Share

Bab 2. Menasehati Irwan

***

"Kamu, punya akun I*******m?"

Irma yang tadinya hendak melangkah, terhenti seketika. Ia kemudian menoleh,

"Ah, Ma. Dulunya ada sih, tapi sekarang kayaknya udah gak aktif lagi."

"Kenapa?"

"Yaaa, jangankan buka-buka I*, beli paket data aja Irma kadang-kadang."

"Benarkah? bukannya gaji Irwan itu lumayan besar ya? pasti bisa dong untuk sekedar beli paket data."

"Yaaa, andai saja Mas Irwan gak gila sama game online-nya. Mungkin kebutuhan rumah tangga kami bisa tercukupi, Ma."

"Astagfirullah, benar-benar ya itu anak! ya udah, nanti kamu suruh aja dia ke sini, ya!" aku mulai sedikit emosional.

"Ah, jangan Ma! gak usah! nanti kami bisa berantem."

"Kamu tenang saja, Mama akan memarahi dia!"

"Iii, iya, Ma. Irma ke Pasar dulu ya! nanti kesorean. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam"

Irma menstarter motornya, seiring perginya Irma, hatiku benar-benar seperti diremas-remas. Bisa-bisanya anak yang kudidik dari kecil, sanggup menzolimi anak istrinya seperti itu.

Kuraih HPku, dan kutelfon Irwan segera, agar nanti sore dia saja yang menjemput Dion ke rumah.

Sekitar pukul setengah enam sore, Irwan datang ke rumah.

"Dion mana, Ma?"

"Itu, lagi main sama si Mbak."

"Mama kok kelihatan kesal banget? lagi gak enakan ya sama Irma?"

"Kenapa malah gak enakan sama Irma?"

"Ya, tadi Irma juga begitu. Dia nyuruh Irwan ke sini sambil masang wajah kesal."

"Mama gak kesal sama Irma, mama kesal sama kamu!"

"Lha, kok malah sama Irwan? salah Irwan apa, Ma?"

"Kamu tuh ya, punya istri sama anak jangan dizolimi. Masa, kamu punya gaji lumayan besar, istri sendiri gak mampu beli paket data?"

"Irma bilang begitu, Ma?"

"Jujur ya kamu sama Mama! ini memang bukan ranah Mama ikut campur. Tapi, menurut Mama kamu keterlaluan."

"Keterlaluan gimana sih, Ma?"

"Kamu kasih berapa Irma setiap kamu gajian?"

"Ma, please deh! aku tu tau kewajiban aku sama hak aku. Insya Allah, Irma aku kasih cukup kok."

"Iya, cukup menurut kamu, belum tentu cukup untuk dia sebagai Ibu rumah tangga sekaligus Ibu dari anak kamu."

"Ma, gaji aku empat juta tiga ratus sebulan. Dua setengah juta untuk Irma aku kasih setiap bulan, delapan ratus untuk cicilan Motornya dia, dan satu juta untuk isi dompet aku Ma, selama sebulan."

"Kamu gak bohong kan? gak lagi mengarang hitung-hitungan kan sama Mama?"

"Ya, Allah. Apa perlu Irwan bersumpah Demi Allah, Ma?"

"Lantas, kenapa kamu selalu minta Mama anterin lauk ke rumahmu?"

"Dia selalu masak tempe lagi, tahu lagi, telur lagi. Dion aja dicocolin sereal atau nasi tim kemasan setiap hari. Dia kan memang gak bisa masak, Ma."

"Kamu jangan ngarang cerita, dia memang dulu mengaku gak bisa masak, tapi kan pasti dia berusaha belajar masak."

"Belajar dari hongkong? belajar cara dapat cashback go food, iya!"

Aku mulai sedikit tergugah untuk mempercayai Irwan, anakku. Namun segera kutepis. Kubayangkan komentar-komentar netizen di akun gossip itu, mengerikan sekali jika aku tak berusaha seimbang.

"Sekarang kamu jujur, secandu apa sih kamu sama game online itu? itu judi, Irwan! judi! astaghfirullah, Mama beneran gak nyangka kamu yang Mama didik dan besarkan, bisa-bisanya kecanduan game online?!"

"Siapa yang judi, Ma?"

"Trus, ngapain kamu habis pulang kerja, langsung main ke Warung?"

"Ya, ngopilah sama temen-temen. Memang sih sambil mabar juga, tapi gak judi juga."

"Kan bisa ngopi di rumah, bermain sama istri dan anak."

"Haaaihhh, Ma. Andai Mama tau betapa irinya Irwan dengan rumah tangga Mama dan Papa."

"Kenapa?"

"Ya, adem aja gitu melihatnya. Papa pulang kerja, Mama menyambutnya dengan salim dan segelas kopi."

"Trus?"

"Mama tau sendiri, setahun kami tinggal di rumah Mama, memangnya Mama pernah lihat Irma memperlakukan Irwan seperti itu?"

"Lantas?"

"Irwan main ke warung karna capek, pulang kerja, dapat bini di rumah asik nonton drama korea mulu, anak dibiarin main sendirian, atau gak nyuruh anak tetangga main di rumah, sampai rumah berserak gak diberesin."

"Memangnya kamu tahu, dia ngapain aja seharian? kan gak!"

"Kerjaan dia apasih, Ma? setrika, disetrikain sama orang. Nyuci pake mesin cuci, jarang masak, selalu go food. Anak juga makannya dia gak mau ribet, beli yang kemasan. Beres."

Aku mulai oleng, pertahananku untuk tidak percaya pada anakku mulai keropos. Namun, tak kutampakkan rasa itu pada Irwan. Aku khawatir, malah akan menjadi bumerang untukku dan rumah tangga mereka.

"Udah mau magrib ini, Dion sepertinya udah ngantuk itu. Susah kamunya nanti bawa dia pulang pake satu tangan naik motor."

"Ya, udah. Intinya, Ma. Irwan gak pernah zolim sama Irma, Ma. Insya Allah Irwan tetap tahu kewajiban Irwan."

"Ya sudah-sudah..."

Aku melangkah menjemput Dion dari si Mbak, namun Irwan menanyaiku,

"Ma, ada lauk lebih gak untuk malam ini?"

"Ha?"

"Irwan belum makan dari tadi siang."

"Kamu belum makan?"

"Ya, tadi Irma cuma goreng telur sama tahu. Udah, itu aja. Katanya, pengeluaran lagi banyak bulan ini."

"Ya udah ah, makan aja apa yang ada di rumahmu." aku khawatir Irma kembali berfikir aku adalah Mertua yang akan selalu membela anaknya.

"Ma, Mama tega gitu sama Irwan?"

Irwan tampak memelas, akupun bingung. Jujur aku kasihan padanya, dahulu saat dia masih lajang, makanan kesukaannya adalah rendang jengkol dan ikan nila goreng. Kebetulan, sekarang ada makanan itu di dalam tudung saji. Semacam rasa bersalah, jika tak kutawarkan itu untuknya.

"Ya sudah, sebentar biar Mama buatkan untuk kamu bawa pulang."

"Irwan makan di sini aja deh, Ma."

"Kenapa? nanti istri kamu tersinggung."

"Dia tadi baru aja beli pecal lele dari pasar, Irwan cuma lihat bungkusnya di tong sampah."

"Astaghfirullah."

Ibu mana yang tak teriris hatinya seperti itu. Namun,

"Gak boleh begitu, sebentar biar Mama buatkan untuk kamu bawa pulang, ya!"

Setelah kubuatkan rendang jengkol dan ikan nila goreng di sebuah rantang susun, kuberikan itu pada Irwan.

"Bawalah ini. Bilang sama Irma, kalau capek di rumah seharian, antar saja Dion ke sini, Mama juga butuh teman di rumah ini. Biar Mama yang jagain Dion pagi atau sore, ya!"

Irwan mengangguk, lantas pamit sambil menggendong Dion untuk pulang.

***

Sambil menunggu azan Isya, aku duduk di sofa sambil membuka HP. Ah, kali ini entah kenapa rasa membekas akan komentar akun @irmaSehatIrwan itu kian membayang-bayang di benakku. Kubuka sekali lagi akun gossip itu, kucari lagi komentar yang tadi. Dan sudah mendapat Like ratusan. Ah, apakah begitu banyak yang mengalami masalah serupa dengan si mba TS? benakku.

Kubaca kembali balasan dari komentarnya tersebut, sudah bertambah banyak saja yang saling membalas. Namun,

Deg! kembali jantungku terasa berhenti, dan berdesir sampai ke ubun-ubun. Di bagian paling bawah balasan komentar itu, kudapati si mba TS memberi balasan lima menit yang lalu.

[Kalian tahu, barusan Mertuaku mengirimi kami lagi rendang jengkol dan ikan nila goreng kesukaan anaknya. Seolah ingin memperjelas persaingan kami. Dia tahu aku baru saja dari pasar, pasti dia berfikir aku akan masak enak malam ini, jadi dia segera mengirimkan amunisinya untuk antisipasi anaknya jatuh hati pada masakanku.]

______________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status