l“Aneh bagaimana?”
“Akash! Turunin aku!”Pria itu menghentikan kendaraan di tepi jalan. Lampu sein berkedip cepat. Tanpa banyak kata, Akash meraih tengkuk Gista dan melumat bibirnya kuat-kuat.Gista membelalak, tetapi dengan cepat membuka mulut, membalas perlakuan Akash.Di luar hujan deras mulai turun. Tetesan airnya memukul-mukul atap mobil. Hanya satu dua kendaraan yang berseliweran di jalanan kompleks itu.Tanpa sadar tangan Gista menyelinap ke rambut Akash dan menarik pria itu. Akash melepas sabuk pengaman. Lidah keduanya saling bersentuhan. Gista mendesah pelan sebelum melepas ciuman karena mulut Akash yang tersenyum lebar.“Apa?” tanya Gista bingung.Akash menggeleng. Dia kembali melajukan kendaraan menuju apartemennya alih-alih kembali ke rumah Gista.“Aku melihatmu diantar Arvin,” ucap Akash setelah mereka berada di ruang duduk apartemen yang hangat.Gista membeku. Pandangannya terarah ke pemandangan di luar jendela. Cahaya lampu kota lebih menarik minatnya ketimbang menjawab pertanyaan Akash.
“Menyentuhmu? Tidak, Nona Penulis. Bukannya kita sedang melakukan riset tentang ‘tatapan’?” Akash bertanya jenaka.Gista frustrasi. Badannya mendamba sentuhan pria itu. Dia menggeliat. Tangannya mencengkeram, berusaha menahan ledakan gairah yang timbul hanya dari tatapan Akash.“Kamu ingin?” tanya Akash akhirnya, seolah mengetahui beban putus asa wanita itu.Gista tanpa malu mengangguk. “Kalau begitu, memohonlah padaku.”Gista bergeming. Tinjunya terkepal di atas kepala. Matanya penuh sorot mencela, tetapi juga mengharap. Dia sudah ingin memohon, tetapi lagi-lagi perkataan Arvin melintas di kepalanya.[“Dia hanya ingin mempermainkanmu.”][“Jika sudah bosan, dia akan mencampakkanmu.”]Gista belum pernah bercinta. Akash adalah pengalaman pertamanya dalam hal keintiman. Namun, secara naluriah, Gista tahu. Jika dia mengabulkan permintaan pria itu, dirinya benar-benar akan jatuh dalam permainan Akash.“Nggak,” suara Gista berubah dingin. Dia menekan dalam-dalam gairahnya yang masih berkob
“CEO Salim cuma bisa nyakitin perempuan, Gis. Semua orang yang kenal dia sudah tahu. Dia cuma jadikan kamu mainan sesaat, setelah bosan bakal dia buang. Aku punya buktinya.”Informasi klise. Seperti dalam novel-novel romansa yang dibacanya, Gista mendengar kalimat berulang itu. Jadi, dia hanya mengedikkan bahu dan berkata tenang.“Masalahku adalah urusan pribadiku, Kak Arvin. Trims karena udah ngasih tahu.” Gista menatap Arvin. “Terkadang apa yang orang lihat belum tentu yang terjadi sebenarnya, Kak.”Arvin menggeleng-geleng. “Aku cuma pengen lindungi kamu dari patah hati.”“Aku nggak perlu dilindungi, Kak.” Gista beranjak. Di ambang pintu pantri, dia berhenti sejenak. “Oh, soal bukti itu, aku nggak peduli. Itu kehidupan pribadi Pak Akash. Aku nggak berhak mencampuri.”Obrolannya dengan Arvin sudah selesai sejak berjam-jam lalu. Sekarang Gista sedang duduk nyaman di sofa ruang tengahnya. Di luar hujan deras. Malam beranjak tinggi. Sepi mencekam, tetapi tidak dengan pikiran Gista yang
Apa Akash seorang cenayang? Gimana dia tahu sekarang aku lagi teleponan sama Kak Arvin?Terkejut dan kaget memaksa Gista spontan mematikan panggilan Arvin. Ponselnya berdering lagi, tetapi Gista abaikan. Dua kali deringan lagi lalu senyap. Yang dilakukan Gista hanya memelototi gawai itu. Untungnya esok hari Gista tak perlu bertemu Arvin. Direktur memberi tahu dua hari lagi MoU kerja sama dengan Salim akan resmi ditandatangani.“Kamu, Gis. Kamu bertanggung jawab bikin acaranya sukses. Nanti kamu juga koordinasi sama tim lain buat persiapkan pesta syukuran,” perintah Direktur.Gista mengangguk pelan. Yang lain bergembira, dia hanya memasang wajah datar. Seolah dia sudah tahu hal itu pasti akan terjadi. Sialnya, sikap Gista yang tak terlihat antusias justru memancing teman-teman sekantornya bergunjing lebih hebat.Gista cuek.Karena yang membuatnya antusias bukan turunnya investasi Salim, melainkan prospek bertemu Akash nanti malam.“Maaf, Gis. Nggak bisa dulu. Masih ada kerjaan di sini