"Kayaknya udah kebelet deh, Ma," celetuk Bagus. "Maklum, dia kan bolak balik ganti pasangan. Tapi nggak ada yang langgeng."
Suasana tegang tiba-tiba berakhir setelah celetukan dari Bagus. Ervan hanya bisa bersungut menatap sang ayah yang tidak bisa mengendalikan ucapannya.
"Nggak gitu juga kali, Pa. Aku nikah kan karena desakan kalian juga. Memangnya mau aku jomblo terus?"
"Ya nggak dong," ujar Nurma.
"Yaudah. Besok biar aku bawa dia ke sini. Sekalian kenalan sama Mama. Kalau Papa udah tahu orangnya. Aku mau mandi dulu. Gerah," pamit Ervan dan langsung beranjak pergi ke kamar sambil memungut dasi dan jas yang terjatuh di lantai.
Sedangkan Bagus dan Nurma tampak tersenyum bahagia. Walaupun dadakan, mereka tetap senang karena Ervan akhirnya akan melepas masa lajang dalam waktu dekat.
"Punya mantu kita, Ma!"
****Di tempat lain, Gea juga menceritakan rencana pernikahannya dengan Ervan pada sang Ibu. Hal tersebut tentunya membuat sang Ibu yang bernama Lastri Haryani hampir pingsan mendengar kabar tersebut. Tidak bisa disebut kabar baik juga karena bersifat dadakan. Lastri bahkan sempat berpikir negatif pada putrinya."Kamu hamil ya, Nak?" tanya Lastri mendadak.Pertanyaan itu jelas membuat Gea sedikit gemetar.Firasat seorang Ibu memang tidak diragukan lagi. Memang benar, pernikahan ini terjadi karena Gea tengah mengandung anak Ervan. Tapi hal itu tidak mungkin Gea sampaikan pada Lastri. Bisa mati berdiri Lastri jika Gea mengakui semuanya. Gea tidak mau itu terjadi. Ia belum siap kehilangan Lastri!"Gea, jawab pertanyaan Mama. Kamu hamil?" Lastri mengulang pertanyaannya saat Gea sibuk melamun.Gea langsung menggeleng. "Nggak loh, Ma.""Ya terus, kenapa tiba-tiba mau nikah? Sama atasan kamu lagi," ujar Lastri heran. "Kan nggak mungkin tiba-tiba boss kamu nyamperin terus ngajakin nikah. Pasti ada sebabnya, kan?"Gea mengulum bibirnya sambil memilin jari jemarinya. Ia takut rahasianya akan terbongkar. Tapi ia juga bingung harus membuat alasan apa lagi.Dengan sedikit keraguan, Gea pun berkata, "Ehm, Pak Ervan memang ngajakin nikah, Ma. Karena dia udah didesak keluarga. Usianya udah matang, karirnya bagus. Jadi, dia didesak terus buat nikah. Nah, sesuai dari permintaan orang tuanya, cewek yang bakal dijadikan calon istri harus pakai pakaian yang sopan dan nggak asal comot aja. Sementara mantan pacarnya Pak Ervan rata-rata cewek milenial, Ma. Orang tuanya juga nggak setuju. Makanya dia pilih Gea untuk jadi calon istrinya.""Memangnya kamu udah ketemu sama orang tuanya?" tanya Lastri penasaran."Kalau sama Mamanya Pak Ervan belum. Tapi kalau sama Papanya udah, Ma. Papanya baik banget sama Gea. Waktu itu, Pak Bagus sempat bilang ke Gea, andai si Ervan punya pacar kayak Gea. Pasti dia bakalan setuju dan langsung dinikahin. Gitu katanya, Ma."Lastri tampak manggut-manggut. Mempercayai semua ucapan Gea."Yaudah kalau kamu memang mau nikah sama Pak Ervan. Mama cuma bisa doain yang terbaik buat kamu, Nak," ucap Lastri sambil mengusap kepala Gea dengan lembut. "Jadi, kapan dia bawa kamu ke keluarganya?""Mungkin dalam minggu ini, Ma. Soalnya Pak Ervan belum ada bilang sih," jawab Gea jujur."Oh gitu. Ya mungkin dia juga lagi ngobrol sama orang tuanya kali ya. Secara ini kan momen sakral. Kalian bakal nikah. Otomatis dia minta restu dulu yakan."Gea mengangguk setuju. "Iya, Ma.""Yaudah, nanti kabari Mama kalau dia mau ketemu sama Mama ya. Kamu makan sana. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu," ujar Lastri."Iya, Ma.""Mama mau nyiram bunga-bunga dulu ya di depan," pamit Lastri.Gea hanya mengangguk sambil melihat Lastri pergi keluar dari kamarnya. Sepeninggal Lastri, Gea kembali merenungkan kebohongannya. Entah apa yang terjadi nanti, Gea tidak tahu. Yang penting, dia menikah dulu dengan Ervan. Selebihnya, biarkan semuanya berjalan sesuai takdir saja. Gea tidak ingin berharap banyak. Takut harapan itu tidak akan terwujud.Saat Gea masih sibuk dengan lamunannya, tiba-tiba Lastri berteriak dari arah luar untuk memanggil Gea. Gea yang sedikit terkejut langsung berlari keluar untuk menemui Ibunya.Dengan wajah panik, Gea bertanya, "Kenapa, Ma?"Lastri justru tersenyum tidak jelas. Hingga membuat Gea bingung setengah mati. "Kenapa sih, Ma? Kok senyum-senyum gitu," ujar Gea kesal."Ada yang cariin kamu."Gea mengernyit lalu menoleh ke belakang. Seketika Gea terkejut sambil mengelus dada. Ervan. Pria itu sudah ada di belakangnya entah sejak kapan.Saat ini, Gea sedang tidak memakai hijab. Ia membiarkan rambut panjangnya terurai sempurna dan hanya memakai setelan daster berwarna biru langit bermotif bunga mawar, yang panjangnya hanya selutut.Ervan tertegun sejenak melihat kecantikan natural yang terpancar dari raut wajah Gea. "Seksi banget nih cewek," batin Ervan bergejolak."Pak Ervan kok tiba-tiba ke sini?" tanya Gea setelah mengendalikan rasa terkejutnya untuk beberapa saat."Oh, itu … Mama mau ketemu sama kamu besok," jawab Ervan sedikit canggung."Ooh." Gea ber-oh ria sambil manggut-manggut. "Yaudah, besok saya bakal siap-siap. Oh iya, ini Mama saya, Pak," ujarnya lalu memperkenalkan Ervan pada Lastri.Ervan mencium punggung tangan Lastri dengan sopan. "Hallo, Tante. Saya Ervan.""Iya, Nak. Tante udah tahu. Barusan aja si Gea cerita soal rencana baik kalian," ujar Lastri ramah. "Ayo, duduk dulu. Biar dibuatkan teh atau kopi sama Gea."Ervan hanya mengangguk sopan dan mengikuti langkah Lastri menuju teras rumah. Sedangkan Gea hanya diam mematung di tempatnya. Merasa aneh dengan sikap Ervan yang berbeda 180 derajat saat berada di luar jam kantor."Gea, buatkan teh untuk Ervan," perintah Lastri yang berhasil membuyarkan lamunan Gea."Oh, iya, Ma."Dengan cepat Gea melangkah masuk ke dalam dan meninggalkan Ervan bersama Lastri di teras rumah. Sambil membuat teh, Gea kembali melamun. Memikirkan nasibnya setelah menikah nanti. Apakah Ervan akan perhatian padanya? Secara Gea tengah hamil anak Ervan. Tidak mungkin kan Ervan abai begitu saja?"Heh!"Gea tersentak saat seseorang menepuk bahu kanannya. Hampir saja Gea menjatuhkan sendok yang sedang dipegang olehnya."Ya Allah, Ma. Bikin jantungan aja," celetuk Gea sambil mengelus dada."Lagian dipanggil nggak dengar. Ya mama kagetin sekalian aja. Ngelamunin apa sih?" tanya Lastri.Gea menggeleng. "Nggak ngelamunin apa-apa, Ma.""Hhh! Yaudah, buruan anter tuh minuman. Mama mau bab dulu," pamit Lastri dan langsung ngacir ke kamar mandi.Gea hanya mengangguk dan berjalan keluar sambil membawa nampan berisi segelas teh dan beberapa makanan ringan untuk Ervan. Gea meletakkan nampan itu di atas meja sambil mempersilahkan Ervan."Silahkan diminum, Pak.""Iya, makasih."Mendengar ucapan terima kasih itu, Gea kembali dibuat syok. Tidak pernah Ervan berucap terima kasih dengan tulus seperti itu. Ada apa ini? Mungkinkah Ervan itu memiliki kepribadian ganda?"Oh iya, kalau di luar jangan panggil Pak. Panggil nama aja," ucap Ervan yang lagi-lagi membuat Gea sulit bernapas. "Kesannya formal banget. Aku juga belum tua. Kayak nggak pantes aja dipanggil Pak."Gea berdehem sejenak untuk mengkondisikan rasa syoknya. "Oh iya, Pak, eh Mas. Aduh, saya bingung mau panggil apa. Kalau nama, umur kita beda jauh. Nggak sopan.""Terserah mau panggil apa, asalkan jangan Pak atau Om. Aku nggak bakal jawab kalau kamu panggil Pak atau Om," ujar Ervan.Gea tersenyum canggung sambil menyelipkan anak rambut di telinganya. Suasana begitu awkward saat ini. "Ehm, Bapak, eh Mas Ervan udah bilang ke orang tua Mas soal ini?" tanya Gea."Udah. Mereka setuju kita nikah. Karena Mama belum pernah ketemu sama kamu, besok dia minta kamu datang ke rumah. Jadi, pulang kerja kita langsung ke rumah aku."Deg!Untungnya, Gea dapat mengendalikan ekspresinya dengan cepat. Dia tidak mau diejek oleh pria di hadapannya ini."Ooh," ucap Gea singkat."Gitu aja responnya?"Ervan menatap Gea penuh selidik. "Hhm?" Gea menatap bingung. "Terus, saya harus gimana dong?""Ya, setidaknya seneng gitu. Happy. Bukannya cewek-cewek bakalan happy ya kalau dikenalin ke calon mertuanya? Kamu kok enggak?"Gea menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia juga bingung harus bereaksi apa. Dia memang terkejut karena belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tapi, apa harus senang menemui orang tua dari pria yang telah menodainya?"Ehm, ya mungkin karena kita nggak saling cinta kali," ujar Gea asal. "Makanya saya biasa aja. Bapak, eh Mas Ervan juga nggak cinta kan sama saya?"Deg!Kini, gantian jantung Ervan berdetak kencang. Entah apa yang terjadi, yang jelas, dirinya hanya bisa mendengus kesal. Ia tidak menduga respon Gea akan seperti itu. Memang mereka menikah tanpa cinta. Tapi, setidaknya berikan respon yang bisa mem
"Ups!" Gea menutup mulutnya karena sudah salah panggil. "Iya, maaf. Kok nomornya beda?" tanyanya kemudian."Bedalah. Ini nomor khusus. Yang biasanya nomor untuk kantor sama yang lain-lain. Ini khusus buat nelpon kamu sama orang tuaku aja."Gea mengatupkan bibirnya. Merasa dispesialkan oleh pria sangar nan menyebalkan itu. "Nggak usah mikir yang aneh-aneh dan nggak usah kepedean," celetuk Ervan tiba-tiba."Ish!" desis Gea kesal."Yaudah jangan lupa disimpan."Bip!Belum sempat Gea menjawab, panggilan sudah diakhiri oleh Ervan. Gea yang geram dan kesal hampir saja melempar ponselnya."Huft!"Emosi Gea terus terkuras hari ini hanya karena berhadapan dengan makhluk kurang ajar itu. Gea pun memutuskan untuk tidur.Mulai detik ini dan seterusnya, Gea harus terbiasa dengan sikap Ervan yang labil seperti anak ABG, meskipun usianya sudah 30 tahun!*****Gea tiba di kantor pukul 07.30 pagi, seperti biasanya. Meski dia sebentar lagi akan menjadi istri dari pria itu, Gea tidak bermegah diri. Dia
Belum sempat membalas, Ervan sudah berjalan santai keluar dari ruangan Gea. Pria itu seolah tak peduli dengan ocehan Gea. Dia menganggapnya sebagai pembalasan dendam karena Gea sudah berani melawannya akhir-akhir ini."Ih!" Gea menghentakkan kakinya ke lantai. Menatap Ervan yang sudah menghilang di balik pintu. "Ngeselin banget tuh orang! Andai cekik orang nggak berdosa, udah gue cekik dia sampai mati! Ya Allah, kok ada sih cowok nyebelin kayak dia? Sumpah, bisa makan hati gue."*****Sesuai dengan janji, Gea diajak Ervan untuk menemui Nurma dan Bagus di rumah. Sebelumnya, Gea sudah bertemu Bagus saat di kantor. Tapi mereka tidak terlalu banyak bicara karena kesibukan masing-masing. Dan sore ini, Gea dan Ervan akan membahas masalah pernikahan dadakan itu.Sesampainya di rumah Ervan, Gea disambut baik oleh Nurma dan Bagus. Ada sedikit rasa gugup di hati Gea karena harus bertemu camer alias calon mertua."Ma, ini dia cewek yang Papa bilang tadi," ucap Bagus sumringah."Wah, ternyata ka
Gea mengehntikan langkahnya dan menatap Ervan dengan tetap membuka pintu mobil. "Nggak usah, Mas. Baju pengantin Mama saya masih bisa dipakai kok. Buang-buang uang kalau harus beli lagi.""Masa kamu pakai baju bekas? Aneh," celetuk Ervan."Hhh! Saya cuma nggak mau mubazir, Mas. Biarin aja baju bekas, yang penting masih bagus dan cantik."Ervan mendengus. "Ck! Yaudah terserah. Buruan turun!""Dih, sewot amat!" gerutu Gea sambil turun dari mobil dan menutup pintu mobil Ervan.Tak lama, Ervan melajukan mobilnya meninggalkan Gea. Keduanya tak tampak seperti sepasang calon pengantin yang akan menikah.*****Pagi ini, Gea membantu Lastri untuk membuat makanan. Kebetulan hari ini Gea sedang libur karena hari minggu. Sepulang dari rumah Ervan kemarin, Gea langsung mengatakan pada Lastri bahwa calon mertuanya akan datang berkunjung."Ge, coba dicicipi," ujar Lastri, menyodorkan sendok berisi kuah kari yang sedang ia masak. "Udah pas belum asinnya?"Gea menerima sendok itu dan mencicipinya. Be
"Nggak apa-apa. Simpan aja ya."Gea menatap Lastri sejenak. Melihat Lastri tersenyum dan mengangguk, akhirnya Gea menerima dari calon mertuanya itu."Makasih, Ma," ucap Gea.*****Dua hari kemudian, Ervan mengajak Gea untuk fitting gaun pengantin. Sebelum pergi, mereka sempat berdebat karena Gea sudah mengatakan akan memakai gaun pengantin Lastri. Tapi Ervan tetap ngotot untuk mengajak Gea karena desakan Nurma."Mas maksa banget sih!" gerutu Gea saat di perjalanan. Bibirnya sudah mengerucut karena kesal."Yang maksa itu Mama, bukan aku," celetuk Ervan tak kalah kesal. "Lagian tinggal nurut aja susah banget sih! Bukan kamu yang bayar."Gea melotot dan mencubit lengan Ervan. Seketika Ervan meringis lalu memberi tatapan tajam ke arah Gea walau hanya sekilas. "Berani banget kamu nyubit aku!" protes Ervan."Kenapa? Nggak suka?""Ya iyalah!""Makanya, kalau ngomong itu dijaga. Jangan asal ciut aja. Kan ini juga karena salah Mas Ervan. Coba kalau Mas Ervan nggak mesum, otomatis saya nggak ru
Ervan menghentikan mobilnya di depan pekarangan rumah Gea. Sejak tadi, keduanya hanya saling diam dan sekarang pun suasana masih hening. Gea memberanikan diri menatap Ervan."Mas, tadi itu ….""Jangan bahas tentang dia," potong Ervan dengan datar.Gea pun memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya. "Saya permisi."Saat pintu mobil terbuka, Ervan berkata, "Aku berubah pikiran.""Hah?" Gea yang baru saja mengeluarkan satu kakinya pun langsung menatap Ervan. "Maksudnya?""Kamu boleh pakai gaun pengantin punya Mama kamu. Kita nggak perlu fitting lagi. Nanti aku pakai jas punya Papa aja," jelas Ervan."Oh, oke.""Yaudah, turun," perintah Ervan.Gea tersenyum getir, lalu pamit. "Permisi, Pak.""Mas!" tegas Ervan."Oh iya, Mas. Permisi."Gea melangkah keluar mobil sambil memukul pelan bibirnya. Kebiasaannya memanggil Pak sudah mendarah daging. Sampai terkadang lupa harus membiasakan diri memanggil Mas saat berada di luar jam kantor.'Bego banget gue,' batin Gea.***Tiga puluh menit kemudian
Senin pagi, Ervan disibukkan dengan rapat penting untuk membahas kemajuan proyek. Di dalam ruang rapat juga ada Bagus. Mereka membahas beberapa hal penting dan tugas Gea mencatat hasil rapat di buku catatan miliknya.Saat semua orang sibuk bekerja, tiba-tiba seorang wanita nyelonong masuk ke ruang rapat. Padahal rapat masih berlangsung."Mas Ervan!"Semua peserta rapat menoleh ke arah pintu. Ervan dan Gea terkejut melihat kehadiran wanita itu.'Dia lagi!' batin Ervan kesal.Ervan menatap Bagus dan berbisik, "Aku tinggal sebentar ya, Pa.""Iya. Itu siapa, Van?" tanya Bagus yang juga berbisik di telinga Ervan."Itu Intan, Pa. Mantan aku dulu.""Ooh." Bagus hanya ber-oh ria sambil manggut-manggut. Tak ada respon lain.Mendapat persetujuan dari Bagus, Ervan bergegas menarik paksa Intan untuk keluar dari ruang rapat. Membawanya ke ruang kerja dengan rasa kesal.
Tepat di hari Minggu, sesuai dengan kesepakatan bersama dari kedua belah pihak, acara akad nikah pun dilangsungkan di rumah Gea. Sherly juga hadir di acara itu dan memang hanya dialah yang diundang oleh Ervan. Ervan meminta Sherly untuk diam dan tidak memberitahukan pernikahan itu pada karyawan lain. Gea juga meminta hal demikian pada Sherly.Meskipun tampak bingung, Sherly hanya bisa mengikuti perintah saja. Tidak ingin menambah masalah lain lagi dengan Ervan."Bagaimana, Pak? Semuanya sudah siap?" tanya Pak Penghulu."Sudah, Pak," jawab Bagus. "Bisa dimulai sekarang.""Baiklah."Saat hendak memulai prosesi akad, tiba-tiba saja dari arah depan terdengar kericuhan yang membuat semua orang di dalam terkejut.Mereka berbondong-bondong keluar dari rumah untuk melihat siapa si pembuat onar itu. Ternyata ada beberapa preman pasar yang mendatangi rumah Gea sambil mengacak-acak tanaman di halaman depan.