Share

CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM
CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM
Author: Ayu Kristin

Bab 1

Author: Ayu Kristin
last update Huling Na-update: 2021-08-07 12:22:19

      Siapa bilang seorang pelacur tak mempunyai cinta. Siapa bilang seorang pelacur akan selamanya menjadi pelacur. Jika Tuhan telah menghendaki, kalian bisa apa?

 

   Seseorang membelai tubuhku, mencumbu leher jenjangku, mencium bibirku, bahkan menyetuh bagian intim ku. Ia melampiaskan segala hasratnya padaku. Terkadang mereka melakukannya dengan lembut, terkadang juga mereka melakukannya dengan cara  bengis, asalkan mampu memuaskan mereka dan semua itu kulakukan demi lembaran uang. Tanpa memperdulikan ada seorang wanita yang sedang berjihad di rumah menunggu kepulangan lelaki yang kini sedang menikmati indah nafsu bersamaku.

 

   Aku biarkan air membasahi tubuhku. Kuputar kran yang berada disamping tubuhku, agar air yang keluar dari shower itu mengalir lebih deras lagi. Rasanya begitu segar, masih terasa geli dan jijik sekali dalam benakku ketika seorang lelaki bertubuh gemuk berkulit hitam legam dengan perut yang buncit dan juga rambutnya yang sedikit ikal mencumbuku bagaikan pengantin baru yang merindukan panasnya rajang. Andaikan ia tak menawarkanku bayaran yang banyak sekali. Aku tidak akan sudi untuk bercinta dengan lelaki cebol sepertinya.

 

Berkali kali kuseka rambutku yang panjang menjuntai sepinggang, agar aku melupakan kejadian yang baru saja aku lakukan. Membuat diriku merasa jijik pada diriku sendiri.

 

    Sekelebat bayangan lelaki memakai baju koko dan kain yang diikat pada bagian kepalanya muncul di dalam benakku. Pemuda yang lebih cocok di sebut sebagai seorang kiai itu. Tapi tidak, bukankah pemuda itu masih sangat muda. Sepertinya usianya hampir sama denganku. Jadi bagaimana pantas dia di sebut sebagai Abah Yai. 

 

"Ah!" Aku berdecak kesal pada diriku sendiri. Pikiranku kian berkelana jauh. Aku segera mematikan kran dan meraih haduk. Jika terlalu lama di kamar mandi bisa gila aku memikirkan hal mustahil itu.

 

  Kuedarkan pandangan menelusuri sudut ruangan yang cukup sempit tempatku memadu nafsu. Ternyata lelaki cebol itu sudah tidak ada lagi di sini. Ia sengaja pergi lebih cepat setelah ia menuntaskan nafsunya padaku. Karena ia takut jika istrinya mencari.

 

" Wow ..." Aku membuka amplop berisi uang berwarna merah dalam jumlah yang sangat banyak sekali. Entah ada berapa lembar tapi aku cukup puas dengan pemberian lelaki cebol itu.

 

Segera aku merias diriku secantik mungkin. Kukenakan rok jeans berwarna biru laut dan jaket berwarna pink dengan rambut yang dikuncir kuda, Aku berjalan menyusuri lorong kamar kamar sewaan tempatku bermalam saat ini. Terdengar samar suara desahan desahan bahkan erangan erangan dari beberapa bilik kamar yang aku lewati dan inilah makanku dan juga malam-malam wanita sepertiku. Ketika kami tidak memiliki cinta namun mampu menawarkan sebuah kepuasan.

 

"Desi, pulang yuk!" suara Riri tepat berada di belakangku membuatku sedikit terkejut. 

 

"Tumben jam segini ngajak pulang ri?" Aku menatap wajah kawan sekamarku itu nampak sembab tidak seperti biasanya.

 

"Mau rokok?" tawarku kepadanya seraya menyodorkan bungkus rokok dan korek kepada Riri. Karena biasanya jika aku ada masalah maka aku akan menghabiskan beberapa batang rokok untuk mengembalikan moodku yang berantakan. Namun jika hal itu belum membuatku lebih baik, jalan satu satunya adalah meminum alkohol sampai aku benar-benar mabuk.

 

"Lagi kagak ngrokok dulu Des. Sesek dada aing mah!" ucap gadis berdarah sunda itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil.

 

" Oke, ayolah kalau pulang," ucapku sambil menyalakan sebatang rokok dan menyesapnya dalam dalam.

 

*********

   Aku selalu mengamatinya, lelaki dengan kemaja berwarna biru laut itu sedang asyik mengajar anak anak madrasah dari pondok pesantren yang terletak tidak jauh dari kontrakanku. Lelaki itu mengajarkan mereka menghafal Asmaul Husna sambil berjalan jalan di waktu sore hari. Aku tidak tau tujuan laki laki itu apa, hanya saja aku suka melihat wajah tampannya. Wajahnya yang bersih dengan sedikit bulu halus pada rahangnya. Menurutku itu seksi sekali. Tubuhnya yang tinggi besar dengan dada bidang seolah mampu menghapus semua beban jika aku menengelamkan wajahku di sana.

 

"Duh, sungguh menggemaskan!" batinku mengembara jauh.

 

"Woy!" suara Riri membuyarkan khayalanku. Membuatku kesal saja.

 

"Apa sih!" Aku kembali menghisap sebatang rokok yang tinggal separuh di sela sela jari lentikku. Gara-gara lelaki itu aku tidak berfokus dengan rokokku.

 

"Ngapain kamu lihatin anak anak kecil itu?" tanya Riri yang sedang sibuk memasangkan tali high heelsnya. Sekilas ia menoleh melihat kepadaku.

 

"Mereka terlihat mengemaskan aja Ri," balasku yang masih terus memperhatikan sosok tampan yang ada di sebrang jalan kontrakanku bersama para anak-anak yang sedang mengelilinginya.

 

" Haha ... Lu mah ya, sejak kapan lu suka ama anak anak neng?" Riri terkekeh, tiba-tiba satu tangannya meneloyor kepalaku hingga aku semakin tersadar.

 

"Apa sih Ri, masak iya aku ngak boleh suka sama anak-anak," ucapku sambil mengelus rambutku yang sedikit berantakan karena toyoran Riri.

 

"Kamu tau lelaki yang sedang bersama bocah bocah kecil itu?" Riri menatap penasaran pada wajahku yang kini juga sedang melihat padanya.

 

"Kagak!" Aku menggelengkan kepalaku.

 

"Hem," ucap Riri dengan wajah berpikir. Ia menautkan kedua alisnya dan mengangguk lembut tanda ia mengerti.

 

"Apa sih Ri?" sergahku semakin penasaran.

 

"Lelaki tampan itu bernama Ibrahim Khalifah Al Akbar, panggilannya Gus Al. Dia adalah anak dari pemilik pesantren di kompleks sebelah," tutur Riri.

 

"Terus apalagi yang kamu ketahui?" Aku memandang penuh intens pada Riri yang sedang mengarahkan tatapannya pada lelaki berkemeja biru di ujung jalan.

 

"Yah, kamu kagak mungkin bisa dapat cintanya. Secara nih ya Des, saingannya wanita sholehah semua. Hahah ..." Riri tertawa cekikikan, tapi entah mengapa tawanya kali ini seperti sedang merendahkanku. "Kita harus sadar siapa diri kita, cuma wanita pemuas nafsu," imbuh Riri seperti mempertegas agar aku harus mengubur semua impianku. 

 

"Haha .... Iya Ri, bener sekali apa katamu," ucapku tersenyum getirnya. Entah mengapa aku merasa tergelitik dengan ucapan Riri. Memang benar apalah aku ini cuma seorang pelacur murahan yang tidak mungkin bersanding dengan lelaki sholeh seperti pemuda itu.

 

"Udah sih Des, yuk kita cap cuss. Siapa tau nanti kita dapat ikan kakap, ya nggak!" Riri tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya yang sedikit gingsul. Hingga membuat wanita berdarah sunda itu terlihat manis sekali.

 

"Baiklah, yuk kita berangkat mumpung masih sore," ucapku sambil mematikan rokok yang sedari tadi mengeluarkan asap tanpa kuhisap. Bergegas aku meraih tas jinjing yang berada di atas meja teras rumah temanku. Namun entah mengapa sorot mataku masih saja mengawasi lelaki berwajah hangat itu. 

 

"Desi, hentikan pikiran itu. Karena sedikit pun lelaki itu tidak akan pernah menganggap kamu ada. Bahkan sekedar mengenalmu pun pasti lelaki sholeh itu tidak akan pernah mau. Karena kalau berada di jalan yang berbeda," batinku terus saja menertawai diriku sendiri.

 

 

Bersambung ...

 

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Muhammad Andreas
bagsus Dan enek Di baca
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Ekstra Part

    Enam tahun kemudianMeskipun masih berusia tujuh tahun. Tapi kemampuan Ais menjadi hafiz Alquran tidak perlu diragukan lagi. Gadis kecil itu pernah menjuarai lomba Hafiz tingkat nasional dan mendapatkan juara satu."Ais, jangan lupa beroda ya!" tuturku seraya mengusap kerudung yang Ais kenakan."Iya Bude," sahutnya dengan nada semangat.Tangan Ais menggapai-gapai ke arahku yang duduk di sampingnya."Ais mau apa?" tanyaku menyetuh tangan Ais."Aku ingin memegang perut Bude!" sahutnya.Aku tersenyum lebar pada Ais, lalu mengarahkan tangan kecilnya menyentuh perutku yang sudah membesar."Adek, doakan Kakak Ais ya!" ucap gadis kecil yang mengenakan kerudung berwarna merah muda itu.Aku tersenyum kecil, megusap perutku yang membesar. Kemungkinan beberapa hari lagi aku akan segera melahirkan.

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 89

    Prank!Ponsel yang menempel pada telinga Bilal tiba-tiba terjatuh. Begitu juga dengan tongkat yang menyangga tubuh Bilal. Lelaki itu terhuyun jatuh bersandar dari pada dinding tembok dan terisak."Bilal!" Uma berhambur menghampiri Bilal. Begitu juga dengan aku dan Dejah. Serta beberapa orang yang sedang membantu di rumah untuk mempersiapkan pesta pertunangan adik bungsuku, Dejah."Bilal, ada apa?" Uma panik melihat keringat dingin bercucuran dari tubuh Bilal yang menangis."Abang, ada apa Bang!" Dejah yang berada di samping kanan Bilal pun terlihat panik."Mang sholeh, tolong ambilkan minum! Kalian mundur berikan udara untuk Bilal," ucapku pada beberapa orang yang mengerumuni Bilal.Beberapa saat kemudian mang Soleh menyodorkan segelas air putih kepadaku dan aku segera memberikannya kepada Bilal."Minum dulu Bilal!" ucapku membantu Bilal untuk meneguk air

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 88

    Aku berdiri di samping ranjang Bang Arsya. Menjatuhkan tatapan lekat pada lelaki bertubuh kurus yang terbaring lemas di atas ranjang. Sementara Yuma, terus saja terisak melihat' kondisi Bang Arsya yang semakin kritis."Kata Dokter, Bang Arsya masih terpengaruh dengan obat bius. Bersabarlah dulu, nanti setelah efek dari obat bius itu habis pasti Bang Arsya akan siuman," dustaku menenangkan Yuma. Aku tidak ingin Yuma semakin menyiksa dirinya jika mengetahui keadaan Bang Arsya yang sesungguhnya.Wanita dengan gamis lusuh berwarna kecoklatan itu mengangguk lembut seraya mengusap pipinya yang basah."Makanlah dulu, pasti Ais juga lapar," ucapku mengingat Yuma pada balita yang masih menggantungkan air susunya."Tapi Bang Arsya!" Yuma menjatuhkan tatapan ragu padaku. Rasa sayang pada Bang Arsya tergambar jelas pada wajah Yuma."Tenang saja! Biar aku yang menjaga Bang Arsya," sahutku tersenyum pad

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 87

    Keadaan Bilal masih sama seperti dulu. Seumur hidupnya ia akan menjadi seorang lelaki yang lumpuh. Tapi sedikitpun Bilal tidak pernah mengeluhkan keadaannya. Lelaki yang menjadi tongkat estafet pondok harus berganti padaku. Kini akulah yang meneruskan dakwah keluar kota setiap kali ada undangan yang datang."Kak!" Bilal yang berjalan menghampiriku menuju teras rumah."Apa Bilal!" sahutku masih berfokus pada layar ponsel. Mengecek jadwal undangan yang sudah masuk."Sepertinya kakak harus menghentikan dakwah kakak!" tutur Bilal dengan suara parau.Seketika aku mengalihkan tatapanku pada lelaki yang duduk pada bangku di sampingku."Kakak butuh seorang pendamping. Kakak adalah wanita, dan sebaik-baiknya wanita adalah berada di dalam rumah," imbuh Bilal terdengar seperti sedang menasehatiku.Aku meletakkan ponsel di atas meja yang membelah antara aku dan Bilal. "Bilal, ini buka

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 86

    "Yuma!" Bang Arsya tercekat melihat kehadiran wanita berbadan dua yang berjalan menuju ke arah meja kami.Yuma menjatuhkan tubuh duduk pada bangku. Wajahnya terus saja menunduk tidak berani menatap kepadaku ataupun Bang Arsya."Maksud kamu apalagi, Mariyah?" Rahang Bang Arsya mengertak menatap tajam kepadaku.Aku membisu dengan membalas tatapan datar pada Bang Arsya. "Beberapa waktu lalu vonis mengejutkan datang dari Bilal. Dokter Iman mengatakan bahwa Bilal mengalami kelainan genetik. Dimana Bilal di katakan mandul seumur hidup.""Apa?" Bang Arsya mengerang menekan meja dengan kedua tangannya. Menatap padaku dan juga Arsya dengan tatapan tajam."Jangan gila kamu, Mariyah?" desis Bang Arsya bangkit dengan wajah merah menyala."Gila bagaimana, Bang?" sergahku mendongak dengan rahang menggertak."Apakah kamu saat ini sedang menuduhku?" kelakar Bang Arsya. Ur

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 85

    Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kafe tempatku berada. Pesan yang sudah kukirimkan pada Bang Arsya masih saja bercentang satu. Apakah Bang Arsya membohongiku lagi. Aku mendengus berat, aku harap ini hanyalah rasa kekhawatiranku saja.Sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua mataku. Aku terkejut untuk sesaat. Aroma maskulin yang bergitu akrab dengan indera penciumanku membuatku tidak kesulitan untuk menebak siapa yang berada di belakang punggungku."Abang!" ucapku."Mariyah!" Bang Arsya melepaskan tangan yang menutupi kedua mataku. "Kok kamu tahu kalau itu, Abang!" serunya memutar tubuh bejalan menuju bangku yang berada di samping kiriku. Senyuman merekah pada kedua sudut bibir Bang Arsya.Meja kafe yang berbetuk persegi memiliki empat bangku pada setiap mejanya. Dengan beberapa lampu yang menggantung di setiap atas meja. Jika malam, kafe ini akan terlihat semakin indah dengan beberapa lampu hias yang lainy

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status