Share

Catatan Hati Sang Istri (Bukan Aku yang Mandul Mas)
Catatan Hati Sang Istri (Bukan Aku yang Mandul Mas)
Penulis: Nona_Lyanna

Vonis mandul

Catatan hati Sang istri (Bukan aku yang mandul, Mas) 

Part: 1

***

"Sudah Ibu bilang, ceraikan saja wanita mandul itu!" Perkataan Ibu mertuaku itu sungguh menyesakkan rongga dada.

"Jangan bicara seperti itu, Bu! Aryo dan Suci akan terus ber-ikhtiar dan berdoa, sampai Allah mempercayai kami untuk dititipkan keturunan," papar, Mas Aryo dengan bijak.

Aku yang mengintip dari balik pintu kamarku, sungguh merasa terharu dengan sikap suamiku yang sabar itu.

Lima tahun sudah mengarungi mahligai rumah tangga namun, sampai hari ini kami belum juga memiliki anak.

"Ibu, ini sudah tua, Yo. Mau nunggu Ibu mati dulu baru kamu menyesal!" bentak Ibu menepis ucapan bijak, Mas Aryo.

"Sudahlah, Bu. Aryo telat nih ke kantornya."

Terlihat Mas Aryo meninggalkan Ibu begitu saja. Aku merasa iba karena setiap hari Mas Aryo ditekan oleh Ibunya.

Seperti biasa, aku keluar kamar dengan ragu-ragu. Suamiku jarang sekali sarapan di rumah. Katanya malas mendengar ocehan Ibu.

Kini, mobil Mas Aryo sudah berlalu. Aku mencoba menghampiri Ibu, dan berniat membantunya memasak di dapur.

"Bu, biar saya bantuin ya," ucapku lembut.

"Tidak perlu! Mending kamu di kamar saja bersantai main handphone seharian sampai suami pulang, baru keluar!"

Aku hanya bisa menarik nafas panjang mendengar sindiran, Ibu mertuaku itu.

Aku berlalu dari hadapan Ibu. Sudah hampir dua tahun belakangan ini, Ibu tidak mengizinkan aku menyiapkan makan untuk suamiku sendiri.

Di rumah hanya ada aku, Mas Aryo, dan juga Ibu. Sedangkan Ayah dari Mas Aryo sudah tiada sedari Mas Aryo kecil dulu. Itulah alasan kenapa, Mas Aryo sangat patuh dengan apa pun perintah Ibu.

Namun, sejak menikah denganku, Ibu menganggap Mas Aryo telah berubah. Karena tidak menuruti kemauannya untuk menceraikanku.

Aku kembali masuk ke dalam kamar, ku ambil ponsel dan mulai menulis semua isi hatiku.

Sudah setahun ini, aku rutin menulis. Selain membuatku tenang, aku juga mendapat hasil dari tulisanku itu. Namun, aku sengaja merahasiakannya dari suami dan mertuaku.

Saat aku sedang asyik dengan gawaiku ini, tiba-tiba aku mendengar Ibu sedang bicara dengan seseorang. Suaranya terdengar sangat besar, mungkin Ibu sengaja agar aku dapat mendengar dari dalam kamar.

"Kamu tuh udah cantik, rajin, sukses pula! Harusnya dulu Aryo menikahi kamu Des, bukan perempuan mandul itu!" ujar Ibu dengan lantang.

Aku yang mendengar, langsung beristigfar! Aku bertahan di sini, hanya karena Mas Aryo yang begitu menyayangiku.

"Tante, bisa aja! Desy jadi malu!"

Oh, ternyata Desy yang sedang bersama Ibu mertuaku. Desy adalah gadis cantik, yang memiliki usaha butik sendiri. Mas Aryo pernah cerita, katanya Desy itu bekas pacarnya dulu.

Jantungku bagai dihujani ribuan panah, mendengar pembicaraan Ibu dan Desy. Dengan cepat aku keluar dan menghampiri mereka.

Aku duduk di sofa dekat dengan Ibu dan Desy. Tanpa merasa janggal, aku bertingkah biasa-biasa saja.

"Ngapain kamu ikut duduk di sini!" protes Ibu terlihat tidak menyukai kedatanganku.

"Bosan di kamar terus, Bu!" sahutku tersenyum.

Desy memperhatikan penampilanku dari ujung kepala, hingga ujung kaki. Kemudian ia tersenyum getir, mungkin karena penampilanku ini sangat tertutup, berbeda dengan dirinya yang terlihat cantik dan seksi.

"Makanya kerja, jangan malas-malasan aja setiap hari. Contoh dong Desy ini, udah cantik, sukses lagi! Bagai langit dan bumi jika dibandingkan dengan kamu!"

Desy tersenyum senang, mendengar pujian dari mertuakun itu dan berkata, "ah, Tante terlalu berlebihan!"

"Tante bicara berdasarkan fakta! Harusnya kamu yang menjadi istri Aryo!"

Degh ... Hatiku kembali sakit mendengar kata-kata Ibu mertuaku itu. Ia benar-benar tidak menghargai aku lagi sebagai menantunya.

"Cukup, Bu! Saya juga manusia biasa, punya hati dan perasaan! Ibu sudah keterlaluan kali ini!" bentakku untuk yang pertama kalinya dengan suara yang keras.

"Menantu durhaka kamu ya, berani sekali bicara dengan mertua seperti itu!" Ibu berdiri sambil berkacak pinggang.

"Sudah, Tante. Jangan ditanggapi, nanti malah buat kesehatan, Tante menurun." Desy mencoba mencari muka pada Ibu.

Aku yang sudah dilanda emosi, bergegas masuk kembali ke dalam kamar. Ibu masih terteriak mencaci maki aku dengan segala sumpah serapahnya.

"Dasar perempuan mandul! Saya akan buat Aryo menceraikan kamu secepatnya!" teriak Ibu dengan kesal.

Saat berada di dalam kamar, aku menangis sejadi-jadinya. Hari ini kesabaranku telah diuji dua kali-lipat dari biasanya.

Aku sudah tidak bisa tinggal diam, jika selama ini aku selalu menolak untuk  ke rumah sakit mengecek tes kesuburan. Maka nanti sore setelah Mas Aryo pulang kantor, aku akan mengajaknya.

Lima tahun menikah, dan Ibu selalu memponisku mandul. Padahal aku belum pernah memeriksa kesuburanku sebelumnya. 

***

Tak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kini, Mas Aryo telah pulang.

"Assalamualaikum," ucapnya memberi salam.

Seperti biasa, aku berlari keluar saat mendengar suaranya. Hatiku senang setiap kali suamiku pulang. Karena Mas Aryo selalu menenangkan aku ketika Ibu kembali menyinggung tentang kemandulanku ini.

"Walaikum sallam." Ibu membukakan pintu dengan sigap.

Aku yang berada di belakang Ibu hanya tersenyum menyambut Mas Aryo.

"Dek!" panggilnya saat melihatku.

Ibu seketika menoleh ke belakang, dan menyunggingkan bibir dengan sinis.

Mas Aryo masuk, dan beristirahat di sofa terlebih dahulu.

"Mas, bagaimana kalau hari ini kita ke dokter!" ucapku tanpa basa-basi.

"Mau ngapain kamu ngajakin Aryo ke dokter?" tanya Ibu penasaran.

"Mengecek kesuburan kami, Bu! Saya tidak mau dikatakan mandul lagi sebelum mendapatkan bukti dari pengecekan seorang dokter!" sahutku dengan jelas.

Mas Aryo terlihat syok mendengar penuturanku. Karena selama ini aku yang selalu menolak jika ia mengajakku periksa.

"Halah! Apa lagi yang mau dibuktikan! Sudah pasti kamu yang mandul!" Ibu bicara dengan ciri khasnya, setengah berteriak.

"Belum tentu, Bu!" Hari ini aku melawan semua ucapannya.

"Jadi kamu fikir, anak saya yang mandul? Jangan lancang kamu! Dikeluarga saya tidak ada satu pun yang mandul!" bentak Ibu sambil melototiku.

"Sudah! Suudah! Memang seharusnya masalah ini dikonsultasikan pada dokter! Selama ini Suci sudah berikhtiar untuk berobat, tanpa memeriksakan kesuburan terlebih dahulu! Jadi biar jelas, saya akan memeriksa ini pada dokter!" papar Mas Aryo.

Aku, Mas Aryo serta Ibu pun pergi menuju rumah sakit. Dalam perjalanan aku berfikir, bagaimana jika Mas Aryo yang mandul? Ibu pernah bilang, jika keturunannya yang bermasalah, maka ia rela mati dari pada menanggung malu.

Aku malah menjadi semakin cemas. Siapapun yang diponis mandul nanti, tetap akan menjadi bencana untukku.

Kini kami sudah sampai di rumah sakit Bina Harapan. Tanpa basa-basi kami langsung meminta diperiksa satu persatu.

Dokter Wiliam yang menangani kami itu langsung meminta aku dan Mas Aryo masuk bersamaan.

Aku tegang, begitu pun Mas Aryo. Cukup lama Dokter memeriksa kami secara bergantian.

Mas Aryo yang mendapat giliran duluan, kini dipersilahkan menunggu di luar. Setelah pemeriksaanku selesai, Dokter Wiliam menahanku. Sebenarnya ada apa?

"Maaf, Bu Suci! Dengan berat hati saya harus menyampaikan kebenaran ini ...." ucapnya menatap serius padaku.

Degh ... Jantungku kembali berdebar, aku berfikir, apakah benar diriku yang mandul hingga Dokter Wiliam merasa begitu sungkan padaku.

"Katakan saja, Dok!" paparku dengan gugup.

"Dari hasil pemeriksaan, Bu Suci dinyatakan sehat, dan subur!" jelas Dokter Wiliam.

"Alhamdulillah," ucapku merasa lega.

Kini Ibu tidak bisa lagi mengatakan aku perempuan mandul!

"Namun, saya sangat memohon maaf sebelumnya. Karena suami Ibu Suci dinyatakan tidak subur alias mandul!"

Degh ... Kini debaran jantungku seolah berhenti. Hal yang aku takutkan, benar terjadi. Aku terdiam beberapa detik, hingga Dokter Wiliam kembali menyadarkan lamunanku.

"Bu Suci! Apa anda baik-baik saja?" tanya-nya cemas.

Aku mengangguk cepat, dan berkata, "rahasiakan ini dari suami dan mertua saya, Dok!"

"Tapi kenapa, Bu?" tanya-nya heran.

"Ini sudah menjadi tugas saya sebagai seorang istri, untuk melindungi perasaannya! Katakan saja bahwa saya yang mandul!" paparku dengan ekspresi datar.

Dokter Wiliam sempat berdebat denganku, karena merasa keberatan dengan permintaanku ini. Namun, akhrinya ia mengerti dan menyetujui.

"Baiklah, Bu Suci! Anda memang wanita berhati mulia, saya doakan rumah tangga anda langgeng sampai menua bersama!" ucapnya mengakhiri perdebatan.

Kini aku dan Dokter Wiliam keluar bersamaan. Terlihat Ibu dan Mas Aryo sudah tidak sabar mendengar jawaban dari sang dokter.

"Bagaimana, Dok? Benarkan menantu saya ini yang mandul?" tanya Ibu dengan serius.

Dokter Wiliam menatap sekilas ke arahku. Terlihat dirinya merasa iba. Dengan membuang nafas kasar, Dokter Wiliam berkata, "benar! Suci dinyatakan tidak subur."

Bersambung

Komen (6)
goodnovel comment avatar
trini handayani
dokter disumpah untuk memberikan keteranfan yg dapat dibuktikan kebenarannya. ga mungkin mau didikte pasen u mentampaikan kebohongan.
goodnovel comment avatar
Henny Suryani
yaa d sini suci salah lah,walaupn iya alasnx krn ingin menutupi ktidak suburn suamix,tp kan harusx suci jjur,spy prmasalahn tdk makin byk,
goodnovel comment avatar
Fahmi
Dokter william menatapku
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status