Lia sedang menunggu angkutan umum, saat tiba-tiba ia melihat mobil Lamborghini Aventador ayahnya mulai menghampiri.
"Eh gadis cantik kesayangan Ayah. Mau ke mana, Sayang?"
Semenjak tahu bahwa ia adalah putrinya, ayahnya telah membuat suatu kesepakatan dengannya. Yaitu ia akan memanggilnya ayah di saat mereka hanya berdua. Dan tetap akan memanggil bapak dalam lingkungan kantor.
"Mau ke pihak leasing motor, Yah." Lia menjawab apa adanya.
"Lho ngapain ke sayangnya Ayah? Mau membayar cicilan ya?" jawab ayahnya seraya membuka pintu mobil. Lia meringis. Ayahnya sekarang sudah menjelma seperti abege alay karena memanggilnya dengan julukan macam-macam. Mungkin karena terlalu bahagia telah mendapatkan seorang anak lagi. Anak perempuan pula.
"Lia mau membayar denda cicilan motor sekaligus mengambil BPKB. Motornya mau Lia jual, Yah."
"Lho kok dijual? Bukannya kamu sayang sekali dengan motormu itu, Lia?"
Ayahnya meliriknya heran.
"Mau bayar hutang, Yah." Ups! Lia keceplosan. Sifatnya yang seperti ini yang paling sering dikritik oleh ibunya dulu. Asal njeplak.
"Kalau mau ngomong, mbok ya dipikir dulu to, Nduk. Jangan asal njeplak saja. Pikirkan apakah kata-katamu itu menyinggung perasaan orang lain, menyakiti hati orang lain, dan yang utama, berfaedah buat orang lain atau tidak."
Itu adalah sekelumit nasehat Ibunya yang paling sering dlia dengar. Namun sering juga ia lupakan. Namanya juga karakter. Kadang suka keluar dengan sendirinya.
"Hutang apa, Nak? Mulai sekarang kamu 'kan sudah punya ayah. Kalau dulu semua masalahmu kamu pendam sendiri, mulai sekarang kamu harus belajar membaginya dengan ayah. Janji ya, Lia?"
Lia mengangguk. Dan akhirnya ayahnya jugalah yang mentransfer uang seratus juta rupiah itu pada rekening Lia. Dan si Thor pun tetap selamat aman sentosa dan menjadi soul matenya.
***
Setelah hampir dua bulan ini Lia menjadi sekretaris Aksa, baru sekali inilah Lia melihat kekasihnya. Namanya Raline. Orangnya sangat cantik dan lembut. Sangat berbeda jauh dengan kepribadiannya yang lembut dipenampakan, tapi gahar bila diserang.
Menurut Mbak Nadira, mereka ini sudah sangat lama berpacaran. Sifat Raline yang lemah lembut dan selalu mengalah, membuat hubungan mereka selalu nampak manis dan harmonis. Mbak Nadira bahkan mengatakan bahwa hubungan percintaan mereka lebih mirip hubungan persaudaraan daripada berpacaran saking tenangnya.
"Ini tehnya, Bu Raline. Ada lagi yang bisa saya bantu Bu?" Lia meletakkan teh pesanan Raline di meja tamu dekat tempat duduknya.
Bah mereka duduknya jauh-jauh amat ya? Biasanya orang yang sedang berpacaran maunya mah mepet-mepet terus seperti sedang duduk diangkot. Bener-bener langka ini gaya pacaran si Boss.
"Udah cukup ini aja, Mbak Lia. Terima kasih ya."
Raline tersenyum manis sehingga kedua lesung pipitnya terlihat jelas. Duh imut banget ini cewek. Pantes si Boss suka. Lha tapi si Boss ini malah dingin-dingin aja dikunjungin pacar. Mungkin panasnya pas lagi berduaan aja kali ya? Lia tertawa dalam hati.
"Mas, anterin Raline pulang dong, Mas. Raline 'kan bosen cuma duduk-duduk doang di sini. Mana Mas juga dari tadi sibuk kerja terus," Raline mengerucutkan bibirnya.
"Ngapain juga tadi kamu mau ikut ke sini? Masa baru saja datang sudah ribut mau minta pulang? Lagian namanya juga kantor, ya wajarlah kalau Mas kerja. Kamu tunggu aja sebentar lagi, Heru mau ke sini. Nanti kamu pulangnya ikut dia saja."
Lia melihat wajah Raline langsung cerah ceria mendengar nama Heru. Ahelahhhh si Boss pacarnya main di titip-titip aja seperti kunci rumah. Dan herannya wajah si mbaknya juga langsung girang begitu mendengar akan ikut dengan si Heru Heru itu. Fix emang aneh gaya pacaran mereka ini.
Baru saja Lia akan kembali ke depan, pintu ruangan tiba-tiba terbuka lebar. Menghadirkan satu sosok pria yang kemarin baru saja buka front dengannya. Ya, si Mahameru-Mahameru itu.
"Eh, Ru. Cepet juga datangnya lo. Lokasi udah gue cek. Oke kok. Strategis deket perkantoran. Cocok untuk karyawan-karyawan makan siang. Kalau malam sih sebenernya oke juga buat tempat hang out. Tinggal lo buat suasana temaran dikit udah bagus. Eh, lo udah urus izin TDUP sama HOnya? Buruan urus biar bisa cepet launching." Aksa menyambut kedatangan Heru dengan setumpuk tugas.
"Raline tunggu di luar aja ya Mas? Bosan denger masalah kerjaan terus."
Raline mengerucutkan bibir indahnya kembali dengan kesal. Heru terkekeh kecil sembari mengacak-acak rambut Raline dengan rasa sayang. Lia heran. Ternyata si Heru ini bisa bersikap manis juga pada perempuan. Beda sekali sikapnya yang sangat mesum dan melecehkannya kemarin. Dan yang lebih aneh lagi, Aksa santai saja melihat pacarnya disayang-sayang di depan matanya sendiri.
Sementara itu Aksa mengernyitkan alis, saat staff keuangannya meWA-nya. Melaporkan bahwa pak komisaris memerintahkannya untuk mentransfer uang sejumlah seratus juta rupiah pada rekening Camila Wiryaatmaja. Apa-apaan ini? Apakah ini tarif balas jasa yang dilihatnya di hotel kemarin? Mahal sekali tarif si jalang kecil ini. Seratus juta sekali main dengan Saka. Dan seratus juta sekali main dengan ayahnya yang bahkan lebih cocok menjadi orang tuanya. Ternyata benarlah kata-kata seorang penyair dari Yunani yang bernama Aenopus, bahwa penampilan memang sering sekali menipu.
Kamu tunggu saja pembalasan dariku nanti, jalang kecil. Siapa pun yang mencoba mengusik ketentraman keluargaku, bisa dipastikan akan hancur lebur di tanganku.
Begitu melihat Raline sudah keluar dari ruangan, wajah Heru langsung berubah tengil dan menyebalkan. Tatapan penuh nafsunya pada Lia sudah tidak lagi ditutup-tutupinya.
"Sudah kamu tentukan berapa tarif yang kamu minta dariku, Cantik? Pasti kamu sudah tau kalau aku dan Bossmu ini saudara sepupu. And just for your information kekayaanku juga tidak kalah dengan Bossmu ini."
"Dan jangan katakan bahwa Bossmu ini tidak pernah memakai jasamu. Mengingat darahnya yang juga sepanas darahku. Jadi tidak mungkin ada barang bagus begini hilir mudik di depan matanya tiap hari, tapi masih dia dianggurin."
Heru memasang wajah smirk sambil mengelus pipinya. Lia memalingkan wajah. Ia berusaha menurunkan tekanan darahnya yang dirasa sudah mencapai ubun-ubunnya.
"Oh, tentu saja pernah dong, Pak Heru. Kalau dengan Pak Aksa sih, tidak dibayar pun saya rela, Pak. Wanita mana yang tidak terkesan dengan keperkasaan dan kemaskulinannya coba? Begitupun juga dengan saya. Wanita haus belaian dan lemah iman ini."
Lia menjawab dramatis seraya memasang mata sayu dan tatapan memuja pada Aksa.
Aksa merasa celananya mendadak terasa sempit saat melihat tatapan mesum dan penuh damba Lia. Sedangkan Heru berusaha menekan rasa kesal yang seketika muncul di hatinya. Apa bedanya dia dengan Aksa coba? Sama-sama punya sesuatu juga kan?
"Lain halnya dengan saat saya memandang, Pak Heru. Tidak ada sedikitpun getar-getar gairah di sana. Seperti yang sudah saya bilang kemarin, pasti sesuatu Bapak sudah tidak menggigit lagi, karena sudah terkontaminasi dengan banyaknya wanita-wanita di luar sana. So, Hati-hati ya Pak? Harus sering-sering check up ke SPKK itu, Pak." Lia menjawab santai. Namun semua kosa katanya pedas nan mesum pada Heru.
Sialan setan kecil ini. Niatnya tadi ingin mempermalukan nya, eh malah sekarang dia sendiri yang kena batunya.
"Kalau kalian berdua punya masalah pribadi, harap diselesaikan di luar jam kerja. Dan lo Ru, Raline udah nungguin lo dari tadi di depan."
Aksa memutuskan paksa pembicaraan absurd mereka berdua yang sudah melebar ke mana-mana.
"Ok, Sa. Gue cabut dulu." Heru kemudian berpaling pada Lia. "Kamu ingat ya. Jangan sebut saya Tegar Putra Mahameru, jika saya tidak dapat menaklukkan perempuan semacam kamu. Ingat itu!"
"Just Try me!"
Lia hanya tersenyum sinis menanggapi ancaman Heru. Dia sudah capek menghadapi tipe laki-laki superior seperti Heru. Yang selalu ingin mendapatkan apa yang dia inginkan.
Estupida! Lia memaki pelan.
"Lain kali jika ingin dianggap sebagai seorang gadis baik-baik, bersikaplah sebagai seorang gadis baik-baik pula. Laki-laki itu bertindak berdasarkan apa yang mereka lihat, dan bukan atas apa yang mereka niat." Aksa menceramahinya.
"Dan satu lagi, jangan anggap enteng kata-kata Heru. Jika dia sudah menggigit sesuatu, dia pasti tidak akan melepaskannya sampai ada yang menggigit balik hatinya," lanjut Aksa lagi.
"Kapan-kapan saya akan tagih kata-kata kamu tadi ya? Tapi jangan khawatir. saya tetap akan membayar. Saya bukan type laki-laki yang suka barang gratisan. Sekarang coba kamu print out kan semua design-design terbaru ini dan letakkan di meja, Pak Komisaris."
Lihatlah sikap Aksa ini, dia bisa membicarakan masalah ranjang dan pekerjaan sekaligus dengan satu nada datar yang sama. Luar biasa!
***
Lia baru saja meletakkan design-design terbaru yang baru diprintnya tadi, saat pintu ruangan ayahnya berayun. Ternyata ayahnya yang datang.
"Wah tumben princess Ayah siang-siang bisa ada di sini. Ada masalah apa, Sayang?"
Ayahnya langsung mengecup keningnya dan memeluknya sayang. Ayahnya bilang dia hanya mempunya dua orang anak laki-laki. Jadi tidak bisa dia manjakan. Kehadirannya ini rupanya telah membuatnya bisa merasakan betapa menyenangkan bisa memanjakan seorang anak perempuan.
Kadang ayahnya menginap di rumahnya pada akhir pekan. Dan mereka menghabiskan waktu bersama sebagai ayah dan anak yang kompak dengan cara menonton film, dinner, atau sekedar berjalan-jalan di mall.
Intinya ayahnya ingin menebus tahun-tahun yang hilang diakibatkan keadaan yang memang tidak memungkinkan dan tidak diketahuinya itu.
Masalahnya akhir-akhir ini mereka sering kepergok dengan para relasi ayahnya atau teman- teman ayahnya saat quality time mereka berdua.
Lia tahu pikiran yang ada di kepala mereka berdua. Mereka pasti mengira ayahnya terkena sindrom puber kedua. Ayahnya memang tidak mempermasalahkan apapun yang ada di benak mereka. Karena menurut ayahnya, mereka tidak perlu pusing memikirkan apapun kata orang. Kita tidak minta makan pada mereka katanya.
"Yah, kita makan siang bareng yuk? Lia pengen makan kepiting saus padang yang dekat MBC itu lho, Yah?"
Lia menggelendoti tubuh kekar ayahnya.
"Anything for you, Princess."
Kata ayahnya sambil mencium sayang pipi mulusnya.
"Yeayyyy!"
Lia tertawa senang sembari menggandeng mesra ayahnya menuju ke parkiran.
Tanpa mereka sadari, sepasang menatap kemesraan mereka berdua dengan hati membara.
"Aku bersumpah, aku akan menghabisimu dengan tanganku sendiri jalang kecil. Apabila kamu merusak keharmonisan keluargaku."
Pemilik mata itu mengepalkan makin kuat tangannya di sisi kanan dan kiri tubuhnya.
Aksa mulai gerah dengan gossip-gossip yang berseliweran di kantornya. Gencarnya bisik-bisik sesama staff yang mengatakan bahwa Lia telah menjadi simpanan pak komisaris, mulai menggelitik telinganya. Apalagi bila gossip itu sampai ke telinga Bu Citra. Pasti masalahnya akan menjadi besar dan melebar ke mana-mana.Saat akan memasuki ruangannya, Aksa melihat Lia sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Penasaran, Aksa menghentikan langkahnya tepat di belakang Lia. Ia ingin mendengar pembicaraan Lia, mumpung Lia tidak menyadari kehadirannya."Apaan sih, Darong? Duh gue udah males begituan sekarang. Ck! Bukan masalah karena duitnya sedikit juga kali. Gue udah nggak butuh soalnya. Ahahaha... iya syukur alhamdulillah semuanya jadi indah sejak gue ketemu dengan Pak Komisaris. Udah ah, gue udah mau pensiun sekarang. Gue mau kasih kesempatan buat yang masih muda-muda aja. Ok, sip... sip..."Aksa mengkertakkan gerahamnya.
Lia meregangkan otot-otot tubuhnya berkali-kali ke kanan dan ke kiri. Tubuhnya lemas sekali. Tulang-tulangnya seolah-olah dilolosi semua dari tubuhnya. Belum lagi di kepalanya seolah-olah banyak sekali burung-burung kecil yang bercuitan di sana.Lia memeluk bantal gulingnya dengan erat. Matanya seperti ada lemnya. Susah sekali untuk dibuka. Dia masih merasa lemas dan mengantuk sekali.Tapi ini kenapa bantal gulingnya keras sekali ya? Ia meraba makin ke atas. Kok gulingnya berbulu? Ini benda apa lagi. Bentuknya seperti pisang dan keras sekali. Dan tiba-tiba benda itu seperti hidup dan bergetar. Lia penasaran. Ia pun mulai membuka matanya perlahan.Huaaa!Ia kaget saat melihat milik pribadi seorang pria seperti film-film biru yang dulu pernah sesekali ditontonnya bersama Dara saat-saat mereka masih kuliah dulu.Milik pribadi pria ada di depan matanya? Di tempat tidurnya? Sepertinya ada yang salah di sini. Per
Lia duduk gelisah di salah satu gerai restaurant sea food yang dipilih Raline untuk makan siang bersama. Ya, tidak ada lagi kesialan yang lebih hebat daripada hari ini. Mereka berempat Aksa, Raline, Heru dan dirinya sendiri duduk bersama menikmati makan siang. Sementara menurut Lia, saat ini lebih cocok bila dikatakan menikmati makan hati.Bayangkan saja bagaimana awkwardnya suasana di sini. Raline gembira-gembira saja. Karena bisa bermanja-manja dengan Aksa. Walaupun Aksa menanggapinya dengan datar-datar saja. Sementara Heru terus memandanginya dengan berjuta makna. Makan pun tidak enak jadinya. Lia sebenarnya ingin kabur saja, karena terus-menerus dipandangi oleh manusia omes tingkat dewa ini. Makanya sedari tadi ia menunduk saja. Berpura-pura menikmati makan siangnya.Di saat kecanggungan yang terasa semakin mencekam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki, yang langsung saja duduk ditengah-tengahnya dan Heru. Dan dia adalah Arsaka adik laki-
Baru saja Aksa masuk ke dalam rumahnya, ia telah disambut oleh tangisan histeris ibunya.Ck! Ada drama apa lagi ini?Padahal pikirannya tengah mumet karena kedua orang tua Raline tadi ke kantor. Mereka berdua kompak menuntutnya agar secepatnya menikahi anak gadis kesayangan mereka. Aksa tahu memang mereka sudah terlalu lama berpacaran. Delapan tahun! Bayangkan. Orang tua mana yang tidak kesal kalau anaknya dipacari bertahun-tahun, tapi tidak kunjung dinikahi. Dan tadi mereka telah mengultimatumnya untuk secepatnya melamar Raline."Ada apa, Bu? Kenapa Ibu menangis begini? Ibu sakit?" Aksa mengelus sayang bahu ibunya. Satu-satunya wanita yang paling ia cintai dan hormati di dunia ini. Bagi Aksa ibunyaadalah yang terhebat di dunia. Karena hanya ibunya di dunia ini yang mencintainya tanpa batas."Iya, Sa. Ibu sakit. Tepatnya Ibu sakit hati. Ayahmu sudah berselingkuh, Sa. Ibu melihatnya dengan mata kepala Ibu sendiri. Se
Lia membuka matanya perlahan. Sejurus kemudian ia meringis. Kepalanya terasa pusing dan ia merasa mual sekali."Siapa?" Sepertinya ayahnya berbicara padanya. Tetapi Lia heran. Ayahnya sepertinya menahan amarah. Lia kembali mengerjap-ngerjapkan matanya yang sebenarnya masih belum begitu fokus akibat baru saja siuman dari pingsannya.Ia melihat ayahnya, Bu Citra dan Aksa saling diam dan sepertinya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Wajah mereka semua tampak kalut dan bingung."Ayah tanya sekali lagi kepadamu, Lia siap orang yang sudah menghamili kamu?"Menghamili? Astaga!Lia membelalakkan kedua matanya. Hamil? Dia hamil. Hamil diluar nikah saja sudah merupakan aib yang sudah sangat memalukan. Apalagi ini dia hamil oleh kakaknya sendiri? Bagaimana ini? Lia ketakutan.Pandangan matanya refleks tertuju kepada Aksa. Ada pengertian tanpa kata dibalik pandangan
Semenjak semua orang tahu bahwa dirinya adalah putri kandung Pak Surya, kehidupannya pun berubah 180 derajat. Semua rekan-rekan kerjanya yang dulu selalu bersikap santai dan apa adanya, mendadak seperti menjaga jarak. Mereka tidak pernah lagi berbicara sembarangan dengannya. Mereka juga tidak lagi memanggilnya dengan sebutan nama belaka? Tetapi telah ditambah dengan embel-embel dengan kata Ibu di depan namanya.Sebenarnya Lia merasa risih. Ia tidak biasa diperlakukan secara berlebihan seperti ini. Apalagi dianggap sangat penting dan diagung-agungkan. Sedari kecil ia menganut paham bahwa setiap manusia hanyalah tamu di dunia ini. Harta dan jabatan adalah barang pinjaman. Di saat kita pulang suatu hari kelak, maka semua pinjaman akan kita kembalikan kepada yang Maha Kuasa. Makanya ia begitu risih saat diperlakukan istimewa. Dan yang paling berubah sikapnya adalah Si Gunung Mahameru. Setelah tahu bahwa Aksa itu adalah kakak seayahnya dan Pak Surya, sikapnya berubah
Ckitttt!!!Suara mobil yang direm mendadak berdecit di parkiran. Satpam mengelus dada karena kaget, dan tidak sempat memberikan aba-aba. Biasanya mobil yang masuk ke tempat parkir, akan diberi aba-aba olehnya, agar memudahkan pengemudi parkir dengan baik.Ini jangan kan memberi aba-aba, berdiri saja ia belum sempat, tapi mobilnya sudah berhenti dengan sembarangan. Baru saja ia bermaksud memberi peringatan, tetapi ternyata pemilik mobil adalah bossnya. Mata tua tiadak awas mengenali nomor polisi si pemilik mobil."Pak Kosim, tolong parkirin mobil Saya ya, Pak? Saya lagi buru-buru soalnya."Aksa menyerahkan kunci mobil pada Pak Kosim, dan berlari kembali menuju kantor. Aksa tampak menjinjing satu bungkusan."Oalah kenapalah Pak Aksa ini berlarian ke sana ke mari? Tidak biasa-biasanya ia begitu?" Pak Kosim menggeleng-gelengkan kepalanya.Aksa terus berlari ke pantry. Dengan c
Lia melambai-lambaikan tangannya saat melihat Dara celingukan mencarinya di dalam restoran. Di saat-saat jam makan siang seperti ini, restaurant pasti full."Hoii Darong, gue di sini!Lama banget sih lo? Gue sampe lumutan nungguin lo dari tadi." Lia mengomel sembari melambaikan tangannya."Elahhhh cuman terlambat 10 menit doang, lebay banget sih lo!"Dara menghempaskan pinggul seksinyanya pada kursi di samping Lia. Ia bersiap-siap memesan menu makanan yang begitu menggugah selera."Lo ngerasa nggak sih, Liong, kalo kita lagi laper maksimal kayak gini, rasa-rasanya semua gambar-gambar makanan di buku menu itu pengen kita pesen semua ya? Yang ini kelihatan enak. Yang onoh mengundang selera. Kalap lambung nih rasanya. Ntar giliran liat billing baru rasanya nyesel karena tadi makannya beringas gila. Hahaha."Dara ngakak. Si Dara ini kapan pun di mana pun selalu ceria dan koplak. Sama