"Jika ini adalah kegilaanku mencintai sosok seperti dia, tapi setidaknya aku tidak membiarkan perasaan ini berlalu begitu saja. Setidaknya aku sudah mengungkapkan dan berusaha merebut perasaan laki-laki dingin itu. Jika suatu saat aku menyerah semoga saat itu Andra mampu memahami apa yang kurasa untuk dirinya."
Diandra melontarkan harapan akan perasaannya malam itu. Hingga hari semakin larut tanpa sadar gadis itu mulai terlelap dalam tidurnya.
Hingga mentari kembali bersinar terang disambut riuh kicauan burung-burung yang bersahutan membangunkan Andra dari tidurnya. Sayup-sayup laki-laki itu membuka kedua matanya. Pandangannya tertuju pada jam dinding yang tepat di hadapan ranjang tempat tidurnya.
"Sudah pagi, lebih baik aku bersiap untuk rutinitas hari ini."
Andra mulai b
Diandra meghampiri ibu Andra. "Maaf atas sikap Andra ya bu, anda ibunya Andra ya, saya Diandra putri dari Angkasa Raditya," ucap Diandra sembari menjabat tangan wanita di hadapannya. "Saya ibunya Andra non, maaf saya mengganggu nona dan tuan," ucap wanita itu parau. "Tidak kok, ibu jangan berfikiran begitu, tapi anak ibu itu keterlaluan. Maaf bu saya jadi ikutan kesal lihat sikap dan tingkahnya," ucap Diandra. "Tidak apa-apa non, sebenarnya Andra tidak salah. Saya yang salah karena saya meninggalkannya sejak ia masih bayi hingga ia harus bergelut dengan hidup yang keras dan menyakitkan. Jika saja saya tetap bersamanya dan merawatnya, ia tak perlu merasakan semua kepahitan itu. Jangan ma
Andra mencoba menenangkan emosinya, dia memilih bangkit dari tempat duduknya dan melenggang meninggalkan ruangan kamarnya. Tiba-tiba secara tidak sengaja ia berpapasan dengan Diandra.Andra menghentikan langkahnya."Maaf saya ijin keluar sebentar jika anda membutuhkan saya, silahkan hubungi saya," ucap Andra.Belum sempat Diandra membalas ucapan laki-laki itu, Andra sudah lebih dulu melenggang tanpa perduli jawaban sang anak tuannya itu."Hufts!""Dasar!""Bisa-bisanya ia pergi saat aku belum memberinya ijin!""Andra itu manusia terbuat dari apa?""Mengapa ia sering terkesan angker, seolah tak perduli apapun?""Lama-lama bisa gila menghadapi manusia
Andra tetap menggandeng tangan Diandra tanpa perduli tatapan orang yang menuju pada mereka. Tak berapa lama Andra berhasil membawa Diandra keluar dari tempat itu. Andra meletakkan kedua tangannya di saku celananya sambil memandang wajah gadis di hadapannya. Alis laki-laki itu bertaut menjadi satu. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya selain tatapannya yang dingin. 'Hadeh... kenapa nih cowok diam terus ngelihatin aku begitu sih," gumam Diandra. "Kamu kenapa ngelihatin saya seperti itu?" Tanya Diandra gugup. "Anda belum menjawab pertanyaan saya!" Balas Andra. "Pertanyaan yang mana?" sambung Diandra. "Kenapa anda disini?"
"Baiklah kita mulai kencan esok hari, aku harap kamu tidak keberatan. Dan satu lagi jangan memanggilku nona, cukup panggil Diandra saja agar tidak aneh. Jadi hari ini kita resmi jadian kan?" Diandra tak dapat menyembunyikan betapa bahagianya ia hari itu. Tapi Andra masih terlihat datar meski ia mengikuti permintaan gila anak tuannya itu. "Terserah nona, resmi atau tidaknya di tangan anda. Bukankah ini ide anda?" ucap Andra. "Apa kamu tidak ikhlas?" Tanya Diandra. "Anda mau saya jujur?" Andra membalikkan kalimat gadis di hadapannya. "Ya, katakan!" Diandra tahu manusia seperti Andra sangat susah di taklukkan tapi justru itu yang membuat Diandra makin penasaran. "Saya terpaksa karena saya sudah berjanji, itulah faktanya," ucap Andra membuat Diandra kecewa. "Aku terlalu berharap tapi tak masalah aku akan membuatmu menyukaiku," balas Diandra. "Kalau begitu saya permisi!" An
Tak lama berselang bus yang mereka nantikan pun tiba. Andra menggenggam tangan Diandra tanpa kata dan segera naik ke dalam bus. "Lagi-lagi ia membuat jantungku tak menentu!" gumam Diandra sembari mengikuti langkah sang bodyguard. Diandra duduk di samping Andra yang terlihat sangat santai dan terbiasa dengan kendaraan yang ditumpanginya, akan tetapi hal sebaliknya bagi Diandra. "Ini kali pertama aku naik bus, ternyata seperti ini rasanya?" celetuk Diandra sambil memandang wajah Andra yang duduk sambil melipat kedua tangan di dada yang ada tepat di sampingnya. Tanpa menoleh Andra hanya tersenyum simpul. "Kenapa kamu hanya tersenyum apa ada yang lucu?" tanya Diandra. "Ini bus ekonomi nona, coba amati sekitarmu. Jangan hanya fokus pada dirimu!""Lihat penumpang lain di kanan kirimu, mereka ada yang terlihat baik-baik saja, akan tetapi hal sebaliknya yang terjadi," ucap Andra memgejutkan anak tuannya itu. "Mereka biasa saja, memangnya apanya yang
Pemandangan pantai dengan suara ombak serta hembusan angin mendamaikan hati seorang Diandra. Kedua pasangan itu duduk sambil menikmati debur ombak yang membasahi kaki keduanya."Jangan mengatakan hal yang sama!" ucap Diandra. "Terserah aku mau jatuh cinta dengan siapa, kamu tidak bisa melarangku," sambung gadis itu. "Kalau begitu apa yang dilakukan orang saat kencan?" Pertanyaan Andra membuat gadis disampingnya langsung tersedak. "Uhuk.. uhuk.. uhuk!""Minum!" Tiba-tiba Andra menyodorkan sebotol minuman pada Diandra. "Terimakasih, kapan kamu beli minuman ini?" tanya Diandra. "Tadi, waktu anda berjalan cepat menuju pantai saya mampir kesebuah kedai membeli ini. Anda pasti tak menyadarinya karena anda terlalu antusias, dan tidak perhatikan sekitar," terang Andra. "Jadi apa jawabannya?" Andra kembali membuat gadis itu berkeringat dingin. "Gila nih cowok!""Bisa-bisanya ia bertanya demikian saat kencan pertama kami!"
"Apakah kita pulang sekarang, takutnya ayah kamu nanti khawatir," ucap Andra. "Aku sudah menghubungi ayah, aku sudah memberitahunya jika aku keluar bersamamu. Jadi beliau tak akan cemas," jawab Diandra. "Aku hanya ingin menikmati hari ini. Tapi entah kenapa waktu terasa cepat berlalu saat kita bersama," ujar Diandra sembari menatap angkasa. "Apa kamu tidak lapar?" "Kita sudah terlalu lama disini, aku sudah mulai lelah," ucap Andra berusaha membujuk gadis itu untuk pulang. "Apa kamu tidak mau menuruti ku?""Sedari tadi kita hanya berdebat apa ini namanya kencan?" gerutu Diandra. "Bukannya kamu yang terus mengajak berdebat," balas Andra. "Jika saja kamu tidak menyebalkan aku juga tidak akan meladeni sikapmu itu, dimana-mana kencan pertama itu manis romantis tapi yang kamu lakukan hanya menguji kesabaranku," ucap Diandra meluapkan kekesalannya. "Jika kamu menyerah belum terlambat, dan mari kita akhiri semua disini. Sudah ku katakan menci
"Menyelamatkanku dengan menodongkan pisau di leher?" "Ha.. yang benar saja," ucap Diandra kesal. "Terserah apa pendapatmu, kita pulang sekarang sebelum hal lebih buruk terjadi. Di luar rumah masih banyak musuh berkeliaran lebih baik kita tidak ambil resiko," ucap Andra. Andra menggandeng tangan anak tuannya itu hingga sampai di pemberhentian bus. "Coba tadi kamu mau naik mobil, kita tidak usah repot-repot menunggu kendaraan!" gerutu Diandra.Sesekali gadis itu melirik ke lengan dan punggung Andra yang terluka. "Lukanya lumayan dalam, mending aku ajak dia mencari klinik untuk mengobati lukanya," gumam Diandra. "Kita mencari klinik terdekat di area sini, lukamu harus diobati!" ajak Diandra. "Aku baik-baik saja," balas Andra. "Lukamu jangan kamu anggap remeh!""Ayo cepat!" Diandra menarik tangan Andra, tapi Andra masih setia di posisi duduknya. "Pergi sendiri sana!""Aku akan menunggumu disini," balas Andra. "Apa?"