Share

5. Titik Buntu

“Sandra?”

Wanita yang dipanggil Aldric menoleh. Wajah cantiknya seketika memucat. Namun begitu, ia terlihat berusaha menguasai dirinya karena sedang bersama Alex.

Untuk sesaat mereka hanya saling menatap dengan pandangan tak percaya. Aldric meneliti wanita di depannya yang semakin anggun dengan penampilan yang sangat berbeda. Sementara Sandra dengan spontan merapatkan tubuh Alex kepada tubuhnya.

Aldric memaksa Sandra untuk berbicara. Dengan langkah berat, Ibu dari Alex itu mengikuti kemauan lelaki yang telah menyakiti hatinya bertahun-tahun yang lalu. Mereka pergi ke restoran dan meminta ruang tersendiri.

“Tuan Muda Alex, ada ruang baca kecil di pojok restoran. Kita ke sana, yuk,” tawar Marvin.

“Aku bukan Tuan Muda kamu,” balas Alex dengan ketus.

“Alex sayang, bicara yang sopan!” Sandra mengingatkan putranya dengan suara lembut.

Anak lelaki itu spontan menundukkan kepala kepada Sandra. “Maaf, Mom.”

Melihat perilaku Alex kepada Sandra, Aldric terkesima. Putranya terlihat santun pada sang Mommy. Suara wanita di depannya begitu lembut namun tegas saat berbicara dengan putranya.

“Pergilah bersama Uncle Marvin sebentar,” pinta Sandra.

Alex memperhatikan sang Mommy. Ia menganggukkan kepala kemudian melirik Aldric dengan tatapan tajam sebelum meninggalkan meja mereka.

“Anak yang cerdas,” puji Aldric.

“Terima kasih.”

Mereka saling terdiam saat pelayan datang dengan minuman pesanan mereka. Aldric menatap wanita cantik di depannya yang mengenakan pakaian tertutup dari kepala hingga ujung kakinya.

Dengan satu tarikan napas panjang, Aldric berucap. “Mengapa kamu tidak memberitahuku bahwa kita memiliki anak?”

“Karena aku tidak mau Tuan mengetahuinya. Aku tidak mau Tuan mengambil Alexku.”

Aldric mendengus pelan. “Mengapa kamu berpikir aku akan mengambilnya?”

“Sekarang apa yang Tuan inginkan?” Sandra mengabaikan pertanyaan Aldric.

“Beritahu Alex bahwa aku ayah kandungnya.”

“Untuk apa?”

Kini pengusaha sukses di depan Sandra merenung. Ia belum memiliki rencana apapun. Karir politiknya bahkan akan hancur jika partainya mengetahui ia memiliki anak di luar nikah. Apalagi saat ini ia memiliki seorang tunangan.

“Paling tidak aku akan bertanggung jawab membiayai kehidupannya.” Akhirnya Aldric menemukan jawaban.

Sandra menggeleng keras. “Aku bisa menghidupinya tanpa kurang satu apapun.”

“Bagaimanapun Alex juga anakku.” Tegas Aldric.

“Selama tiga tahun Tuan tidak mengetahuinya ‘kan? Anggap saja selamanya seperti itu.” Sandra berdiri.

Semakin lama, Sandra semakin tak sanggup berbicara dengan lelaki yang menaruh benih di rahimnya tanpa ia sadari. Rasanya seperti harus kembali ke kubangan duka saat ia hamil tanpa seorang suami. Memilih pergi jauh dari keluarga agar nama keluarga tetap bersih tanpa aib yang dibawanya.

“Sandra, please, tunggu dulu.” Aldric menahan tangan Sandra yang akan pergi.

“Lepas!” desis Sandra seraya menarik tangannya dari genggaman Aldric. “Jangan sentuh aku. Tuan lihat sendiri aku sudah berubah. Aku sudah bertobat dan tidak ingin menambah dosa. Tuan bukan mahramku,” imbuhnya lagi.

Sambil mengangkat kedua tangannya, Aldric berusaha untuk tetap mempertahankan pembicaraan dengan Sandra.

“Kita belum selesai bicara, Sandra.”

“Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Aku sudah melewati badai dalam kehidupanku, jangan Tuan kembalikan lagi badai itu kepadaku. Aku tak kan sanggup. Tolong, pergilah. Anggap tak pernah ada cerita apapun di antara kita,” lirih Sandra sambil terisak.

Bagaimana mungkin tidak ada cerita antara mereka jika sekarang ada seorang anak dari hasil cerita masa lalu itu? Tapi demi melihat wajah Sandra yang memohon dan terisak di depannya, membuat Aldric sangat terluka. Hatinya tersentuh melihat wanita yang mengandung anaknya secara diam-diam itu meneteskan airmata di hadapannya.

"Apa Tuan membuat Mommyku menangis?" Tiba-tiba Alex telah berada di samping mereka.

Anak kecil itu kembali menatap tajam kepada pria di depannya. Pandangan mata anak pemberani itu membuat Adric menggeleng pelan. Tangan mungil Alex mengenggam telapak tangan sang Mommy seolah ingin memberikan kekuatan baru. 

"Mommy tidak apa-apa, Alex. Ayo, kita pergi sekarang." Sandra menganggukkan kepalanya kepada Aldric dan segera berlalu.

Aldric hanya menatap kepergian wanita cantik dan putranya itu tanpa satu kata pun. Ia terduduk kembali, merenungi pembicaraannya dengan Sandra barusan. Sialnya, ia kembali tidak dapat membuat keputusan.

Setiba di apartemen, Sandra berusaha bersikap biasa saja di depan sang putra. Mereka kini tengah berada di ranjang. Bersiap untuk melakukan rutinitas setiap malam, membaca buku atau sekedar bercerita kegiatan mereka hari ini.

“Mom?”

“Ya, sayang?”

“Apa benar Tuan yang tampan tadi adalah Daddyku?”

“Kamu sudah memiliki Daddy Luke dan Daddy Deniz, Nak.”

Dua nama tersebut adalah kakak kandung Sandra yang tinggal di Indonesia. Mereka bergantian datang ke Jerman untuk menemani sang adik bungsu sejak  hamil. Luke dan Deniz ‘lah yang selama ini menggantikan peran seorang ayah untuk Alex.

“Tapi wajahnya sangat mirip denganku ‘kan?” Alex menatap sang Mommy dengan raut wajah penasaran.

“Ada banyak orang dengan kemiripan di dunia ini, Alex.”

Alex tidak menjawab. Tangannya bergerak-gerak memainkan rambut sang Mommy. Usianya baru 3 tahun, tetapi Alex memiliki kecerdasan berbahasa serta berpikir yang sangat baik.

“Bagaimana kalau Tuan itu datang lagi, Mom?”

“Mommy rasa dia akan kembali ke negaranya dan kita tidak akan bertemu dengannya lagi.”

***

Telah satu jam Aldric tercenung memandang city light dari jendela kamar hotelnya. Sebagai seorang pengusaha dan politikus, ia terbiasa menyelesaikan masalah dengan keputusan yang selalu tepat. Tapi saat ini, ia benar-benar menemukan titik buntu, tak tau harus melakukan apa.

“Nyonya Sandra telah menyelesaikan program S2 di University of Hamburg. Sekarang beliau mengajar sebagai dosen literasi di universitas yang sama.”

“Menurut tetangga di kediaman Nyonya, ia selalu rutin dikunjungi oleh dua orang lelaki yang disebut Alex sebagai daddy. Mereka adalah kakak-kakak kandung Nyonya dari Indonesia.”

Asisten pribadi Aldric terus mengungkapkan penyelidikannya tentang Sandra dan Alex. Walaupun tanpa komentar apapun dari Tuannya, ia terus berbicara hingga semua informasi tersebut telah selesai ia sampaikan.

Dengan mengembuskan napas panjang, Aldric menatap Marvin. “Jadi Sandra belum menikah?”

Marvin menggeleng pelan menjawab pertanyaan Aldric yang telah dua kali Tuannya tanyakan.

“Lalu bagaimana, Tuan? Apa yang akan kita lakukan sekarang?”

“Siapkan pesawat. Kita kembali ke Inggris.”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
FR3Y GG
like father like son
goodnovel comment avatar
greenhulk
alex kecil kereenn nih kymy
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status