Gadis berperangai jahat itu kini tengah tertawa bahagia, menatap dua insan yang tengah bercanda ria saling berpegang tangan penuh mesra, sungguh dirasa tak percaya. Untuk kedua kalinya ia memergoki sahabatnya begitu mesra dengan laki-laki yang ia anggap sebagai musuhnya sendiri, sungguh ia tak percaya.
Tapi itulah nyatanya, itulah buktinya yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Tak jarang beberapa momen romantis ia potret dengan mencuri-curi untuk ia menjadikan bukti.
Beberapa iblis yang mengelabui hati dan pikirannya membuat sebuah ide buruk terbersit dalam dirinya. Pikiran picik lagi kotor kini mendominasi dirinya. Akankah ia menjadi pengkhianat demi membalas setiap rasa sakit yang ia rasakan saat ini?
Usai mengambil beberapa gambar, ia berlalu pulang dengan wajah bersembunyi dibalik kupluk hodie yang ia pakai agar kedua insan yang tengah dimabuk asmara itu tak mengetahui dirinya.
"Tunggu pembalasanku," gumamnya dengan senyum menyeringai.
"
Kerutan mendalam kini tercetak jelas pada dahi Candra saat melihat Ayana yang tiba-tiba menjadi pendiam sejak kepulangannya dari kampus tadi.Luka memar diwajah istrinya pun membuat sejuta tanya dibenaknya. Apa ia sudah berkelahi? Apa jiwa premannya kembali menjadi? Dari pada memendam tanya sendiri, ia lebih baik bertanya dan menghampiri Ayana yang kini tengah duduk dengan tatapan kosong pada arah jendela."Kamu kenapa?" Tanya Candra yang tak digubris olehnya."Sakit atau ada yang menyakitimu?" Tanyanya lagi berusaha memahami perasaan Ayana.Bukannya menjawab Ayana malah mendelik kesal, bahkan tubuhnya bergeser sedikit menjauh dari Candra."Kenapa sih, yaampun. Kenapa jutek lagi, ada yang salah dalam diri Mas?" Candra kembali bertanya, ia berusaha mendekati Ayana yang kini tengah menghindar darinya."Gara-gara lo gue jadi dituduh sebagai wanita malam" to the pointnya Ayana membuat Candra semakin kebingungan.Apa yang sebenarnya terjad
Jarum jam telah menunjukkan pukul 02:00, namun Ayana masih saja terjaga. Setelah first kissnya yang membuat ia tak nyaman, ia enggan untuk tidur sekamar dengan Candra apalagi saat pernyataan Candra yang membuat ia begitu kecewa.Gadis tersebut tak henti-hentinya mengembungkan pipi lalu memanyunkan bibirnya. Ia menghela nafas kasar, menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, matanya berembun memandangi langit-langit rumah.Mau bagaimana pun, setomboy apa pun dirinya. Ia tetap perempuan normal pada umumnya yang ingin dincintai seutuhnya, bukan karena cinta percobaan seperti ini. Meski akhir-akhir ini kehidupannya mulai membaik dan hubungannya mulai menjerumus pada pernikahan yang baik, tetap saja ia merasa menjadi perempuan yang terpaksa Candra cintai gara-gara perjodohan bodoh itu.Hatinya terasa kian teriris saat mengingat bagaimana Tika hampir saja membongkar kedok kehidupannya. Bagaimana jika semuanya terbongkar, apa sahabatnya masih akan menerimanya atau bahk
HPeluh keringat begitu membasahi tubuh Ayana, jam sudah menunjukan pukul sepuluh pagi namun Ayana masih enggan untuk pulang kerumah. Rasanya begitu malas melihat wajah Candra yang begitu merasa tak bersalah padanya."Ck. Laki-laki sialan," decak Ayana saat dirinya berhenti tepat dekat sebuah warung bubur dikompleksnya.Hah ... huh ...Kembali Ayana mengatur napas, mencari bangku kosong untuk ia duduki setelah olahraga lari nya selesai."Mang, Es teh manis dululah satu. Haus ini!" teriak Ayana sembari duduk dibangku kosong."Siap, bentar ya nduk. Emang buatin dulu""Jangan lama-lama ya mang, haus banget ini" pinta Ayana yang dianggukki tukang bubur tersebut.Sembari menunggu, ia mulai memainkan ponselnya. Menyalakan musik kesukaan lalu memasang headseat di telinga kirinya. Sungguh nikmat pagi yang luar biasa baginya."Nduk, buburnya lengkapkan gak ada pengurangan toping?" tanya tukang bubur tersebut menyodorkan segelas es
PDisudut ruang yang gelap, Tika tengah berpikir keras bagaimana caranya agar ia bisa membuktikan pada para sahabatnya, jika seorang Ayana yang selalu mereka puji itu memang benar-benar seorang wanita malam. Ya, dia gak mungkin salah lihat. Matanya masih sehat, ia benar-benar melihat beberapa kali Ayana tengah asik diner dengan dosennya sendiri."Ya sory, tapi gue gak mau dibenci sama mereka. Lebih baik lo aja, sebagai balasan atas semua kesakitan yang lo berikan ke gue" gumam Tika sedikit tak tega saat sebuah rencana besar telah terpikirkan olehnya.Pesta yang akan diadakan beberapa menit lagi pun menjadi hal paling mendebarkan dalam hidupnya.Tidak! Ia harus tega saat ini, demi merebut Bisma dari Ayana. Ya, ia harus tega."Sayang! Kamu dimana?!" teriak Marlin, ibu dari Tika."Aku disini mah!" jawab Tika berteriak sembari beranjak dari ruangan gelap tersebut.Marlin tersenyum, menghampiri Tika diruangan gelap favoritnya."Kebi
Kening Candra mengkerut dalam saat ia sandarkan tubuhnya di ambang pintu kamar mereka.Matanya tak henti menatap kearah Ayana yang tengah sibuk memilah dan memilih baju dengan stres. Beberapa kali terdengar gerutuan yang sungguh menggelikan baginya."Ck. Kenapa sih gue harua datang ke pesta itu. Pesta yang mengatur segala jenis pakaian yang dikenakan para tamu, paling males gue" gerutu Ayana berdiri dengan berkacak pinggang.Ditatapnya pakaian selemari yang modelnya itu-itu aja, gak pernah ada gaun satu pun. Hanya sebatas kemeja dan kaos serta celana jeans disana."Tumben sekali nih, ngeluh soal pakaian" sindir Candra memasuki kamar tersebut. Ia pun duduk dibibir kasur tepat menghadap lurus kearah Ayana yang membelakanginya."Diam lo, gue gak mau cari ribut. Pusing!" ketusnya dengan mengambil kemeja dan celana kesayangannya. Ia memutuskan untuk berani tampil beda diacara pesta tersebut meski dalam undangan yang ia terima, mewajibkan setiap tamu unt
Ayunan langkah kaki yang sedari tadi mondar mandir itu kini telah terhenti, arloji ditangannya bahkan beberapa kali ia lirik.Waktu sudah menunjukkan tepat pukul satu dini hari, namun Ayana tak kunjung kembali pulang."Aih, kemana dia. Selalu saja bikin cemas" kesalnya.Beberapa kali ia membuka tirai kaca jendela, memperhatikan halaman rumahnya yang masih tampak kosong. Belum ada motor terparkir disana membuat ia gelisah."Bisa-bisanya dia kembali melakukan hal ini, tiadak! Ini tidak bisa dibiarkan" kesalnya menutup tirai tersebut dengan kasar.Jari-jari tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras. Ia begitu teramat kesal dengan kelakuan Ayana yang berubah kembali akhir-akhir ini."Kalau kamu pulang, sudah kupastikan tidur diluar" gerutunya duduk di kursi ruang tamu dengan gelisah.Tangannya mulai mengambil remote dan menekan tombol power untuk menyalakan televisi.Beberapa tayangan begitu memuakan menambah kekesalan dihatinya.
Ayana nampak menggeliat dari tidurnya, berbalik kearah kanan untuk mengambil bantal guling yang biasa ia peluk.Namun sedetik kemudian ia merasa ada yang aneh, bantal yang biasa ia peluk begitu berbeda. Rasanya bukan lagi empuk, tetapi lembut dan hangat bak memeluk seorang manusia."Hmmm ..."Pelukannya semakin ia pererat saat kenyamanan mulai ia rasakan, ia menenggelamkan tubuhnya pada dada bidang tersebut yang dipikirnya hanya bantal guling.Pelukannya berbalas, rasanya begitu nyaman namun sedikit agak sesak. Suara lenguhan kembali keluar dari mulutnya."Maafkan aku," bisikan Candra tepat ditelinga seketika membuat kedua matanya terbuka sempurna."Akhhhhh!" teriakan Ayana begitu histeris saat mendapati Candra masih memperhatikan wajah cantinknya dengan tangan memeluk erat dirinya."Jangan berteriak, malu jika terdengar orang" pinta Candra santai."Lo ngapain disini?" tanya Ayana bangun dari pembaringan, segera ia menutup tubu
Sorot amarah yang begitu menggebu, terpancar jelas dari wajah cantik nan judes tersebut.Kedua tangannya mengepal kuat, matanya menatap tajam kearah lelaki berbadan kekar tersebut."Maaf, tapi saya sudah berusaha semaksimal mungkin nona" ujarnya penuh ketakutan."Kenapa kamu bisa gagal dalam misi ini? Apa kamu tau, hal yang kamu perbuat begitu menghancurkan misiku!" bentaknya menggebrak meja dengan keras sehingga lelaki dihadapannya terperanjat kaget."Saya sudah memberikan kebebasan pada kamu, terserah mau diapain perempuan itu asal saya memiliki video kalian berdua tapi mengapa kamu menggagalkan semuanya!" sambungnya lagi penuh emosi."Maaf Nona, tapi saya sudah hampir melakukan hal itu""Terus, kenapa bisa gagal bukankah saya sudah memberikan obat itu?" Potongnya cepat.Lelaki tersebut mengangguk, "tapi sayang, tiba-tiba saja seorang lelaki datang dengan penuh emosi memukul saya Nona. Maafkan, jangan hukum keluarga saya atas hal in