Share

5. Penipuan

Mobil sport hitam keluaran terbaru itu berhenti tepat di depan kantor polisi. Sena melepaskan sabuk pengamannya. “Terima kasih atas tumpangannya, Min-Woo. Aku harap aku tidak merepotmu tadi,” kata Sena yang sudah bersiap untuk ke luar.

“Tidak masalah. T-tunggu sebentar, Sena.” Sena mengurungkan niatnya. Dia menatap Min-Woo yang tampak sedikit gelisah. Dia mengeluarkan ponsel berwarna senada dengan mobilnya dan menyerahkannya kepada Sena.

“Bolehkah aku meminta nomormu?”tanya Min-Woo dengan ragu-ragu. Sena tersenyum tipis melihat Min-Woo yang mungkin sedang salah tingkah. Dia mengambil ponsel itu dan mengetik beberapa angka lalu memberikannya kembali kepada Min-Woo. Sena sedikit mengintip saat Min-Woo mengetik nama lalu menyimpan kontaknya. Dia tidak bisa melihat nomornya disimpan dengan menggunakan nama apa.

“Hmm, kau menyimpan nomorku dengan nama apa?” tanya Sena.

“Teman baruku, Sena.” Sena tertawa mendengarnya. Dia tidak menyangka nomornya akan disimpan dengan seperti itu. Menurutnya sedikit konyol memberikan nama  kontak seperti itu.

“Oh, baiklah. Sekali lagi terima kasih atas tumpangannya.” Sena sedikit membungkukkan badannya kepada Min-Woo, kemudian dia keluar dari mobil Min-Woo.

Kaca mobil bagian penumpang terbuka. Sena membalikkan badannya saat Min-Woo berteriak. “Sampai jumpa lagi besok!” Setelah kacanya tertutup. Min-Woo melajukan mobilnya. Meninggalkan Sena yang masih berdiri di depan kantor polisi.

“Laki-laki aneh,” gumam Sena seraya berjalan memasuki kantor polisi. Dari pintu kaca, Sena  bisa melihat Se-Jun sedang duduk termangu.

“Ada yang bisa kami bantu?” tanya seorang petugas di sana dengan ramah.

“Ah, tidak ada, terima kasih. Saya ingin menjemput kakak saya,” kata Sena dengan tersenyum.

“Tuan Kang adalah kakak Nona?” tanya petugas itu lagi. Sena menjawab dengan singkat. Wajah petugas itu penuh dengan keprihatinan. Sena menjadi bingung melihat petugas itu.

“Apa yang telah terjadi dengan kakak saya?” tanya Sena yang menjadi panik setelah melihat Se-Jun dalam keadaan kacau.

“Kakak anda telah mengalami penipuan,” jawab petugas itu dengan prihatin.

“Penipuan? Maksud anda kakak saya telah ditipu, begitu?”

“Iya, anda bisa melihat laporan yang telah kami buat.” Petugas itu mempersilakan Sena duduk. Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas yang berisikan laporan. Rahang Sena turun ketika melihat laporan itu. Kepalanya berputar melihat kakaknya yang duduk tak berdaya di kursi tunggu.

“Bagaimana solusi pihak berwajib untuk menangkap perempuan itu?” tanya Sena dengan nada penuh amarah.

“Kami sudah berusaha sebisa mungkin untuk melacak nomor ponsel pelaku dan menyelidiki aktivitas pelaku dengan kartu identitasnya. Tetapi kami tidak bisa mendapatkan hasil apapun. Nomor yang dimiliki perempuan itu sudah mati dan terakhir kali berada di lokasi pembuangan sampah.”

“Bagaimana dengan akun media sosialnya? Apakah anda tidak bisa meretas akun perempuan itu?”

“Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Semua akun yang dimiliki perempuan itu sudah dihapus. Untuk aktivitas pelaku dengan kartu identitasnya tidak dapat kami temukan. Karena identitas pelaku adalah palsu.” Rahang Sena mengeras. Dia berusaha memahami perkataan petugas kepolisian.

“Maksud anda, kalian tidak akan pernah bisa menangkap pelaku?” tanya Sena dengan nada yang sedih.

“Kami sudah memantau cctv  yang ada di daerah sini. Perempuan itu pergi menggunakan taxi menuju bandara. Karena kami tidak tahu identitas asli perempuan tersebut, kami tidak dapat melacaknya lagi.”

“Hanya segitu usaha kalian untuk menangkap pelaku? Bagaimana bisa kalian tidak berusaha lebih keras lagi untuk menangkap pelaku?!” Sena naik pitam. Dia merasa petugas tidak melakukan kewajibannya dengan baik. Dari belakang, Se-Jun menenangkan Sena.

“Terima kasih atas bantuannya, pak. Kami permisi dulu,” ucap Se-Jun. Se-Jun menarik lengan Sena dengan pelan. Dia memaksa Sena keluar dari kantor polisi.

“Sena, sudah tidak solusi lagi untuk menangkap perempuan itu.”

“Kak, bagaimana bisa? Itu sudah pekerjaan mereka untuk menangkap para pelaku kriminal!” bentak Sena. Se-Jun menahan bahu Sena dengan kedua tangannya.

“Sudah cukup, aku tidak apa-apa. Yang penting aku tidak kehilangan pekerjaanku.”

“Bodoh! Kau pura-pura tidak apa-apa sekarang, kan? Bagaimana bisa kau bilang bahwa kau baik-baik saja?” Sena mengacak rambut panjangnya.

“Sungguh! Aku tidak apa-apa. Aku senang karena kau telah menjemputku,” ucap Se-Jun. Sena menatap kakaknya itu dengan miris.

“Dasar perempuan tak tahu diri! Aku bersumpah bahwa hidupmu tidak akan pernah bahagia dan kau akan ditipu berkali-kali lipat daripada kakakku!” teriak Sena. Se-Jun tertawa pelan. Dia mengelus kepala adiknya itu.

“Sena, aku minta maaf jika aku akan merepotkanmu. Untuk sementara waktu aku  boleh tinggal di rumahmu dulu?” Se-Jun bertanya dengan wajah yang memelas.

“Tidak masalah. Asal kau tidak keberatan tidur di ruang tengah,” ucap Sena.

“Kak, apa kau lapar? Ayo kita makan dulu, biar aku traktir!” Se-Jun mengangguk menerima tawaran adiknya. Mereka berdua berjalan menuju restoran terdekat di daerah Seocho sambil bergandengan tangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status