Beranda / Urban / CURHAT DONG, MA!? / Bab 2. Menasehati Irwan

Share

Bab 2. Menasehati Irwan

Penulis: Beyouna
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-20 18:54:50

***

"Kamu, punya akun I*******m?"

Irma yang tadinya hendak melangkah, terhenti seketika. Ia kemudian menoleh,

"Ah, Ma. Dulunya ada sih, tapi sekarang kayaknya udah gak aktif lagi."

"Kenapa?"

"Yaaa, jangankan buka-buka I*, beli paket data aja Irma kadang-kadang."

"Benarkah? bukannya gaji Irwan itu lumayan besar ya? pasti bisa dong untuk sekedar beli paket data."

"Yaaa, andai saja Mas Irwan gak gila sama game online-nya. Mungkin kebutuhan rumah tangga kami bisa tercukupi, Ma."

"Astagfirullah, benar-benar ya itu anak! ya udah, nanti kamu suruh aja dia ke sini, ya!" aku mulai sedikit emosional.

"Ah, jangan Ma! gak usah! nanti kami bisa berantem."

"Kamu tenang saja, Mama akan memarahi dia!"

"Iii, iya, Ma. Irma ke Pasar dulu ya! nanti kesorean. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam"

Irma menstarter motornya, seiring perginya Irma, hatiku benar-benar seperti diremas-remas. Bisa-bisanya anak yang kudidik dari kecil, sanggup menzolimi anak istrinya seperti itu.

Kuraih HPku, dan kutelfon Irwan segera, agar nanti sore dia saja yang menjemput Dion ke rumah.

Sekitar pukul setengah enam sore, Irwan datang ke rumah.

"Dion mana, Ma?"

"Itu, lagi main sama si Mbak."

"Mama kok kelihatan kesal banget? lagi gak enakan ya sama Irma?"

"Kenapa malah gak enakan sama Irma?"

"Ya, tadi Irma juga begitu. Dia nyuruh Irwan ke sini sambil masang wajah kesal."

"Mama gak kesal sama Irma, mama kesal sama kamu!"

"Lha, kok malah sama Irwan? salah Irwan apa, Ma?"

"Kamu tuh ya, punya istri sama anak jangan dizolimi. Masa, kamu punya gaji lumayan besar, istri sendiri gak mampu beli paket data?"

"Irma bilang begitu, Ma?"

"Jujur ya kamu sama Mama! ini memang bukan ranah Mama ikut campur. Tapi, menurut Mama kamu keterlaluan."

"Keterlaluan gimana sih, Ma?"

"Kamu kasih berapa Irma setiap kamu gajian?"

"Ma, please deh! aku tu tau kewajiban aku sama hak aku. Insya Allah, Irma aku kasih cukup kok."

"Iya, cukup menurut kamu, belum tentu cukup untuk dia sebagai Ibu rumah tangga sekaligus Ibu dari anak kamu."

"Ma, gaji aku empat juta tiga ratus sebulan. Dua setengah juta untuk Irma aku kasih setiap bulan, delapan ratus untuk cicilan Motornya dia, dan satu juta untuk isi dompet aku Ma, selama sebulan."

"Kamu gak bohong kan? gak lagi mengarang hitung-hitungan kan sama Mama?"

"Ya, Allah. Apa perlu Irwan bersumpah Demi Allah, Ma?"

"Lantas, kenapa kamu selalu minta Mama anterin lauk ke rumahmu?"

"Dia selalu masak tempe lagi, tahu lagi, telur lagi. Dion aja dicocolin sereal atau nasi tim kemasan setiap hari. Dia kan memang gak bisa masak, Ma."

"Kamu jangan ngarang cerita, dia memang dulu mengaku gak bisa masak, tapi kan pasti dia berusaha belajar masak."

"Belajar dari hongkong? belajar cara dapat cashback go food, iya!"

Aku mulai sedikit tergugah untuk mempercayai Irwan, anakku. Namun segera kutepis. Kubayangkan komentar-komentar netizen di akun gossip itu, mengerikan sekali jika aku tak berusaha seimbang.

"Sekarang kamu jujur, secandu apa sih kamu sama game online itu? itu judi, Irwan! judi! astaghfirullah, Mama beneran gak nyangka kamu yang Mama didik dan besarkan, bisa-bisanya kecanduan game online?!"

"Siapa yang judi, Ma?"

"Trus, ngapain kamu habis pulang kerja, langsung main ke Warung?"

"Ya, ngopilah sama temen-temen. Memang sih sambil mabar juga, tapi gak judi juga."

"Kan bisa ngopi di rumah, bermain sama istri dan anak."

"Haaaihhh, Ma. Andai Mama tau betapa irinya Irwan dengan rumah tangga Mama dan Papa."

"Kenapa?"

"Ya, adem aja gitu melihatnya. Papa pulang kerja, Mama menyambutnya dengan salim dan segelas kopi."

"Trus?"

"Mama tau sendiri, setahun kami tinggal di rumah Mama, memangnya Mama pernah lihat Irma memperlakukan Irwan seperti itu?"

"Lantas?"

"Irwan main ke warung karna capek, pulang kerja, dapat bini di rumah asik nonton drama korea mulu, anak dibiarin main sendirian, atau gak nyuruh anak tetangga main di rumah, sampai rumah berserak gak diberesin."

"Memangnya kamu tahu, dia ngapain aja seharian? kan gak!"

"Kerjaan dia apasih, Ma? setrika, disetrikain sama orang. Nyuci pake mesin cuci, jarang masak, selalu go food. Anak juga makannya dia gak mau ribet, beli yang kemasan. Beres."

Aku mulai oleng, pertahananku untuk tidak percaya pada anakku mulai keropos. Namun, tak kutampakkan rasa itu pada Irwan. Aku khawatir, malah akan menjadi bumerang untukku dan rumah tangga mereka.

"Udah mau magrib ini, Dion sepertinya udah ngantuk itu. Susah kamunya nanti bawa dia pulang pake satu tangan naik motor."

"Ya, udah. Intinya, Ma. Irwan gak pernah zolim sama Irma, Ma. Insya Allah Irwan tetap tahu kewajiban Irwan."

"Ya sudah-sudah..."

Aku melangkah menjemput Dion dari si Mbak, namun Irwan menanyaiku,

"Ma, ada lauk lebih gak untuk malam ini?"

"Ha?"

"Irwan belum makan dari tadi siang."

"Kamu belum makan?"

"Ya, tadi Irma cuma goreng telur sama tahu. Udah, itu aja. Katanya, pengeluaran lagi banyak bulan ini."

"Ya udah ah, makan aja apa yang ada di rumahmu." aku khawatir Irma kembali berfikir aku adalah Mertua yang akan selalu membela anaknya.

"Ma, Mama tega gitu sama Irwan?"

Irwan tampak memelas, akupun bingung. Jujur aku kasihan padanya, dahulu saat dia masih lajang, makanan kesukaannya adalah rendang jengkol dan ikan nila goreng. Kebetulan, sekarang ada makanan itu di dalam tudung saji. Semacam rasa bersalah, jika tak kutawarkan itu untuknya.

"Ya sudah, sebentar biar Mama buatkan untuk kamu bawa pulang."

"Irwan makan di sini aja deh, Ma."

"Kenapa? nanti istri kamu tersinggung."

"Dia tadi baru aja beli pecal lele dari pasar, Irwan cuma lihat bungkusnya di tong sampah."

"Astaghfirullah."

Ibu mana yang tak teriris hatinya seperti itu. Namun,

"Gak boleh begitu, sebentar biar Mama buatkan untuk kamu bawa pulang, ya!"

Setelah kubuatkan rendang jengkol dan ikan nila goreng di sebuah rantang susun, kuberikan itu pada Irwan.

"Bawalah ini. Bilang sama Irma, kalau capek di rumah seharian, antar saja Dion ke sini, Mama juga butuh teman di rumah ini. Biar Mama yang jagain Dion pagi atau sore, ya!"

Irwan mengangguk, lantas pamit sambil menggendong Dion untuk pulang.

***

Sambil menunggu azan Isya, aku duduk di sofa sambil membuka HP. Ah, kali ini entah kenapa rasa membekas akan komentar akun @irmaSehatIrwan itu kian membayang-bayang di benakku. Kubuka sekali lagi akun gossip itu, kucari lagi komentar yang tadi. Dan sudah mendapat Like ratusan. Ah, apakah begitu banyak yang mengalami masalah serupa dengan si mba TS? benakku.

Kubaca kembali balasan dari komentarnya tersebut, sudah bertambah banyak saja yang saling membalas. Namun,

Deg! kembali jantungku terasa berhenti, dan berdesir sampai ke ubun-ubun. Di bagian paling bawah balasan komentar itu, kudapati si mba TS memberi balasan lima menit yang lalu.

[Kalian tahu, barusan Mertuaku mengirimi kami lagi rendang jengkol dan ikan nila goreng kesukaan anaknya. Seolah ingin memperjelas persaingan kami. Dia tahu aku baru saja dari pasar, pasti dia berfikir aku akan masak enak malam ini, jadi dia segera mengirimkan amunisinya untuk antisipasi anaknya jatuh hati pada masakanku.]

______________

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 14. Amanda

    ***Romi memandang Amanda sambil tersenyum. Romi juga memandang ke arah Suamiku yang tampak tenang dan siap mendengarkan penjelasan Romi. Aku yang sedari tadi menyiap-nyiapkan mental untuk mendengar pernyataan mereka, meremas seprai kuat-kuat. "Ada apa sebenarnya, Romi?" tanya Suamiku. "Anak yang ada di dalam kandungan Amanda ini, bukan anak Romi, Ma, Pa." ucap Romi santai. "Apa?!" aku terkejut. "Ya, ini anak dari sahabat Romi, Dodi Hartanto.""Ja, jadi, bagaimana ini sebenarnya, Romi?" tanyaku semakin cemas. "Ma, Pa. Ini adalah satu-satunya cara agar aku bisa bercerai dengan Mila.""Apa?!" aku semakin kaget. "Aku sudah lelah dituduh mandul terus sama dia. Ia dan keluarganya selalu membanggakan diri dan keturunan keluarganya, kalau mereka adalah keturunan yang subur. Dan akulah penyebab Mila tak kunjung hamil sampai sekarang. Ia tak mau dicerai, ia bahkan mengancamku jika aku menceraikannya, dia akan melakukan aksi menyiksa diri sendiri kemudian melapor ke Kantor Polisi agar aku

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 13. Bukti

    ***Pagi ini hari Minggu, Suamiku menemaniku ke kamar mandi, memandikanku, dan sekarang sedang memakaikanku pakaian. Setelah selesai, tiba-tiba suara ketukan beberapa kali terdengar. Si Mbak yang hendak ke Pasar, membukakan pintu. Si Mbak mengantarkan orang yang datang itu ke kamarku, dia adalah Mila. Mila sendirian saja, tapi kali ini dengan raut tenang dan terlihat santai. Mendapati kehadiran Mila yang tiba-tiba, aku dan Suamiku saling pandang heran, "Ada apa Mila? sepertinya ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Suamiku. "Yah, ini ada kaitannya dengan Selingkuhannya mas Romi." katanya santai. Aku dan suamiku saling memandang, mengapa pula Mila datang ke sini, jika untuk membahas masalah rumah tangga mereka? "Bukankah itu bisa kau sampaikan saja pada Romi?" tanya Suamiku. "Aku tadi baru saja pulang ke rumah. Kudapati perempuan itu di sana. Aku juga sudah menyampaikan ini pada mereka.""Apa? Romi sudah menempatkan perempuan itu di sana?" tanyaku kaget. "Kenapa Ma? bukankah M

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 12. Keputusan Romi

    ***Sepertinya, aku kembali pingsan. Kudapati diriku sudah terbaring di atas ranjang. Keadaan di mana Romi, Irwan dan Suamiku berada di kamar. Mereka mendekatiku saat tau aku sudah siuman. Menanyakan bagaimana yang kurasakan saat ini, dan apa keluhanku. Kutatap Romi lebih lama. Entah sejak kapan ada plester luka di dahinya, kuusap dahinya. "Ini kenapa?" tanyaku padanya. "Ii, ini luka, Ma." jawabnya. "Apa tadi Papamu memukulimu sampai terluka?" tanyaku melihat ke arah Suamiku. "Tidak Ma! ini bahkan sudah ada beberapa hari yang lalu.""Kenapa?" tanyaku curiga. "Dilempar sama Mila, Ma. Saat dia tahu aku menghianatinya."Kuhembuskan nafas beratku perlahan, kejadian tadi masih terasa baru saja terjadi. "Kemana Besan dan menantuku?" tanyaku mengitari pandangan ke semua arah. "Mereka sudah pergi." jawab Suamiku. "Masalah ini pasti berlanjut ke depan, takkan selesai begitu saja." gumamku. "Mereka pergi saat Mama pingsan. Alih-alih khawatir, Ibunya Mila malah mengkhawatirkan Video y

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 11. Perselingkuhan

    ***Gemetar aku meminta si Mbak mengambil Hpku. Si Mbak berlari segera ke dalam, kemudian menekan tombol untuk memanggil Romi dari Hpku. Begitu terhubung, kuminta Romi agar segera datang ke rumah ini. "Buk, tolonglah untuk tidak menggebu-gebu, atau terburu-buru menyimpulkan sesuatu. Majikan saya baru saja pulih dari struk, saya khawatir ini Buk." si Mbak berusaha memohon pada Ibunya Mila. "Terburu-buru bagaimana? jelas-jelas anak saya Mila sudah ditalak dan anak saya pulang hanya membawa sekoper pakaian pulang ke rumah saya! bagaimana bisa saya tidak menggebu-gebu dengan ketidak adilan ini?""Tak apa-apa Mbak, saya bisa menerima ini. Mila, apa benar Romi berselingkuh?" tanyaku perlahan pada Mila yang sedari tadi memasang gestur berlindung di belakang Ibunya. Mila melirik ke arah Ibunya, "Ya! dan dia menyalahkan aku. Katanya aku mandul, dan tidak bisa menghargai Ibunya."Deg! jantungku seperti berhenti berdetak. Ada rasa kecewa menyirami seluruh hatiku, bagaimana bisa anakku Romi m

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 10. Berusaha Sembuh

    ***Selepas kejadian kemarin sore, tekadku benar-benar kulaksanakan mulai pagi ini. Kupinta Suamiku untuk membimbingku berdiri di halaman. Awalnya, Suamiku menyarankan untuk tak perlu terburu-buru. Namun, aku sudah bertekad untuk segera pulih dari kelumpuhan ini. Kutahan kedua kakiku untuk bisa menopang tubuhku, kufokuskan fikiranku agar sebelah kakiku yang lumpuh ini bisa merespon perintah dari otakku. Namun, tak semudah itu. Kelumpuhan setengah badan sangatlah berat. Beberapa kali aku mencoba berdiri, namun tetap saja setengah dari tubuhku lunglai tak berdaya. Belum lagi para tetangga yang ikut melihat dan sesekali menyapa, membuat mentalku yang tadinya sudah mencoba berani, kini menjadi ciut dihantam rasa minder dan capek. "Udahan nih?" tanya Suamiku saat mendapatiku tak bersemangat lagi untuk mencoba berdiri. "Mama malu, Pa." jawabku menunduk. Suamiku melihat ke sekitar, beberapa tetangga masih setia berdiri di dekat pagar, menungguku kembali berdiri, seolah penasaran dengan

  • CURHAT DONG, MA!?    Bab 9. Saling Menyalahkan

    ***Sore hari, kudengar suara deru motor Suamiku. Ia pulang lebih cepat dari biasanya, namun sepertinya sangat terburu-buru. Kudengar suara langkahnya sangat cepat di balik jendela kamar. Ia masuk mengucapkan salam, dan disambut oleh Irma dan Mila yang masih asyik ngobrol di sofa ruang tamu. Tak lama kemudian, Romi dan Irwan tiba pula menyusul. Mereka serempak memarkirkan motornya di halaman dengan memasang wajah bingung. Aku melihatnya dari jendela kamar pula. "Mbak! bawa Ibuk ke sini!" perintah Suamiku pada si Mbak dengan nada tak biasa, seperti menahan marah. Tampak si Mbak berlari kecil menuju kamar, membantuku duduk di kursi roda, kemudian segera mendorongku ke ruang tamu. Kulihat Romi dan Irwan duduk gusar dan bingung, demikian kedua menantuku, masing-masing mendekat ke suaminya dengan wajah yang tak nyaman dan bingung pula. Setelah aku di dorong mendekat dengan Suamiku. Kulihat suamiku membuka tasnya, mengeluarkan Laptopnya dan menyalakannya. Tampak ia membuka sebuah Apli

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status