Share

CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM
CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM
Penulis: Ayu Kristin

Bab 1

      Siapa bilang seorang pelacur tak mempunyai cinta. Siapa bilang seorang pelacur akan selamanya menjadi pelacur. Jika Tuhan telah menghendaki, kalian bisa apa?

 

   Seseorang membelai tubuhku, mencumbu leher jenjangku, mencium bibirku, bahkan menyetuh bagian intim ku. Ia melampiaskan segala hasratnya padaku. Terkadang mereka melakukannya dengan lembut, terkadang juga mereka melakukannya dengan cara  bengis, asalkan mampu memuaskan mereka dan semua itu kulakukan demi lembaran uang. Tanpa memperdulikan ada seorang wanita yang sedang berjihad di rumah menunggu kepulangan lelaki yang kini sedang menikmati indah nafsu bersamaku.

 

   Aku biarkan air membasahi tubuhku. Kuputar kran yang berada disamping tubuhku, agar air yang keluar dari shower itu mengalir lebih deras lagi. Rasanya begitu segar, masih terasa geli dan jijik sekali dalam benakku ketika seorang lelaki bertubuh gemuk berkulit hitam legam dengan perut yang buncit dan juga rambutnya yang sedikit ikal mencumbuku bagaikan pengantin baru yang merindukan panasnya rajang. Andaikan ia tak menawarkanku bayaran yang banyak sekali. Aku tidak akan sudi untuk bercinta dengan lelaki cebol sepertinya.

 

Berkali kali kuseka rambutku yang panjang menjuntai sepinggang, agar aku melupakan kejadian yang baru saja aku lakukan. Membuat diriku merasa jijik pada diriku sendiri.

 

    Sekelebat bayangan lelaki memakai baju koko dan kain yang diikat pada bagian kepalanya muncul di dalam benakku. Pemuda yang lebih cocok di sebut sebagai seorang kiai itu. Tapi tidak, bukankah pemuda itu masih sangat muda. Sepertinya usianya hampir sama denganku. Jadi bagaimana pantas dia di sebut sebagai Abah Yai. 

 

"Ah!" Aku berdecak kesal pada diriku sendiri. Pikiranku kian berkelana jauh. Aku segera mematikan kran dan meraih haduk. Jika terlalu lama di kamar mandi bisa gila aku memikirkan hal mustahil itu.

 

  Kuedarkan pandangan menelusuri sudut ruangan yang cukup sempit tempatku memadu nafsu. Ternyata lelaki cebol itu sudah tidak ada lagi di sini. Ia sengaja pergi lebih cepat setelah ia menuntaskan nafsunya padaku. Karena ia takut jika istrinya mencari.

 

" Wow ..." Aku membuka amplop berisi uang berwarna merah dalam jumlah yang sangat banyak sekali. Entah ada berapa lembar tapi aku cukup puas dengan pemberian lelaki cebol itu.

 

Segera aku merias diriku secantik mungkin. Kukenakan rok jeans berwarna biru laut dan jaket berwarna pink dengan rambut yang dikuncir kuda, Aku berjalan menyusuri lorong kamar kamar sewaan tempatku bermalam saat ini. Terdengar samar suara desahan desahan bahkan erangan erangan dari beberapa bilik kamar yang aku lewati dan inilah makanku dan juga malam-malam wanita sepertiku. Ketika kami tidak memiliki cinta namun mampu menawarkan sebuah kepuasan.

 

"Desi, pulang yuk!" suara Riri tepat berada di belakangku membuatku sedikit terkejut. 

 

"Tumben jam segini ngajak pulang ri?" Aku menatap wajah kawan sekamarku itu nampak sembab tidak seperti biasanya.

 

"Mau rokok?" tawarku kepadanya seraya menyodorkan bungkus rokok dan korek kepada Riri. Karena biasanya jika aku ada masalah maka aku akan menghabiskan beberapa batang rokok untuk mengembalikan moodku yang berantakan. Namun jika hal itu belum membuatku lebih baik, jalan satu satunya adalah meminum alkohol sampai aku benar-benar mabuk.

 

"Lagi kagak ngrokok dulu Des. Sesek dada aing mah!" ucap gadis berdarah sunda itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil.

 

" Oke, ayolah kalau pulang," ucapku sambil menyalakan sebatang rokok dan menyesapnya dalam dalam.

 

*********

   Aku selalu mengamatinya, lelaki dengan kemaja berwarna biru laut itu sedang asyik mengajar anak anak madrasah dari pondok pesantren yang terletak tidak jauh dari kontrakanku. Lelaki itu mengajarkan mereka menghafal Asmaul Husna sambil berjalan jalan di waktu sore hari. Aku tidak tau tujuan laki laki itu apa, hanya saja aku suka melihat wajah tampannya. Wajahnya yang bersih dengan sedikit bulu halus pada rahangnya. Menurutku itu seksi sekali. Tubuhnya yang tinggi besar dengan dada bidang seolah mampu menghapus semua beban jika aku menengelamkan wajahku di sana.

 

"Duh, sungguh menggemaskan!" batinku mengembara jauh.

 

"Woy!" suara Riri membuyarkan khayalanku. Membuatku kesal saja.

 

"Apa sih!" Aku kembali menghisap sebatang rokok yang tinggal separuh di sela sela jari lentikku. Gara-gara lelaki itu aku tidak berfokus dengan rokokku.

 

"Ngapain kamu lihatin anak anak kecil itu?" tanya Riri yang sedang sibuk memasangkan tali high heelsnya. Sekilas ia menoleh melihat kepadaku.

 

"Mereka terlihat mengemaskan aja Ri," balasku yang masih terus memperhatikan sosok tampan yang ada di sebrang jalan kontrakanku bersama para anak-anak yang sedang mengelilinginya.

 

" Haha ... Lu mah ya, sejak kapan lu suka ama anak anak neng?" Riri terkekeh, tiba-tiba satu tangannya meneloyor kepalaku hingga aku semakin tersadar.

 

"Apa sih Ri, masak iya aku ngak boleh suka sama anak-anak," ucapku sambil mengelus rambutku yang sedikit berantakan karena toyoran Riri.

 

"Kamu tau lelaki yang sedang bersama bocah bocah kecil itu?" Riri menatap penasaran pada wajahku yang kini juga sedang melihat padanya.

 

"Kagak!" Aku menggelengkan kepalaku.

 

"Hem," ucap Riri dengan wajah berpikir. Ia menautkan kedua alisnya dan mengangguk lembut tanda ia mengerti.

 

"Apa sih Ri?" sergahku semakin penasaran.

 

"Lelaki tampan itu bernama Ibrahim Khalifah Al Akbar, panggilannya Gus Al. Dia adalah anak dari pemilik pesantren di kompleks sebelah," tutur Riri.

 

"Terus apalagi yang kamu ketahui?" Aku memandang penuh intens pada Riri yang sedang mengarahkan tatapannya pada lelaki berkemeja biru di ujung jalan.

 

"Yah, kamu kagak mungkin bisa dapat cintanya. Secara nih ya Des, saingannya wanita sholehah semua. Hahah ..." Riri tertawa cekikikan, tapi entah mengapa tawanya kali ini seperti sedang merendahkanku. "Kita harus sadar siapa diri kita, cuma wanita pemuas nafsu," imbuh Riri seperti mempertegas agar aku harus mengubur semua impianku. 

 

"Haha .... Iya Ri, bener sekali apa katamu," ucapku tersenyum getirnya. Entah mengapa aku merasa tergelitik dengan ucapan Riri. Memang benar apalah aku ini cuma seorang pelacur murahan yang tidak mungkin bersanding dengan lelaki sholeh seperti pemuda itu.

 

"Udah sih Des, yuk kita cap cuss. Siapa tau nanti kita dapat ikan kakap, ya nggak!" Riri tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya yang sedikit gingsul. Hingga membuat wanita berdarah sunda itu terlihat manis sekali.

 

"Baiklah, yuk kita berangkat mumpung masih sore," ucapku sambil mematikan rokok yang sedari tadi mengeluarkan asap tanpa kuhisap. Bergegas aku meraih tas jinjing yang berada di atas meja teras rumah temanku. Namun entah mengapa sorot mataku masih saja mengawasi lelaki berwajah hangat itu. 

 

"Desi, hentikan pikiran itu. Karena sedikit pun lelaki itu tidak akan pernah menganggap kamu ada. Bahkan sekedar mengenalmu pun pasti lelaki sholeh itu tidak akan pernah mau. Karena kalau berada di jalan yang berbeda," batinku terus saja menertawai diriku sendiri.

 

 

Bersambung ...

 

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Muhammad Andreas
bagsus Dan enek Di baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status