Share

Di dalam Figura Foto (2)

Sampai di rumah ayah dan ibu mertua, kami disambut dengan bahagia oleh mereka. 

Kebahagiaan itu terpancar jelas dari wajah ayah menyambut kedatangan Bian. Sedangkan aku mengobrol bersama ibu dan Sindi.

"Ibu sangat senang kamu datang," ucap ibu berkali-kali, matanya hampir berkaca-kaca saat melihat Bian tumbuh sehat dan ceria.

"Meski ...." Ucapannya terjeda. Aku tahu, ibu pasti mengharapkan Mas Rian datang.

"Besok, Mas Rian akan datang untuk menjemput Bu," jawabku membesarkan hatinya.

"Untuk apa? kalau dia datang hanya untuk sekedar menjemput dan langsung pergi," ucap Ibu lagi. Nampak terlihat kekecewaan dari raut wajahnya.

"Ini sudah malam Bu, biarkan Mbak Halwa beristirahat." Sindi menimpali, mengelus lengan ibunya.

"Ya sudah, kamu istirahat ya." Ibu akhirnya keluar dari kamar. Aku tidur di kamar Mas Rian saat ia masih di rumah ini, masih nampak rapi dan terurus.

"Mbak kasian sama Ibu, ia pasti sangat merindukan anaknya. Kenapa juga Mas Rian begitu sulit untuk diajak datang ke mari," ujarku memancing Sindi untuk bercerita.

Sindi menghela napas panjang, lalu duduk di sampingku.

"Sindi masih kecil saat itu Mbak, entah bagaimana awalnya, tiba-tiba ayah dan Mas Rian bertengkar hebat."

"Kenapa? apa yang mereka permasalahkan?"

Sindi menggeleng, "Sindi juga tidak tahu pasti."

"Saat itu yang Sindi tahu, Mas Rian punya kekasih namanya Riana, tapi ayah sangat melarang mereka berhubungan."

"Oh begitu," jawabku pura-pura baik-baik saja, padahal hati merasakan perihnya saat nama Riana terucap berdampingan dengan nama Mas Rian.

Sindi keluar untuk membiarkanku beristirahat, sedangkan Bian masih belum kembali ke kamar, biasanya ia akan tidur bersama ayah.

Perasaanku masih tidak tenang, ini hampir pukul 21.00 pikiran jelek terus menggerayang, bayangan-bayangan pertemuan Mas Rian dan Riana membuat dadaku serasa mendidih.

Aku terus menimbang, apakah harus menghubungi Riana agar tahu posisinya saat ini. Namun, kuurungkan lagi agar tidak menimbulkan kecurigaan.

Saat ini mataku terfokus pada sebuah foto Mas Rian yang terpajang pada sebuah figura unik dan mewah.

Aku meraihnya dan melihat foto itu, ia sangat terlihat masih culun dan polos. 

'Figura yang cukup besar untuk dijadikan penyimpanan,' lirihku saat melihat sekelilingnya.

Penyimpanan? aku menjadi penasaran apakah ini bisa dijadikan penyimpanan. Saat kuteliti lagi, ada lubang kunci yang tertutup.

Melihat itu, aku segera menggeledah barang-barang Mas Rian, menemukan kunci yang cocok untuk membuka figura tersebut.

Hampir semua penyimpanan di kamar ini aku geledah, tapi tidak kutemukan anak kunci di dalamnya. Sampai mataku terfokus pada sesuatu, mainan figuran seorang gitaris lengkap dengan gitarnya, ujung gitar tersebut mirip anak kunci.

Aku segera mengambil dan mencobanya, kunci itu masuk dan dapat membuka figura.

Hatiku lemas seketika saat kulihat di dalamnya terdapat banyak foto lama, dua pasangan sejoli yang dilanda cinta.

Aku melempar foto-foto itu hingga berserakan, terhampar di lantai. Sedangkan aku merangkak menaiki tempat tidur, menahan dada yang bergejolak.

Lelaki yang telah kunikahi, bukan hanya menyimpan nama wanita lain di hatinya, tapi juga menyimpan kenangan manis mereka dalam hidupnya.

Bagaimana aku bisa bertahan setelah ini? hatiku hancur seperti pecahan kaca.

Aku meringkuk, menahan sesak dada yang membuatku sulit bernapas, ingin menangis dan meraung yang tidak bisa kulakukan sekarang, hanya meratapi kesedihan dalam sunyi.

Brak! pintu terbuka cukup keras.

"Halwa, bagaimana kamu bisa membiarkan pria lain mengantarmu pergi tanpa seijinku!" teriaknya di depan pintu.

Aku menoleh dengan mata yang membengkak, dia menatapku, lalu berjalan masuk perlahan.

"Ada apa?" tanyanya pelan. Aku hanya diam, saat kakinya menginjak lembaran foto di lantai dan ia menunduk untuk memeriksa.

Sunyi ... hening ... dingin ... itulah yang kami rasakan saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status