Share

Bab 2

Author: Lyla Veil
last update Huling Na-update: 2025-12-12 12:55:26

“Saya memang tidak memiliki pengalaman sebagai sekretaris, namun saya percaya bahwa kemampuan saya dalam bidang administrasi dapat memenuhi ekspektasi Pak Elang,” jawab Dinara tegas.

Hening menggantung di antara mereka.

Udara dalam ruangan itu seperti berhenti bergerak. Bunyi jarum jam di dinding terdengar begitu jelas. Ruang interview luas dengan kaca transparan, tiba-tiba terasa sempit. Dinara bisa merasakan debaran jantungnya sendiri. Namun ia tetap menatap Elang Adikara sekuat mungkin, berusaha terlihat tidak gentar.

Setelah itu, Elang hanya menutup map di depannya.

“Kamu boleh keluar,” ucapnya singkat.

Hanya itu, tidak ada ekspresi yang bisa Dinara baca. Pria itu kemudian mengalihkan pandangannya.

Dinara semakin tidak mengerti. Elang Adikara bersikap seolah tidak ada apa-apa, padahal ia baru melontarkan pertanyaan yang begitu merendahkan. Sikap datarnya seperti itu membuat Dinara bertanya-tanya. Apakah ia ditolak? Apa jawabannya kurang sopan dan terkesan angkuh?

Saat berdiri dan berpamitan, kaki Dinara sempat terasa lemas. Ia harus menahan diri agar langkahnya mantap keluar dari ruangan itu.

Setelah keluar dari ruangan tersebut, Dinara baru bisa bernapas lega.

Ia bersandar pada dinding koridor beberapa detik, memejamkan mata sambil mencoba meredam rasa paniknya sendiri.

“Para petinggi itu memang suka merendahkan orang lain, ya?” Gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

Seusai wawancara yang membuatnya lemas, Dinara pergi ke kafe depan gedung Solaris Haven Group, tempat yang disarankan sahabatnya, juga berjanji untuk bertemu di sana selepas wawancara.

Kafe itu ramai, namun suasananya nyaman. Aroma kopi menyeruak bercampur dengan suara mesin.

Dinara duduk di meja dekat jendela, mencoba menenangkan diri dengan memandangi lalu lintas di depan gedung Solaris Haven Group. Beberapa karyawan berpakaian rapi keluar masuk gedung, semua tampak sibuk dan terlihat profesional. Dinara sempat membayangkan dirinya menjadi bagian dari mereka, sebelum teringat pertanyaan tadi dan langsung hilang harapan.

Ia pun menatap hazelnut latte yang sudah setengah mencair sambil menghela nafas pelan.

Pikirannya masih dipenuhi satu hal yang sama sejak keluar dari ruang interview.

Pertanyaan Elang Adikara yang merendahkan tadi masih memenuhi kepalanya. Pengalaman wawancara tadi betul-betul diluar dugaannya!

Lamunannya pecah ketika suara seseorang memanggilnya lantang.

“Dinara!”

Seorang perempuan bertubuh berisi dengan rambut keriting datang setengah berlari. Wajahnya penuh rasa ingin tahu. Julia, ialah sahabat juga tempatnya berbagi keluh-kesah. Nafas Julia sedikit terengah saat ia duduk. Menunjukkan betapa ia benar-benar terburu-buru ingin tahu hasil wawancara itu.

Setelah bertegur sapa singkat, keduanya duduk berhadapan, Julia pun langsung bertanya pada intinya.

“Gimana hasil wawancaranya?”

Dinara menghela nafas panjang.

“Nggak yakin, Jule. Gue seperti direndahin soal kemampuan gue. ‘Tahu apa jadi sekretaris?’ katanya… yang benar aja!”

Julia terbelalak, “Serius!?”

Dinara mengangguk cepat, sisa emosi itu masih terlihat.

“Gila sih itu. Terus, lo jawab apa?” tanya Julia yang ikut tersulut emosi.

“Ya, gue jawab gue percaya sama kemampuan gue. Tapi gue nggak yakin, Pak Elang percaya atau enggak.”

“Terus reaksi Pak Elang gimana?”

“Habis itu, gue disuruh keluar.” Dinara mengangkat kedua bahunya.

Julia memastikan, “Udah gitu aja?”

Dinara mengangguk pelan.

Julia menyandarkan tubuhnya, tampak tidak percaya. “Gue nggak habis pikir. Bisa-bisanya ditanya yang ngerendahin gitu?”

“Nggak ngerti Jule. Dari tadi hati gue masih nggak terima pertanyaan seperti itu.” Balas Dinara.

Julia menghela nafas panjang, ekspresinya iba.

“Ya, udah… apapun yang terjadi semoga yang terbaik ya, Din. Mungkin rezeki Lo bukan di sini. Gue doain, semoga lo dapet kerjaan yang cocok. Bos yang baiknya setengah mati!” seru Julia.

Dinara tersenyum tipis, “Semoga ya, Jule. Dan, makasih ya udah info soal loker ini. Jadi gue punya kesempatan untuk wawancara, walaupun hasilnya… belum tau.”

Makanan mereka datang, dan obrolan pun berlanjut dengan topik yang lebih ringan. Meski begitu, Dinara masih dibayang-bayangi pertanyaan tadi. Perasaannya sekarang bercampur, marah dan bingung.

Namun, cepat-cepat perasaannya teralihkan dengan santapan yang mengisi perut dan guyonan Julia.

Setelah selesai makan, mereka berpisah. Julia kembali ke kantornya. Sementara Dinara kembali pulang dan ingin melupakan keangkuhan Elang Adikara tadi. Hari ini sungguh melelahkan!

Namun baru saja ia hendak pulang, ponselnya bergetar pelan di dalam saku. Nama yang muncul di layar membuat Dinara otomatis menghela napas malas.

Tentu saja itu Ibrahim.

Ibrahim mengirimkan pesan.

Tidak perlu membacanya, Dinara juga sudah tahu isi pesan itu. Itu adalah masalah yang sudah Dinara terlalu hafal. Uang.

Ibrahim adalah satu-satunya keluarga sekandung yang ia punya, dan juga satu-satunya beban yang tak pernah mau berhenti meminta. Di saat kakak laki-laki seharusnya menjadi pelindung, Dinara justru diganggu terus hampir setiap bulan dengan masalah yang selalu sama.

Dinara mengetik balasan pesan dengan helaan napas yang mengikuti.

‘Aku enggak punya uang segitu, Bang.’

Kemudian Dinara menyimpan ponselnya di dalam saku. Belum ada satu menit, notifikasi di ponselnya masuk lagi.

“Apa lagi sih…” gerutunya sambil membuka ponsel.

Berikutnya malah terkejut mendapatkan notifikasi email dari Solaris Haven Group. Jantungnya seolah berhenti sepersekian detik.

Sebelum membuka email itu dengan hati-hati. Dinara tidak berharap apa-apa lagi, sudah siap dengan penolakan.

Tetapi…

‘Selamat! Anda Resmi Bergabung Dengan Solaris Haven Group (SHG) sebagai Sekretaris CEO.’

Mata Dinara membelalak, tak percaya.

“Diterima!? Setelah direndahkan begitu!?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 6

    “Baik, Pak Elang, bisa.” jawab Dinara tegas meski sebenarnya ada rasa sedikit kesal bercampur bingung.Elang hanya mengangguk tanpa ekspresi, seperti biasa. Yang Dinara tahu selanjutnya adalah lebih banyak email masuk mengenai proyek Cendana Hills itu. Ada laporan keuangan dengan nominal fantastis, ada pula laporan-laporan lain dengan judul ‘DOKUMEN RAHASIA’ yang dicetak tebal. Kepala Dinara sakit memikirkannya. Ia tidak boleh ceroboh kali ini. Lupa menyerahkan laporan saja dibilang tidak becus, apalagi kalau ia melakukan kesalahan fatal!Sampai malam, kepala Dinara bekerja tanpa jeda. Tanggung jawab baru itu membuatnya sulit tidur. Namun, ada sebuah pinta Elang yang membuatnya terpacu. “Ada bonus besar apabila selesai.”Semua masih menggema, dan kini proyek Cendana Hills resmi berada di pundaknya.Ia tidak bekerja sendirian. Ada beberapa orang yang ia kenal yang juga menangani proyek ini, seperti Julia, sahabatnya dari bagian marketing. Ibu Reva dari bagian HRD juga ikut turun. M

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 5

    Dinara terkejut. Namun, ia cepat-cepat mengembalikan ekspresinya. “Ba- baik, Pak Elang.”Dinara membawa dua paperbag berisi makanan dan kopi-kopi itu ke luar ruangan. “Sayang sekali kalau harus dibuang.” Batinnya, “Tapi tadi perintahnya jelas….” Dinara menimbang-nimbang. Ia merasa begitu sayang jika harus membuangnya.Iwan yang sedang memasukkan data di laptopnya, melihat Dinara keluar dengan membawa paperbag yang tadi Karin bawa untuk Elang. “Mbak Din, itu mau dibawa kemana?” tanya Iwan.Dinara menoleh, “Disuruh buang sama Bapak.” katanya sambil mengangkat kedua bahunya. Bukannya terkejut, Iwan malah ketawa kecil sambil menggeleng. Bukan tawa yang meremehkan, tapi seperti seseorang yang sudah terlalu sering melihat hal yang sama.“Kenapa, Mas?” Tanya Dinara heran.Iwan menggeleng, “Enggak, Mbak.”Dinara penasaran dengan reaksi rekannya itu. Ia merasa, ada sesuatu yang Iwan tahu tapi dirinya tidak.“Apa aku kasih orang aja, Mas? Nggak tega mau buang makanan…”“Terserah Mbak aja.” J

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 4

    Dinara masih terdiam di sana ketika salah satu dari karyawan tersebut berkata, “Hus! Itu gosip lama!”Kemudian kedua karyawan itu bergegas pergi. Sementara itu, Dinara mematung sejenak sebelum ikut berpaling. Selingkuh…? Dinara memang belum pernah bicara banyak dengan Karin, hanya sebatas menyapa sopan. Namun beberapa kali melihat Karin ketika ia sedang datang ke kantor, Dinara selalu melihatnya menyapa para karyawan dengan ramah. Karin juga kerap membelikan makanan atau minuman untuk para karyawan. Selain itu… Karin terlihat begitu serasi bersama Elang. Cincin yang masih disematkan di jari manis keduanya cukup menjadi bukti kuat bagi Dinara. Maka, Dinara cepat-cepat menyingkirkan omongan dua karyawan tadi. Ia pikir, ini hanya gosip semata. Lagipula, Julia juga pernah bilang bahwa sudah biasa ketika ada gosip mengudara di kantor ini. Dinara harus pintar-pintar mengabaikannya agar tidak terseret. Jadi, Dinara cepat mengabaikan pikirannya. *Keesokan paginya, kantor SHG sama sibukn

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 3

    Sudah dua bulan Dinara bekerja di SHG. Selama dua bulan pun, Dinara belajar bagaimana menyesuaikan ritme Elang Adikara yang melelahkan. Di minggu-minggu pertama, Dinara masih begitu kewalahan. Dinara harus menyaring telepon dan email, menyiapkan dokumen rapat, mengumpulkan data dari berbagai divisi, mengoordinasikan vendor, menyiapkan perjalanan dinas, mendampingi inspeksi villa, serta memastikan semua masalah terselesaikan sebelum sampai ke meja CEO.Kadang, Dinara bekerja hingga kepalanya begitu sakit. Tumpukan berkas yang harus ia urus tak kenal waktu. Mereka menunggunya bahkan hingga akhir pekan.Setiap pagi, Dinara harus mencoba menahan kantuknya apabila bekerja hingga lembur. Di sisi lain, Elang selalu terlihat tenang dan tak terganggu, seolah ia tidak baru bekerja semalaman juga. Terkadang, Dinara betul-betul penasaran dengan cara kerja atasannya itu.Sejak memasuki bulan kedua, Dinara sudah mulai hafal kebiasaan Elang. Elang Adikara datang sekitar pukul delapan lewat enam at

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 2

    “Saya memang tidak memiliki pengalaman sebagai sekretaris, namun saya percaya bahwa kemampuan saya dalam bidang administrasi dapat memenuhi ekspektasi Pak Elang,” jawab Dinara tegas.Hening menggantung di antara mereka.Udara dalam ruangan itu seperti berhenti bergerak. Bunyi jarum jam di dinding terdengar begitu jelas. Ruang interview luas dengan kaca transparan, tiba-tiba terasa sempit. Dinara bisa merasakan debaran jantungnya sendiri. Namun ia tetap menatap Elang Adikara sekuat mungkin, berusaha terlihat tidak gentar.Setelah itu, Elang hanya menutup map di depannya. “Kamu boleh keluar,” ucapnya singkat.Hanya itu, tidak ada ekspresi yang bisa Dinara baca. Pria itu kemudian mengalihkan pandangannya.Dinara semakin tidak mengerti. Elang Adikara bersikap seolah tidak ada apa-apa, padahal ia baru melontarkan pertanyaan yang begitu merendahkan. Sikap datarnya seperti itu membuat Dinara bertanya-tanya. Apakah ia ditolak? Apa jawabannya kurang sopan dan terkesan angkuh? Saat berdiri d

  • Candu Pelukan Hangat Bos Dingin    Bab 1

    “Din, rumah Ibu sudah Abang jual.” Kalimat itu, keluar begitu saja dari mulut Ibrahim minggu lalu. Ibrahim adalah satu-satunya kakak laki-laki yang dimiliki Dinara. Sudah seminggu berlalu, tapi pikirannya tetap kusut. Bahkan saat ia duduk menunggu giliran di ruang interview hari ini, kecamuk itu belum juga reda. Dinara menarik nafas pelan, mencoba menenangkan diri namun ia tetap gelisah. Bagaimana tidak? Rumah satu-satunya peninggalan Ibu, lenyap dijual kakaknya bahkan tanpa sepengetahuannya! Alasannya? Untuk membayar hutang pinjaman online, untuk berjudi! Dinara tidak habis pikir. Berulang kali, ia berharap kakaknya bisa berubah, tapi yang ia dapat justru kekecewaan yang semakin dalam. Yang membuatnya semakin sesak, haknya atas warisan itu pun tidak diberikan secara utuh. Ibrahim hanya memberi sekadarnya, seolah-olah dialah yang paling berkuasa atas harta warisan itu. Ketika ia mencoba protes, kakaknya malah bersikap tak peduli. Dan sekarang, rumah itu harus dikosongkan min

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status