Share

Chapter 6

Lia sedang menunggu angkutan umum, saat tiba-tiba ia melihat mobil Lamborghini Aventador ayahnya mulai menghampiri.

"Eh gadis cantik kesayangan Ayah. Mau ke mana, Sayang?"

Semenjak tahu bahwa ia adalah putrinya, ayahnya  telah membuat suatu kesepakatan dengannya. Yaitu ia akan memanggilnya ayah di saat mereka hanya berdua. Dan tetap akan memanggil bapak dalam lingkungan kantor.

"Mau ke pihak leasing motor, Yah." Lia menjawab apa adanya.

"Lho ngapain ke sayangnya Ayah? Mau membayar cicilan ya?" jawab ayahnya seraya membuka pintu mobil. Lia meringis. Ayahnya sekarang sudah menjelma seperti abege alay karena memanggilnya dengan julukan macam-macam. Mungkin karena terlalu bahagia telah mendapatkan seorang anak lagi. Anak perempuan pula. 

"Lia mau membayar denda cicilan motor sekaligus mengambil BPKB. Motornya mau Lia jual, Yah."

"Lho kok dijual? Bukannya kamu sayang sekali dengan motormu itu, Lia?"

Ayahnya meliriknya heran.

"Mau bayar hutang, Yah." Ups! Lia keceplosan. Sifatnya yang seperti ini yang paling sering dikritik oleh ibunya dulu. Asal njeplak.

"Kalau mau ngomong, mbok ya dipikir dulu to, Nduk. Jangan asal njeplak saja. Pikirkan apakah kata-katamu itu menyinggung perasaan orang lain, menyakiti hati orang lain, dan yang utama, berfaedah buat orang lain atau tidak."

Itu adalah sekelumit nasehat Ibunya yang paling sering dlia dengar. Namun sering juga ia lupakan. Namanya juga karakter. Kadang suka keluar dengan sendirinya.

"Hutang apa, Nak? Mulai sekarang kamu 'kan sudah punya ayah. Kalau dulu semua masalahmu kamu pendam sendiri, mulai sekarang kamu harus belajar membaginya dengan ayah. Janji ya, Lia?"

Lia mengangguk. Dan akhirnya ayahnya jugalah yang mentransfer uang seratus juta rupiah itu pada rekening Lia. Dan si Thor pun tetap selamat aman sentosa dan menjadi soul matenya.

***

Setelah hampir dua bulan ini Lia menjadi sekretaris Aksa, baru sekali inilah Lia melihat kekasihnya. Namanya Raline. Orangnya sangat cantik dan lembut. Sangat berbeda jauh dengan kepribadiannya yang lembut dipenampakan, tapi gahar bila diserang.

Menurut Mbak Nadira, mereka ini sudah sangat lama berpacaran. Sifat Raline yang lemah lembut dan selalu mengalah, membuat hubungan mereka selalu nampak manis dan harmonis. Mbak Nadira bahkan mengatakan bahwa hubungan percintaan mereka lebih mirip hubungan persaudaraan daripada berpacaran saking tenangnya.

"Ini tehnya, Bu Raline. Ada lagi yang bisa saya bantu Bu?" Lia meletakkan teh pesanan Raline di meja tamu dekat tempat duduknya.

Bah mereka duduknya jauh-jauh amat ya? Biasanya orang yang sedang berpacaran maunya mah mepet-mepet terus seperti sedang duduk diangkot. Bener-bener langka ini gaya pacaran si Boss.

"Udah cukup ini aja, Mbak Lia. Terima kasih ya."

Raline tersenyum manis sehingga kedua lesung pipitnya terlihat jelas. Duh imut banget ini cewek. Pantes si Boss suka. Lha tapi si Boss ini malah dingin-dingin aja dikunjungin pacar. Mungkin panasnya pas lagi berduaan aja kali ya? Lia tertawa dalam hati.

"Mas, anterin Raline pulang dong, Mas. Raline 'kan bosen cuma duduk-duduk doang di sini. Mana Mas juga dari tadi sibuk kerja terus," Raline mengerucutkan bibirnya.

"Ngapain juga tadi kamu mau ikut ke sini? Masa baru saja datang sudah ribut mau minta pulang? Lagian namanya juga kantor, ya wajarlah kalau Mas kerja. Kamu tunggu aja sebentar lagi, Heru mau ke sini. Nanti kamu pulangnya ikut dia saja."

Lia melihat wajah Raline langsung cerah ceria mendengar nama Heru. Ahelahhhh si Boss pacarnya main di titip-titip aja seperti kunci rumah. Dan herannya wajah si mbaknya juga langsung girang begitu mendengar akan ikut dengan si Heru Heru itu. Fix emang aneh gaya pacaran mereka ini.

Baru saja Lia akan kembali ke depan, pintu ruangan tiba-tiba terbuka lebar. Menghadirkan satu sosok pria yang kemarin baru saja buka front dengannya. Ya, si Mahameru-Mahameru itu.

"Eh, Ru. Cepet juga datangnya lo. Lokasi udah gue cek. Oke kok. Strategis deket perkantoran. Cocok untuk karyawan-karyawan makan siang. Kalau malam sih sebenernya oke juga buat tempat hang out. Tinggal lo buat suasana temaran dikit udah bagus. Eh, lo udah urus izin TDUP sama HOnya? Buruan urus biar bisa cepet launching." Aksa menyambut kedatangan Heru dengan setumpuk tugas.

"Raline tunggu di luar aja ya Mas? Bosan denger masalah kerjaan terus."

Raline mengerucutkan bibir indahnya kembali dengan kesal. Heru terkekeh kecil sembari mengacak-acak rambut Raline dengan rasa sayang. Lia heran. Ternyata si Heru ini bisa bersikap manis juga pada perempuan. Beda sekali sikapnya yang sangat mesum dan melecehkannya kemarin. Dan yang lebih aneh lagi, Aksa santai saja melihat pacarnya disayang-sayang di depan matanya sendiri.

Sementara itu Aksa mengernyitkan alis, saat staff keuangannya meWA-nya. Melaporkan bahwa pak komisaris memerintahkannya untuk mentransfer uang sejumlah seratus juta rupiah pada rekening Camila Wiryaatmaja. Apa-apaan ini? Apakah ini tarif balas jasa yang dilihatnya di hotel kemarin? Mahal sekali tarif si jalang kecil ini. Seratus juta sekali main dengan Saka. Dan seratus juta sekali main dengan ayahnya yang bahkan lebih cocok menjadi orang tuanya. Ternyata benarlah kata-kata seorang penyair dari Yunani yang bernama Aenopus, bahwa penampilan memang sering sekali menipu.

Kamu tunggu saja pembalasan dariku nanti, jalang kecil. Siapa pun yang mencoba mengusik ketentraman keluargaku, bisa dipastikan akan hancur lebur di tanganku.

Begitu melihat Raline sudah keluar dari ruangan, wajah Heru langsung berubah tengil dan menyebalkan. Tatapan penuh nafsunya pada Lia sudah tidak lagi ditutup-tutupinya.

"Sudah kamu tentukan berapa tarif yang kamu minta dariku, Cantik? Pasti kamu sudah tau kalau aku dan Bossmu ini saudara sepupu. And just for your information kekayaanku juga tidak kalah dengan Bossmu ini."

"Dan jangan katakan bahwa Bossmu ini tidak pernah memakai jasamu. Mengingat darahnya yang juga sepanas darahku. Jadi tidak mungkin ada barang bagus begini hilir mudik di depan matanya tiap hari, tapi masih dia dianggurin."

Heru memasang wajah smirk sambil mengelus pipinya. Lia memalingkan wajah. Ia berusaha menurunkan tekanan darahnya yang dirasa sudah mencapai ubun-ubunnya.

"Oh, tentu saja pernah dong, Pak Heru. Kalau dengan Pak Aksa sih, tidak dibayar pun saya rela, Pak. Wanita mana yang tidak terkesan dengan keperkasaan dan kemaskulinannya coba? Begitupun juga dengan saya. Wanita haus belaian dan lemah iman ini."

Lia menjawab dramatis seraya memasang mata sayu dan tatapan memuja pada Aksa.

Aksa merasa celananya mendadak terasa sempit saat melihat tatapan mesum dan penuh damba Lia. Sedangkan Heru berusaha menekan rasa kesal yang seketika muncul di hatinya. Apa bedanya dia dengan Aksa coba? Sama-sama punya sesuatu juga kan? 

"Lain halnya dengan saat saya memandang, Pak Heru. Tidak ada sedikitpun getar-getar gairah di sana. Seperti yang sudah saya bilang kemarin, pasti sesuatu Bapak sudah tidak menggigit lagi, karena sudah terkontaminasi dengan banyaknya wanita-wanita di luar sana. So, Hati-hati ya Pak? Harus sering-sering check up ke SPKK itu, Pak." Lia menjawab santai. Namun  semua kosa katanya pedas nan mesum pada Heru.

Sialan setan kecil ini. Niatnya tadi ingin mempermalukan nya, eh malah sekarang dia sendiri yang kena batunya.

"Kalau kalian berdua punya masalah pribadi, harap diselesaikan di luar jam kerja. Dan lo Ru, Raline udah nungguin lo dari tadi di depan." 

Aksa memutuskan paksa pembicaraan absurd mereka berdua yang sudah melebar ke mana-mana.

"Ok, Sa. Gue cabut dulu." Heru kemudian berpaling pada Lia. "Kamu ingat ya. Jangan sebut saya Tegar Putra Mahameru, jika saya tidak dapat menaklukkan perempuan semacam kamu. Ingat itu!"

"Just Try me!"

Lia hanya tersenyum sinis menanggapi ancaman Heru. Dia sudah capek menghadapi tipe laki-laki superior seperti Heru. Yang selalu ingin mendapatkan apa yang dia inginkan.

Estupida! Lia memaki pelan.

"Lain kali jika ingin dianggap sebagai seorang gadis baik-baik, bersikaplah sebagai seorang gadis baik-baik pula. Laki-laki itu bertindak berdasarkan apa yang mereka lihat, dan bukan atas apa yang mereka niat." Aksa menceramahinya.

"Dan satu lagi, jangan anggap enteng kata-kata Heru. Jika dia sudah menggigit sesuatu, dia pasti tidak akan melepaskannya sampai ada yang menggigit balik hatinya," lanjut Aksa lagi.

"Kapan-kapan saya akan tagih kata-kata kamu tadi ya? Tapi jangan khawatir. saya tetap akan membayar. Saya bukan type laki-laki yang suka barang gratisan. Sekarang coba kamu print out kan semua design-design terbaru ini dan letakkan di meja, Pak Komisaris."

Lihatlah sikap Aksa ini, dia bisa membicarakan masalah ranjang dan pekerjaan sekaligus dengan satu nada datar yang sama. Luar biasa!

***

Lia baru saja meletakkan design-design terbaru yang baru diprintnya tadi, saat pintu ruangan ayahnya berayun. Ternyata ayahnya yang datang.

"Wah tumben princess Ayah siang-siang bisa ada di sini. Ada masalah apa, Sayang?"

Ayahnya langsung mengecup keningnya dan memeluknya sayang. Ayahnya bilang dia hanya mempunya dua orang anak laki-laki. Jadi tidak bisa dia manjakan. Kehadirannya ini rupanya telah membuatnya bisa merasakan betapa menyenangkan bisa memanjakan seorang anak perempuan.

Kadang ayahnya menginap di rumahnya pada akhir pekan. Dan mereka menghabiskan waktu bersama sebagai ayah dan anak yang kompak dengan cara menonton film, dinner, atau sekedar berjalan-jalan di mall.

Intinya ayahnya ingin menebus tahun-tahun yang hilang diakibatkan keadaan yang memang tidak memungkinkan dan tidak diketahuinya itu.

Masalahnya akhir-akhir ini mereka sering kepergok dengan para relasi ayahnya atau teman- teman ayahnya saat quality time mereka berdua.

Lia tahu pikiran yang ada di kepala mereka berdua. Mereka pasti mengira ayahnya terkena sindrom puber kedua. Ayahnya memang tidak mempermasalahkan apapun yang ada di benak mereka. Karena menurut ayahnya, mereka tidak perlu pusing memikirkan apapun kata orang. Kita tidak minta makan pada mereka katanya.

"Yah, kita makan siang bareng yuk? Lia pengen makan kepiting saus padang yang dekat MBC itu lho, Yah?"

Lia menggelendoti tubuh kekar ayahnya.

"Anything for you, Princess."

Kata ayahnya sambil mencium sayang pipi mulusnya.

"Yeayyyy!"

Lia tertawa senang sembari menggandeng mesra ayahnya menuju ke parkiran.

Tanpa mereka sadari, sepasang menatap kemesraan mereka berdua dengan hati membara.

"Aku bersumpah, aku akan menghabisimu dengan tanganku sendiri jalang kecil. Apabila kamu merusak keharmonisan keluargaku."

Pemilik mata itu mengepalkan makin kuat tangannya di sisi kanan dan kiri tubuhnya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status