Share

1. Wawancara Pekerjaan

Gedung-gedung tinggi mencakar langit sudah menjadi pemandangan biasa di tengah kota Seoul. Tidak sepadat di pagi hari, kondisi jalanan ramai lancar di siang hari. Seorang perempuan yang mengenakan setelan blazer hitam keluar dari Gedung yang baru saja siap direnovasi. Letak Gedung itu sangat strategis. Ada halte bus di depan Gedung, di seberangnya terdapat jejeran restoran dan kafe, serta jalur stasiun kereta bawah tanah yang berjarak hanya kurang dari seratus meter saja.

Choi Sena, perempuan yang berusia dua puluh tahunan itu bernapas lega selepas tes wawancara. Kolega dari perusahaan lamanya, merekomendasikan sebuah perusahaan internasional baru yang bergerak di bidang industri pertanian. Dengan portofolio Sena yang dibilang sangat bagus dan lebih mumpuni dibandingkan kakak laki-lakinya, Sejun, dia yakin dia dapat lolos dan mendapati posisi sekretaris.

Meski sebelumnya perempuan berambut cokelat itu sempat ragu dengan posisi yang dia lamar, dia sangat tergiur dengan kisaran gaji yang dijelaskan pihak personalia. Belum lagi dengan berbagai kesempatan yang akan Sena dapatkan jika dia menjadi sekretaris seorang direktur. Karena perusahaan baru ini belum dipublikasikan dan masih segelintir orang yang mengetahui Perusahaan Growpon membuka lowongan kerja, kesempatan Sena lulus pun sangat luas.

Sena duduk di halte bus sambil termenung. Dia menghitung biaya bulanan yang sudah dihabiskan selama paruh tahun ini, jumlahnya sangat kecil. Untuk seorang karyawan perempuan kantoran di usia yang sedang gentar-gentarnya memikirkan fasyen, Sena tidak termasuk  golongan itu. Dia memprioritaskan setengah dari pendapatannya untuk ditabung. Sehingga setiap bulannya dia dapat mengirim sedikit jumlah dari gajinya untuk orang tuanya di Daegu.

Tangannya mengapit tas jinjing kulit yang sudah bertahun-tahun dia miliki. Beberapa sudut tas itu sudah ada yang mengelopek. Dia memerhatikan penampilannya yang terpantul di kaca halte. Meski pakaiannya tidak mewah, postur tubuh dan wajah Sena setidaknya membantu. “Jika saya aku tidak semiskin ini pasti aku akan terlihat lebih cantik,” lirih Sena.

Bus yang mengarah ke apartemennya belum kunjung datang. Dia tidak menyangka akan selama ini. Sambil mengisi rasa kejenuhan, Sena kembali mengeluarkan ponselnya dan masuk ke sebuah situs komik. Dia membaca sebuah komik bersambung mengenai perpindahan dimensi ke sebuah novel romantis.

Di komik tersebut, tokoh utamanya mirip seperti dirinya. Hidupnya miris, tokoh utama harus berjuang keras untuk bekerja di kantornya. Dengan pekerjaan tokoh utama yaitu sekretaris, membuat tokoh utama sangat sibuk dan tidak memerhatikan kesehatannya. Si tokoh utama mati karena penyakit yang tidak pernah  tahu. Lalu, jiwa si tokoh utama masuk ke dimensi lain dan memasuki sebuah raga putri di sebuah kerajaan.  Tokoh utama yang menjadi putri di kerajaan, hidup dengan kebahagian dengan segala kemudahan yang dia dapatkan. Tidak hanya materi, tokoh utama juga mendapatkan tunangan yang tampan dan juga baik hati.

“Hah, andaikan aku bisa seperti itu juga.” Sena mematikan layar ponselnya. Kembali ke kenyataan, dia menunggu bus tujuannya. Beruntungnya Sena, tidak lama berselang, bus yang ditunggu-tunggunya pun akhirnya datang.

Keadaan bus sangat sepi. Hanya beberapa kursi diisi oleh ibu-ibu paruh baya. Sena duduk di bangku paling belakang bagian sudut. Dia ingin memberi dirinya hadiah karena sudah berhasil melewati tes wawancara dengan lancar. Sena mungkin akan langsung memesan sekotak ayam goreng dan juga sebotol minuman soda.

Mata Sena sudah berat karena kecapaian. Dia tertidur di bus. Sena tidak perlu khawatir akan kelewatan di pemberhentian karena halte di dekat apartemennya sangat jauh. Lima belas menit Sena habiskan dengan tertidur. Kepalanya bersandar kepada sesuatu. Dia tidak tahu bisa tidur senyaman ini di bus.

Sena merengganggkan tangannya, memutar leher, dan sedikit memijat pelipisnya. Betapa terkejutnya Sena ketika dia merasakan sebuah kepala mendarat di bahunya. Kepala berambut cokelat itu bersandar di bahunya. Sena menyadari bahwa dirinya yang pertama kali bersandar pada bahu laki-laki itu. Dia tidak tahu bagaimana bisa dirinya seperti itu. Sena mengeluarkan sticky note dari dalam tasnya. Dia menuliskan permintaan maafnya karena telah bersandar tanpa izin di bahu orang itu. Sena menahan kepala laki-laki itu dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mencoba memasukkan kertas kecil itu ke dalam saku jas lelaki itu. Sena menahan napasnya dalam-dalam. Dalam sedikit sentuhan, kertas kecil itu berhasil masuk ke dalam saku jas.

Tangan kiri Sena merasakan adanya pergerakan dari kepala orang itu. Sena menahan teriakannya karena orang itu tampak akan bangun dari tidurnya. Keberuntungan di hari ini selalu berpihak kepada Sena. Bus telah berhenti di sebuah halte di dekat apartemennya. Dengan pelan Sena melepaskan tangannya dari kepala orang itu dan berlari menuju pintu keluar bus.

Sena menempatkan telapak tangannya di atas dada. Dia merasakan degup jantungnya sudah mulai normal. Sena merasa lega. Kalau saja bus belum sampai di halte apartemennya, laki-laki itu pasti sudah bangun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status