Share

6 | Riak Gairah

Author: Eliyen Author
last update Last Updated: 2025-08-12 14:40:26

"Apa yang kamu harapkan barusan? Kenapa kamu tutup mata?"

Gista membuka mata perlahan. Antara percaya dan tidak, dia akhirnya membelalak. Tangannya sangat susah digerakkan, tetapi harus bergerak.

Jadi, dia mengusap dada seraya memalingkan muka. Napas Gista memburu kencang. Dia berusaha menenangkan degup jantung yang liar setelah terlalu lama memejamkan mata di hadapan Akash.

Sementara di hadapannya mata Akash menyala oleh gairah. Namun, secepat datangnya, secepat itu juga Akash memadamkan apinya. Tetap saja, dia masih memandangi Gista dengan sorot mata tajam. Seolah pandangannya mampu menelanjangi wanita itu.

Gista mengerang dalam hati. Bisa-bisanya dia bersikap begitu konyol dan memalukan seperti itu. Ia pikir ini akan seperti momen dalam novel yang pernah ia baca. Dimana ruangan gelap akan menjadi orang ketiga si tokoh utama. Tapi kenapa ia tak juga menciumnya? Perlahan Gista memegang bibirnya yang mulai mengering.

Gista berdeham-deham. Dia bergeser menjauhi Akash. Sembari mencoba terlihat santai, Gista menjawab sembrono. Sengaja dia mengutip salah satu adegan di novel-novel panas yang pernah dibacanya.

Gista balik bertanya. Kakinya melangkah santai menuju sofa butut di satu sisi ruang. “Biasanya di situasi macam ini, male lead akan mencium tokoh utama.”

Akash hanya mengangkat alis. Senyum sinisnya menelusuri bibir. Pandangannya masih melekat pada Gista. Dan entah bagaimana, udara di antara mereka mendadak mengental. Hangat. Berat.

Akash memiringkan kepala. Dia membiarkan mereka tetap berjarak. Darah serasa terbakar. Pria itu masih penasaran, apakah hanya dia yang merasakan sensasi panas seperti saat ini.

“Kamu nggak malu ngomong gitu?” Akash tetap berdiri di tempatnya.

Gista menggaruk pelipis. Dia tak salah dengar.

"Biasanya– di buku romansa seperti itu."

Akash bergerak, tetapi tidak mendekatinya. Pria itu hanya bersandar di dinding samping pintu.

Sementara Gista merasa kecewa. Entah mengapa. Mungkin karena Akash tidak terprovokasi perkataannya. Atau mungkin karena Akash tidak ikut duduk bersamanya di sofa. Atau mungkin ... karena mereka gagal berciuman.

Entahlah. Gista bergerak gelisah di sofa lalu memutuskan untuk pergi. Sudah terlalu lama di sini. Selagi ada kesempatan menjauhi Akash, akan dia lakukan.

Harusnya pergerakannya lancar. Akan tetapi, kaki Akash yang terlalu panjang menjulur menghalangi langkah Gista. Wanita itu tersandung dan memekik kaget, berusaha keras mencari pegangan agar tak jatuh menghantam lantai keras.

Dalam sekejap, tubuh Gista terhempas menimpa dada bidang Akash. Wanita itu terkesiap. Napasnya terhenti bersamaan dengan sentuhan bibir yang begitu lembut dan hangat, nyaris memabukkan.

Waktu seakan melambat. Aroma kulit mereka menyatu. Panas tubuh saling bertukar. Dan degup jantung yang berdentam di bawah telapak tangan berpadu menjadi gelombang yang merambat ke seluruh saraf.

Gista membelalak untuk kemudian mengerjap cepat. Dia merasakan bibir Akash. Bibir itu menempel miliknya.

Sementara Gista terperangkap. Tadi dia menutup mata. Namun, sekarang saat bibir mereka menempel, Gista justru membuka mata lebar-lebar. Dia melihat Akash yang menutup mata.

Di atasnya Gista masih kebingungan, tak tahu bagaimana membalas. Dia terjebak dalam rasa itu. Otak Gista anehnya tak berhenti berputar, tidak seperti yang dibacanya di novel-novel. Sialnya dia justru sibuk memetakan rasa itu di dalam kepalanya.

Pikirannya bahkan mengeluarkan pertanyaan yang tak sesuai tempat. Oh... jadi begini rasanya di novel-novel itu? Ini harusnya bergerak, kan?

Seperti api yang disiram air, gairah Akash langsung padam. Akash menahan Gista mendorongnya pelan Perlahan dia membuka mata dan menemukan Gista menatapnya dengan sepasang mata bulatnya.

“Kamu gila?”

“Kenapa—nggak lanjut, Pak?” tanya Gista polos. Namun, di telinga Akash itu seperti sebuah tantangan.

Pria itu mengumpat pelan. Gerakannya cepat, tetapi hati-hati seperti tengah memegang porselen mahal, Akash melepas tubuh Gista. Wajah pria itu merah padam.

Dia mendorong Gista menjauh. Ekspresi kaget Akash bercampur kengerian. Suaranya meledak, alih-alih dingin seperti biasa. Akash tak bisa menahan diri lagi.

Dia berdiri sambil merapikan jas yang kusut. Pandangannya tajam menusuk. Pria itu sampai tidak menyadari rambut belakangnya yang berantakan karena berbaring di lantai.

Di depannya Gista berdiri perlahan. Tangannya pelan merapikan ujung blus. Pandangan Gista menunduk, seperti tengah menghapus rasa malu. Saat mendongak, raut mukanya sudah kembali datar seperti tak terjadi apa-apa. Oke, berarti tak

“Baik Pak. Tour Megalitera cuma sampai disini. Ada lagi yang bisa saya bantu?” Pertanyaan itu terlontar dalam nada yang sangat tenang. Padahal sisa degup di dada Akash masih belum benar-benar reda.

Akash membeku. Rahangnya mengeras. Matanya mengunci Gista dengan ketegangan yang membuat udara di ruangan itu mengerut.

Tatapan Akash bukan sekadar marah. Ada bara yang masih tersisa. Sesuatu yang seharusnya padam sejak Gista mengeluarkan pertanyaan konyol tentang novel. Namun, sesuatu itu malah bercokol dalam di hati Akash.

Akash menelan kata-kata yang nyaris lolos dari bibirnya. Dia tahu, satu langkah saja akan mengubah segala hal di antara mereka berdua. Dan Akash memilih untuk tetap diam di tempatnya.

Gista mengangkat dagu. “Kalau tidak ada, aku pamit.”

“Ah. Terima kasih ya pelajarannya hari ini!” Langkah Gista mantap bersamaan senyum merekah di wajah.

Tak menoleh ke belakang sama sekali. Akash yang masih berdiri di gudang menatap bagian belakang tubuh Gista dengan sorot tenang seperti permukaan danau.

Padahal, di bawahnya riak gairah itu sangat liar. Bayangan bibir Gista. Panas napasnya. Dan rasa yang nyaris membuatnya lupa siapa yang harus memegang kendali.

Akash bersandar santai di sofa. Senyumnya tipis. Bibir itu … bibir panas Gista. Dia akan membuat bibir itu datang kembali padanya, tetapi bukan karena tersandung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   8 | Bukan Cewek Murahan

    [Meeting reschedule ya. Lo terusin novel. Sore ini kirim progress ke gue.]Gista mengerjap dan berhenti di tengah jalan. Lola–editornya membatalkan meeting yang dicanangkan sejak beberapa hari lalu. Membahas kemajuan progress Gista di depan fellow writer lainnya.Gista hanya merutuk kecil. Padahal jika waktunya dimaksimalkan ia bisa melakukan riset.Riset.Mendengar kata itu, Gista berpikir keras. Untuk yang tadi– bisa dijadikan bukunya kan? Dimana tokoh female lead bukunya bernama Sarsha terjebak di ruangan kecil dengan male lead bernama Gio. Setelahnya mereka bercumbu hebat. kemudian—“Gis, hape lo bunyi.”Gista gelagapan. Dia mengangguk pada teman kerjanya yang sudah kembali ke kubikelnya sendiri. Sementara Gista menatap layar ponsel dengan heran.Gista enggan mengangkat telepon dari yang tak dikenalnya. Sekali lagi dia menekan tombol merah, menolak panggilan telepon. Gista tak berminat memeriksa histori ponselnya dan langsung berkutat dengan draf novel di mejanya sendiri.Lalu bad

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   7 | Dari Ranjang ke Saham

    Ada yang berbeda dengan Akash sejak kembali dari Megalitera. Dia berjalan tanpa menoleh sama sekali. Sesampainya dalam ruang kantornya yang sejuk, Akash berdiri kaku. Pintu ruangannya nyaris pecah kena hantaman tangannya. Akash menarik kasar dasi yang sedari pagi melingkar asal di lehernya dan melemparnya asal-asalan ke sofa.Langkah kaki Akash lebar-lebar. Napasnya berat, nyaris menggedor lantai. Wajahnya menggelap. Dan sepasang mata tajam Akash menyimpan bara ….… bara yang sejak pagi tak kunjung padam. Kepalanya masih dipenuhi bayangan Gista. Tatapan dingin perempuan itu, bahkan lebih dingin daripada AC kantornya. Cara Gista meninggalkan kamar tanpa ragu, hanya meninggalkan selembar catatan dan dua lembar uang ratusan ribu di atas meja, bahkan sampai hari ini Ia membalikkan keadaan– meninggalkan Akash jadi pelajaran.“Sialan.” Akash memaki pelan. Leo mengangkat alis. Ia berdiri di pojokan ruang Akash. Ia tak menyangka kehadirannya tak disambut baik dengan pemilik ruangan.“So… Gi

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   6 | Riak Gairah

    "Apa yang kamu harapkan barusan? Kenapa kamu tutup mata?" Gista membuka mata perlahan. Antara percaya dan tidak, dia akhirnya membelalak. Tangannya sangat susah digerakkan, tetapi harus bergerak. Jadi, dia mengusap dada seraya memalingkan muka. Napas Gista memburu kencang. Dia berusaha menenangkan degup jantung yang liar setelah terlalu lama memejamkan mata di hadapan Akash. Sementara di hadapannya mata Akash menyala oleh gairah. Namun, secepat datangnya, secepat itu juga Akash memadamkan apinya. Tetap saja, dia masih memandangi Gista dengan sorot mata tajam. Seolah pandangannya mampu menelanjangi wanita itu. Gista mengerang dalam hati. Bisa-bisanya dia bersikap begitu konyol dan memalukan seperti itu. Ia pikir ini akan seperti momen dalam novel yang pernah ia baca. Dimana ruangan gelap akan menjadi orang ketiga si tokoh utama. Tapi kenapa ia tak juga menciumnya? Perlahan Gista memegang bibirnya yang mulai mengering. Gista berdeham-deham. Dia bergeser menjauhi Akash. Sembari

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   5 | Les Bercinta

    Pujian tak pernah membuat Gista besar kepala. Namun, pagi itu, saat Lola memanggilnya ke ruang editor, pujian justru terasa seperti jebakan.“Good job! Nah, gini dong, Gis. Lo kalo mau usaha, pasti bisa nulis adult romance.”Lola memberi isyarat agar Gista mendekat. Suara kursi putar digeser terdengar di ruang rapat kecil Megalitera. Gista kini berhadapan dengan laptop Lola yang menampilkan draf bab pertama naskahnya.“Premis lo udah oke. Chapter pertama juga udah lumayan bagus, lebih bagus dibanding yang kemarin. Ini udah ada jiwanya, meski masih tipis banget. Mature vibes-nya udah keliatan, Gis. Tapi masih belum nendang, belum bikin basah kuyup pembaca. Gue butuh yang nuansanya hot banget, lebih heavy lagi biar pembaca sampe blingsatan.”Kritikan Lola membuat kepala Gista pening. Namun, wanita itu tak menunjukkannya. Dia hanya menatap kosong ke layar laptop.“Kalo yang kemarin kurang spicy, ini kurang basah. Tambahin lagi, Gis. Lo harus bisa bikin cerita yang panas ngebakar. Pokok

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   4 | Pelajaran Erotis Pertama

    Akash bukan orang yang terbiasa melakukan hal bodoh. Seluruh tindakannya cermat dan terencana. Namun, malam ini pengecualian. Melihat wanita itu berdekatan dengan John, Akash tiba-tiba tergoda untuk menariknya pergi.Menolongnya? Entah. Akash merasa belum sedekat itu untuk menolong seseorang yang asing. Dia tak mengenal Gista. Hanya berbekal selembar kartu nama dan ocehan omong kosong dari mulut wanita itu, harusnya tak serta-merta membuat Akash bergerak dari kursinya.Namun, ada sesuatu dalam diri Gista yang membuatnya mengesampingkan sebentar rasionalitas. Menyelamatkan Gista dari John bisa jadi adalah sesuatu yang berguna di masa depan.Sayangnya, konsekuensi atas tindakannya harus diterima Akash di muka. Open room bersama wanita cantik di kamar hotel yang luas, kedap suara, dan berfasilitas penuh ternyata mulai menguji batas pertahanan Akash.“Kamu yakin?” Akash bersandar di pintu kamar mandi. Perhatiannya malah teralihkan pada gestur Gista yang sangat menarik.Ya, menarik. Karena

  • CEO Dingin Itu Mentor Bercintaku   3 | Bule Cabul

    Gista menoleh kanan kiri. Dia sudah menghabiskan dua gelas lemonade miliknya, yang ngomong-ngomong rasanya makin pahit. Sekarang dia sedang menunggu gelas ketiga sambil mencari-cari target berikutnya.Sayangnya ternyata sulit bagi Gista untuk menemukan orang yang cocok. Helaan nafasnya berat. Setelah ditolak Akash Salim, level malas Gista malah naik tinggi.Deadline dari Lola adalah problem tersendiri yang memaksa Gista harus mengalahkan rasa malas. Dua puluh empat jam sudah berkurang banyak. Kalau ingin membuat naskah super spicy seperti permintaan editornya, Gista harus tahu tentang hasrat, gairah, dan bercinta.Dia bisa menulis hal lain dengan mudah. Namun, tiga hal itu adalah topik berat yang susah diurai oleh Gista. Ada alasan khusus yang membuatnya kesusahan dan akhirnya terdampar di bar mencari-cari subyek yang tepat untuk riset.“Mr. John, long time no see. Gimana kabarnya? Insiden kemarin oke-oke aja, eh?”Gista menoleh sekilas. Seorang pria bule berjas abu-abu, berumur sekit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status