Home / Urban / CURHAT DONG, MA!? / Bab 1. Komentar Netizen

Share

CURHAT DONG, MA!?
CURHAT DONG, MA!?
Author: Beyouna

Bab 1. Komentar Netizen

Author: Beyouna
last update Last Updated: 2022-09-20 18:51:09

***

"Curhat dong, Ma!?"

"Iyaaa, doong!"

"Begini, Ma. Aku punya menantu, awalnya sih setuju, tapi lama-kelamaan, jadi gak suka sama dia. Aku kepinginnya dia diceraiin aja deh sama anakku, gimana itu Ma?"

Demikian, penggalan pertanyaan dari seorang Ibu-ibu Pengajian di sebuah Acara Dakwah di sebuah stasiun televisi yang menuai banyak komentar dari Warganet, yang setelah viral ternyata dinyatakan settingan.

Kuusap dadaku membaca satu per satu komentar di sebuah akun gossip yang kufollow di akun Instagramku. Aku, seorang Ibu dari anak-anak laki-laki yang semua sudah menikah, berdoa agar dijauhkan dari sikap seorang Ibu yang menginginkan perceraian terhadap rumah tangga anak menantunya.

Komentar-komentar yang kubaca kebanyakan adalah dari para menantu yang memiliki mertua serupa, dan ada pula yang beradu nasib di sana. Aku sebagai 'silent Rider' hanya bisa mengelus dada. Apa iya, di luar sana banyak sekali menantu yang terzolimi? apa iya, para Mertua kebanyakan adalah penzolim karna merasa anak laki-lakinya adalah hak kuasanya? karna merasa, menantunya tak layak untuk anaknya?

Baiklah, aku kembali mencoba scroll ke bawah tentang komentar-komentar di akun gossip itu. Entah kenapa, aku sedikit terusik dengan pertanyaan, apa kira-kira yang diinginkan oleh para Menantu dari Mertuanya. Kupikir, dengan membaca komentar-komentar mereka, aku bisa sedikit memahami para menantuku pula.

[Mertuaku malah terkesan munafik sih, lagaknya aja mengasihi, sok bijak. Padahal dia sama aja sama peserta itu, menginginkan anaknya pisah dengan istrinya.]

Kudapati komentar yang mengunci mataku, komentar itu berasal dari seorang wanita dengan akun @miraSehatIrwan. Aku memang tidak saling follow dengan akun itu, kubukapun, akunnya privat. Namun, nama akun itu seperti nama Menantu dan Anakku.

Deg! jantungku berhenti berdetak, kemudian berdesir kencang ke ubun-ubun saat kubaca satu per satu balasan dari komentar-komentar netizen untuk mengomentari 'keluhan' TS tersebut.

[Munafik gimana?]

[Ya, berlagak mengayomi padahal busuk hati]

[Busuk hati bagaimana]

[Dia memintaku untuk selalu bersabar menghadapi anaknya yang hobi main game mulu, tapi dia sendiri gak pernah menegur anaknya. Dia juga selalu ngantar makanan setiap jam makan siang atau malam, seolah masakanku tak layak untuk anaknya. Atau dia takut kali ya, anaknya jadi suka sama masakanku?]

[Ya udah, bilang aja sama mertuamu, jangan sering antar makanan di jam makan.]

[Aku tak berani, dia tipe Mertua yang punya power terhadap anak-anaknya, suaminya aja takut sama dia.]

Sungguh, aku seperti yakin kalau akun itu adalah akun milik Mira menantuku.

Akupun penasaran dengan berapa Like komentar itu, ada enam puluh delapan Like. Entah kenapa, kucoba menekan siapa saja yang ada dalam Like itu, terkejutlah aku. Di sana ada akun-akun milik orang-orang yang kukenal bahkan kami saling follow.

Hp kugenggam erat, tiba-tiba nofikasi berbunyi. Sebuah chat WA dari Irma.

[Ma, boleh minta tolong?]

Kujawab, [ya.]

[Irma mau ke Pasar nih, Ma. Boleh titip Dion dulu ya.]

[Boleh, antar aja ke rumah.]

Sekitar lima menit kemudian, kudengar suara motor metik milik Irma sudah berhenti di depan rumah. Kubuka pintu, cucuku Dion langsung meloncat ke gendonganku.

"Dion sama Nenek dulu, ya! Mama mau beli Pempers Dion dulu."

"Loh, katanya mau ke Pasar?" tanyaku sambil menggendong Dion.

"Iya, Ma. Sekalian."

"Irwan belum pulang jam segini?"

"Udah Ma, habis mandi dia langsung keluar tu ke Warung tetangga. Biasalah, mabar."

"Mabar?"

"Main bareng, Ma. Ituloh game online."

Aku menghirup nafas dalam, tak dipinta untuk memahamipun, aku sudah paham bagaimana perasaan Irma menghadapi suami seperti Irwan.

"Irma, nanti suruh Irwan datang ke sini ya! Mama perlu bicara sama dia."

"Kalau Irma boleh tau, mau bicarakan apa ya, Ma?

"Tentang kebiasaannya itu, kayaknya setiap nasehat Mama dari dulu, dianggapnya kayak angin lalu saja."

"Ah, Ma. Udahlah, gak bakal berubah tu dia. Ya udah ya, Ma. Irma pamit dulu."

Irma tak menghadapkan wajahnya ke arahku, mengalihkan pandangan seolah menyembunyikan pandangan kesalnya.

"Oh ya, Irma!"

"Ya, Ma."

"Kamu, punya akun I*******m?"

________________

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 14. Amanda

    ***Romi memandang Amanda sambil tersenyum. Romi juga memandang ke arah Suamiku yang tampak tenang dan siap mendengarkan penjelasan Romi. Aku yang sedari tadi menyiap-nyiapkan mental untuk mendengar pernyataan mereka, meremas seprai kuat-kuat. "Ada apa sebenarnya, Romi?" tanya Suamiku. "Anak yang ada di dalam kandungan Amanda ini, bukan anak Romi, Ma, Pa." ucap Romi santai. "Apa?!" aku terkejut. "Ya, ini anak dari sahabat Romi, Dodi Hartanto.""Ja, jadi, bagaimana ini sebenarnya, Romi?" tanyaku semakin cemas. "Ma, Pa. Ini adalah satu-satunya cara agar aku bisa bercerai dengan Mila.""Apa?!" aku semakin kaget. "Aku sudah lelah dituduh mandul terus sama dia. Ia dan keluarganya selalu membanggakan diri dan keturunan keluarganya, kalau mereka adalah keturunan yang subur. Dan akulah penyebab Mila tak kunjung hamil sampai sekarang. Ia tak mau dicerai, ia bahkan mengancamku jika aku menceraikannya, dia akan melakukan aksi menyiksa diri sendiri kemudian melapor ke Kantor Polisi agar aku

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 13. Bukti

    ***Pagi ini hari Minggu, Suamiku menemaniku ke kamar mandi, memandikanku, dan sekarang sedang memakaikanku pakaian. Setelah selesai, tiba-tiba suara ketukan beberapa kali terdengar. Si Mbak yang hendak ke Pasar, membukakan pintu. Si Mbak mengantarkan orang yang datang itu ke kamarku, dia adalah Mila. Mila sendirian saja, tapi kali ini dengan raut tenang dan terlihat santai. Mendapati kehadiran Mila yang tiba-tiba, aku dan Suamiku saling pandang heran, "Ada apa Mila? sepertinya ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Suamiku. "Yah, ini ada kaitannya dengan Selingkuhannya mas Romi." katanya santai. Aku dan suamiku saling memandang, mengapa pula Mila datang ke sini, jika untuk membahas masalah rumah tangga mereka? "Bukankah itu bisa kau sampaikan saja pada Romi?" tanya Suamiku. "Aku tadi baru saja pulang ke rumah. Kudapati perempuan itu di sana. Aku juga sudah menyampaikan ini pada mereka.""Apa? Romi sudah menempatkan perempuan itu di sana?" tanyaku kaget. "Kenapa Ma? bukankah M

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 12. Keputusan Romi

    ***Sepertinya, aku kembali pingsan. Kudapati diriku sudah terbaring di atas ranjang. Keadaan di mana Romi, Irwan dan Suamiku berada di kamar. Mereka mendekatiku saat tau aku sudah siuman. Menanyakan bagaimana yang kurasakan saat ini, dan apa keluhanku. Kutatap Romi lebih lama. Entah sejak kapan ada plester luka di dahinya, kuusap dahinya. "Ini kenapa?" tanyaku padanya. "Ii, ini luka, Ma." jawabnya. "Apa tadi Papamu memukulimu sampai terluka?" tanyaku melihat ke arah Suamiku. "Tidak Ma! ini bahkan sudah ada beberapa hari yang lalu.""Kenapa?" tanyaku curiga. "Dilempar sama Mila, Ma. Saat dia tahu aku menghianatinya."Kuhembuskan nafas beratku perlahan, kejadian tadi masih terasa baru saja terjadi. "Kemana Besan dan menantuku?" tanyaku mengitari pandangan ke semua arah. "Mereka sudah pergi." jawab Suamiku. "Masalah ini pasti berlanjut ke depan, takkan selesai begitu saja." gumamku. "Mereka pergi saat Mama pingsan. Alih-alih khawatir, Ibunya Mila malah mengkhawatirkan Video y

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 11. Perselingkuhan

    ***Gemetar aku meminta si Mbak mengambil Hpku. Si Mbak berlari segera ke dalam, kemudian menekan tombol untuk memanggil Romi dari Hpku. Begitu terhubung, kuminta Romi agar segera datang ke rumah ini. "Buk, tolonglah untuk tidak menggebu-gebu, atau terburu-buru menyimpulkan sesuatu. Majikan saya baru saja pulih dari struk, saya khawatir ini Buk." si Mbak berusaha memohon pada Ibunya Mila. "Terburu-buru bagaimana? jelas-jelas anak saya Mila sudah ditalak dan anak saya pulang hanya membawa sekoper pakaian pulang ke rumah saya! bagaimana bisa saya tidak menggebu-gebu dengan ketidak adilan ini?""Tak apa-apa Mbak, saya bisa menerima ini. Mila, apa benar Romi berselingkuh?" tanyaku perlahan pada Mila yang sedari tadi memasang gestur berlindung di belakang Ibunya. Mila melirik ke arah Ibunya, "Ya! dan dia menyalahkan aku. Katanya aku mandul, dan tidak bisa menghargai Ibunya."Deg! jantungku seperti berhenti berdetak. Ada rasa kecewa menyirami seluruh hatiku, bagaimana bisa anakku Romi m

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 10. Berusaha Sembuh

    ***Selepas kejadian kemarin sore, tekadku benar-benar kulaksanakan mulai pagi ini. Kupinta Suamiku untuk membimbingku berdiri di halaman. Awalnya, Suamiku menyarankan untuk tak perlu terburu-buru. Namun, aku sudah bertekad untuk segera pulih dari kelumpuhan ini. Kutahan kedua kakiku untuk bisa menopang tubuhku, kufokuskan fikiranku agar sebelah kakiku yang lumpuh ini bisa merespon perintah dari otakku. Namun, tak semudah itu. Kelumpuhan setengah badan sangatlah berat. Beberapa kali aku mencoba berdiri, namun tetap saja setengah dari tubuhku lunglai tak berdaya. Belum lagi para tetangga yang ikut melihat dan sesekali menyapa, membuat mentalku yang tadinya sudah mencoba berani, kini menjadi ciut dihantam rasa minder dan capek. "Udahan nih?" tanya Suamiku saat mendapatiku tak bersemangat lagi untuk mencoba berdiri. "Mama malu, Pa." jawabku menunduk. Suamiku melihat ke sekitar, beberapa tetangga masih setia berdiri di dekat pagar, menungguku kembali berdiri, seolah penasaran dengan

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 9. Saling Menyalahkan

    ***Sore hari, kudengar suara deru motor Suamiku. Ia pulang lebih cepat dari biasanya, namun sepertinya sangat terburu-buru. Kudengar suara langkahnya sangat cepat di balik jendela kamar. Ia masuk mengucapkan salam, dan disambut oleh Irma dan Mila yang masih asyik ngobrol di sofa ruang tamu. Tak lama kemudian, Romi dan Irwan tiba pula menyusul. Mereka serempak memarkirkan motornya di halaman dengan memasang wajah bingung. Aku melihatnya dari jendela kamar pula. "Mbak! bawa Ibuk ke sini!" perintah Suamiku pada si Mbak dengan nada tak biasa, seperti menahan marah. Tampak si Mbak berlari kecil menuju kamar, membantuku duduk di kursi roda, kemudian segera mendorongku ke ruang tamu. Kulihat Romi dan Irwan duduk gusar dan bingung, demikian kedua menantuku, masing-masing mendekat ke suaminya dengan wajah yang tak nyaman dan bingung pula. Setelah aku di dorong mendekat dengan Suamiku. Kulihat suamiku membuka tasnya, mengeluarkan Laptopnya dan menyalakannya. Tampak ia membuka sebuah Apli

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status