Part: 3
***Alangkah terkejutnya aku melihat, Mas Aryo tidur di sofa.
Aku mendekati Mas Aryo dan mencoba membangunkannya."Mas, bangun," lirihku pelan namun, Mas Aryo bergeming.Kini aku coba membangunkan dengan suara yang keras, "Mas, bangun!" "Apaan sih, Dek! Sikap kamu jadi kurangajar sekarang!" hardiknya karena kaget mendengar suaraku yang keras."Maaf, Mas. Tadi Adek panggil-panggil dengan pelan, tapi Mas gak bangun-bangun juga," ucapku menjelaskan.Mas Aryo pun beranjak menuju ke kamar tanpa memperdulikanku. Aku segera mengejar langkahnya. Ketika sampai di kamar, Mas Aryo langsung mendengkur tertidur pulas. Tanpa mengganggunya, aku pun memejamkan mata menyusul tidur.***Pagi pun datang. Aku bangun lebih awal, namun, tak ku temui Mas Aryo di sampingku. "Tumben pagi sekali sudah keluar," gumamku.Aku mandi terlebih dahulu, setelah selesai baru aku keluar. Terlihat Mas Aryo sedang menikmati sarapan. Pagi ini Ibu dan Mas Aryo terlihat damai, hingga Mas Aryo tidak buru-buru lagi berangkat ke kantor."Mas, pagi banget bangunnya," ucapku sembari duduk di sebelahnya."Iya, Mas ada meeting penting di kantor, dan juga rindu makan sarapan buatan Ibu," paparnya tanpa menoleh ke arahku.Aku hanya berdehem pelan, menanggapi ucapan suamiku itu."Jadi gimana, Yo? Kamu setuju kan dengan rencana Ibu semalam?" tanya Ibu.Aku memutar otakku untuk berfikir! Rencana apa? Mas Aryo hanya mengangguk mengiyakan ucapan Ibu. Aku benar-benar penasaran, sebenarnya apa yang Mas Aryo dan Ibu bicaran semalam."Aryo berangkat dulu ya, Bu!" pamitnya sembari mencium punggung tangan Ibu."Dek, Mas berangkat!" ucapnya pula padaku sembari menyerahkan tangannya untukku cium."Hati-hati ya, Mas!" ujarku tersenyum.Kini tinggal aku dan Ibu di rumah. Suasana menjadi hening seketika. Pagi ini Ibu tidak mengajakku bertengakar, dan Ibu juga belum ada menyindirku.Apa mungkin Ibu sudah sadar, ya?Aku merasa damai, mungkin Allah sudah mengabulkan doaku untuk membuka mata hati Ibu.Aku duduk di sofa sambil memegangi gawaiku. Tiba-tiba Ibu mendekat dan duduk di sebelahku."Suci!" panggilnya."Iya, Bu.""Sebenarnya, semalam saya dan Aryo sudah membahas masalah ini. Saya memberimu satu pilihan!" paparnya yang membuatku bingung."Pilihan apa, Bu?" tanyaku penasaran."Aryo sudah bersedia menikahi Desy!" Degh ... Kini aku yakin jantungku sudah cidera! Pasti lukanya sangat parah, hingga sesak yang aku rasa berbeda dari biasanya."Jangan pingsan Suci, jangan pingsan!" batinku.Aku menarik nafas dalam-dalam, kemudian membuangnya secara perlahan. Ku lafazkan kalimat istigfar berkali-kali dalam hati."Apa, Ibu sedang bercanda?" tanyaku lagi memastikan."Saya tidak pernah bercanda untuk masalah seperti ini!"Aku terdiam sejenak. Kali ini pandanganku mulai suram. Akan tetapi aku tidak boleh lemah. "Baiklah, Bu! Saya akan bicarakan ini dengan Mas Aryo nanti," ucapku mencoba tenang.Ibu terlihat heran melihat aku tidak marah, atau pun berontak. Dengan langkah yang lemah, aku kembali masuk ke dalam kamar.Seperti bisa, aku menumpahkan segala keluh kesah ku lewat tulisan demi tulisan yang aku gemari setiap hari."Tega kamu, Mas! Padahal aku sudah berkorban menutupi kelemahanmu! Andai kamu tau yang sebenarnya, apa kamu masih tetap ingin menikahi Desy!" gerutuku sambil mengepalkan kedua tangan.Sepertinya aku tidak bisa merahasiakan ini lagi. Niatku ingin menjaga perasaannya, malah kini perasaanku yang tertindas. Ini tidak adil!***Waktu berjalan begitu cepat, Mas Aryo kini sudah kembali. Namun, aku tidak lagi berlari menyambut kedatangannya.Terdengar Ibu sangat senang, aku dapat menangkap pembicaraan mereka, karena kamarku terletak dekat dari ruang tengah."Jadi kapan kamu akan melamar Desy?" tanya Ibu pada Mas Aryo."Nanti, Bu. Aryo bicarakan ini pada Suci dulu," Aku kembali mengepalkan kedua tanganku. Ternyata Mas Aryo benar-benar ingin menikahi Desy."Awas kamu, Mas!" gumamku.Dengan langkah yang berusaha tenang, aku menghampiri Mas Aryo dan Ibu."Mas," sapaku lembut."Eh, Dek. Mari duduk sini," ajaknya dengan berlagak manis.Ibu tersenyum sinis menatapku. Aku mengerti, pasti Ibu merasa telah menang kali ini."Mas, capek? Mau Adek buatkan minum?" tanyaku basa-basi."Gak usah, Dek! Em ...." Terlihat Mas Aryo ingin mengatakan sesuatu. Namun, terlihat ragu."Aku sudah tau, Mas. Tidak perlu berpura-pura lagi!" batinku.Bersambung.Part: 4***Aku masih berusaha tenang, menunggu pengakuan apa yang akan dilontarkan oleh Mas Aryo!"Dek, sebenarnya ...." ucapnya yang masih ragu-ragu."Udahlah, Yo! Langsung aja bilang, ngapain banyak basa-basi," hardik Ibu dengan geram."Mas minta izin kawin lagi, Dek!"Degh ... Jantungku tetap berdebar kencang, walaupun aku sudah tidak terlalu kaget lagi. Namun, tetap saja rasanya ada yang menghujam dada."Apa, Mas?" Aku pura-pura terkejut."Maafkan, Mas, Dek! Ini demi masa depan keluarga kita, agar segera memiliki keturunan."Aku bertambah gusar mendengar penuturan suamiku itu. Bagaimana mungkin ia akan memiliki keturunan dengan menikah lagi. Sedangkan yang mandul adalah dirinya sendiri."Tapi, Mas ....""Halah! Terima ajalah, jangan banyak protes!" bentak Ibu memotong ucapanku."Bukan begitu, Bu. Masalahnya, Mas Aryo tetap tidak akan memiliki ketur
Part: 5***Duniaku seakan berhenti bersinar. Pemandangku mulai buram, dan barangsur gelap. Aku berharap ini hanyalah mimpi semata.Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, hingga kini aku sudah berada di dalam kamar.Ku lirik ke sebelahku, tidak ada Mas Aryo di sini. Aku mencoba bangun perlahan, ternyata hari sudah sangat malam.Terlihat Mas Aryo tidur di sofa lagi. Aku tidak membangunkannya kali ini, karena aku sadar bahwa ia telah menalakku tadi.Ini memang kesalahan yang aku perbuat sendiri. Seharusnya dari awal aku mengatakan yang sebenarnya, walaupun Ibu akan bunuh diri ketika mendengarnya.Harusnya aku tidak terlalu perduli dengan perasaan mereka, biarkan saja Anak dan Ibu itu terluka.Harusnya aku tidak berlagak menjadi pahlawan, karena kini aku yang terbuang.Ah sudahlah! Nasi telah menjadi bubur.Aku kembali ke kamar, dan segera mengemasi barang-ba
Part: 6***Aku masih berbincang dan bertukar cerita dengan, Dokter Wiliam! Ternyata dokter tampan di sebelahku ini adalah pemilik rumah mewah yang berada tepat di hadapan kontrakkanku.Dokter Wiliam ternyata masih membujang. Usianya sudah sangat matang untuk berumah tangga. Namun, seorang dokter kan tentu pilih-pilih mencari calon istri. Lagian jika ia mau, pasti banyak yang sudah mengantri."Oya, Suci. Saya pamit pulang dulu, kamu mau mampir sekalian ke rumah saya?""Terima kasih, Dok! Nanti pasti saya berkunjung, lagi pula cuma lima langkah dari sini.""Baiklah," ucapnya sembari berlalu.Hari ini Dokter Wiliam tidak ada jadwal ke rumah sakit. Kedua orang tuanya akan datang dari luar negeri. Tadi ia telah menceritakan semuanya padaku.Aku masuk kembali ke dalam kontrakkan. Seperti biasa, aku mulai menuliskan cerita rutinku.Sebelum melanjutkan menulis, aku memb
Part: 7***Seminggu telah berlalu. Kini aku mulai terbiasa dengan kehidupan baruku.Aku berfikir ingin membuka usaha, agar ada kegiatan tambahan selain menulis.Dari kemarin aku memutar otak untuk berfikir, namun, aku belum juga mendapatkan ide yang bagus. Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengan teman lamaku, sekalian meminta pendapat padanya[ Di cafe tempat kita nongkrong dulu, aku tunggu setengah jam lagi ] aku mengirim pada Rena teman lamaku itu.[ Oke, aku otw bentar lagi ] balas Rena.Aku bersiap-siap untuk segera meluncur ke tempat yang sudah ku janjikan itu.Di depan cermin, aku merapikan jilbab panjangku. Ya, aku lebih suka memakai jilbab instan yang menutupi dada. Memang terkesan sangat sederhana.Setelah merasa cukup untuk menatap wajah sendiri di balik cermin ini, aku pun segera bergegas menuju cafe.Aku memesan taxi online, dan ia te
Part: 8***Setelah bertemu dan bercerita banyak dengan Rena. Kini aku sudah pulang kembali ke kontrakan.Aku beristirahat di kamar sambil merenung."Mas! Mau kemana?" tanyaku pada Mas Aryo."Mau ke pesta temen, Dek! Tapi khusus para lelaki saja yang hadir. Maaf ya, Dek, kali ini Mas gak bisa ngajakin kamu.""Iya, gapapa toh, Mas!"Aku kembali terbayang masa-masa bersama Mas Aryo itu. Bagiku ia adalah sosok suami yang sangat setia.Hingga aku teringat lagi, bahwa aku pernah menemukan jepit rambut wanita di saku jas kerjanya!"Mas, jepit rambut siapa ini? Adek ketemu di dalam saku baju, Mas itu.""Oh, itu ... Tadi Mas beliin buat kamu, Dek!""Adek kan gak pakai jepit rambut begini, Mas! Ini tuh pasti dipakai untuk yang tidak menggunakan hijab.""Ya, kalau tidur kan, Adek gak pakai hijab."Mas Aryo selalu bersikap tenang dan tidak se
Tetap tinggalkan jajak manteman! Respon pembaca adalah semangat untuk penulis💞Part: 9***Setelah selesai menata letak sofa dan meja makan, aku kembali beristirahat.Hari sudah semakin gelap. Aku kembali memainkan ponselku.Ternyata ada pesan watsapp dari Mas Aryo. Aku tidak menyadarinya sedari tadi.Aku membuka isi pesannya dengan penasaran. Kira-kira ada apa ia menghubungiku?[ Kamu tinggal di mana sekarang? ] Isi pesan Mas Aryo.Kenapa ia bertanya keberadaanku?Ah, sudahlah! Untuk apa aku memberitahunya. Sudah tidak ada urusan lagi.Namun, ponselku kembali bergetar, Mas Aryo mengirim pesan lagi.[ Kenapa hanya dibaca? Saya bertanya karena merasa iba, jika kamu terlantar di luaran! ]Dengan geram, aku pun membalas! [ Saya sudah memiliki tempat tinggal, dan tidak perlu merasa iba, karena saya bisa berdiri di atas kaki sendiri!
Part: 10***Seminggu sudah berlalu. Kini acara pernikahan, Mas Aryo dan Desy segera dilaksankan.Aku berfikir dua kali untuk hadir ke sana. Bukan apa-apa, hanya tidak ingin mendengar sindiran dari mantan mertuaku itu lagi.Saat aku masih dalamdilema, tiba-tiba aku kembali mendapat pesandari Ibu.[ Jangan sampai tidak datang! Nanti nyesel, kami membuat pesta yang besar. Kan lumayan bisa numpang makan gratis! ]Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku saat membaca isi pesan dari mantan mertua julid itu.Aku semakin ragu untuk pergi ke sana.Kini aku lebih memilih bersantai di sofa empukku. Lalu terdengar suara ketukan pintu!Aku bergegas membukanya, ternyata Dokter Wiliam dan Jeniffer.Mereka berdua terlihat kompak menggunakan pakaian bagus."Eh, pada mau ke mana? Dandanannya kayak mau ke pesta." Aku berkata sambil mempersilahkan k
Part: 11***Saatsampai di kontrakkan. Aku kembali terbayang kejadian diacara Mas Aryo itu.Sungguh pernikahan yang paling spektakuler! Aku bergidik ngeri membayangkan keluarga itu.Bisa-bisanya aku tidak menyadari perselingkuhan Mas Aryo dengan Widya selama ini.Namun, aku bersyukur, karena aku baru mengetahui setelah sah bercerai dengannya. Jika tidak! Mungkin lukaku akan terasa lebih perih.Dari pada aku terus memikirkan hal yang tidak berguna itu, lebih baik aku memasak saja di dapur.Aku membuat sup kembali. Niatku ingin mengantar sup buatanku ini pada Jeniffer nanti.Dengan semangat 45 aku siap dengan cepat!Aku segera menyisihkan sebagian untuk, ku berikan pada keluarga Jeniffer. Semoga saja Tante Ratna dan Om Wilson juga menyukainya.Sedangkan Dokter Wiliam, ia telah pergi ke rumah sakit setelah usai kembali dari pesta tadi. Katanya dinas malam