Share

Kesepakatan

"Ja-jadi, aku harus menikah dengan Tuan. I-itu artinya aku membantu Tuan membohongi publik?"

Vanesha setengah meragu ketika menyuarakan rasa ingin tahunya yang lebih besar. Tapi, ia hanya ingin berhati-hati di balik suaranya itu. Ia tak mau merugi meski nyata menikah dengan sosok bintang besar seperti lelaki di hadapannya adalah impian semua orang.

Vander! Wanita mana yang tak mau menikah dengannya! Lelaki lajang yang terkenal dengan bakat aktingnya sejak dini serta terlahir dari keluarga kaya raya! Semua wanita pasti akan pingsan mendengar ajakan laki-laki tampan yang bukan ukuran remaja lagi itu. Namun, bentuk wajah Vander yang terlampau muda dari usianya tak cukup merugikan bagi wanita yang akan menikah dengannya. Apalagi mendengar nominal rupiah sebagai imbalan menikah dengannya! Wanita mana pun pasti rela mengorbankan masa keemasannya untuk menjadi istri Vander.

Tapi di luar semua itu, Vanesha tetap memikirkan bagaimana kelanjutan dirinya esok hari ketika tak lagi menjadi istri seorang Vander. Bagaimana kisah cintanya nanti? Bagaimana hidupnya nanti? Semua patut ia perhitungkan. Apalagi mengingat pernikahan dengan status kontrak yang Vander tawarkan. Ia tak ingin mengunggah kerugiannya meski lelaki itu sejak awal berkata bahwa dalam hubungan itu tak akan ada jejak sentuhan!

"Kau benar, aku sedang membohongi publik." tukas Vander enteng. "Semua aku lakukan tanpa perlu kamu tahu alasannya. Kamu hanya akan sekedar tahu sama seperti mereka mengetahui bagaimana diriku melalui media. Urusan membohongi publik beserta alasannya, itu terserah padaku. Kamu hanya bisa memberiku jawaban, bersedia atau tidak."

"Tapi, bukankah aku yang dirugikan dalam hal ini, Tuan? Aku menikah secara kontrak denganmu. Setelah kontrak itu selesai, bagaimana kehidupanku setelahnya? Apa Tuan bisa menjamin dengan siapa kemudian aku berjodoh dan..."

"Itu bukan urusanku." potong Vander. "Aku hanya menawarkan dan memberikan kompensasi yang tidak memberatkan di antara kita. Jika kamu merasa sangat dirugikan kelak, bukankah kamu bisa menolak tawaran ini dari awal dan aku mencari wanita lainnya. Setelah menolak pun kau tetap diuntungkan karena mendapat uang dariku."

Apa yang Vander katakan ada benarnya! Rugi tidaknya nasib Vanesha setelah kontrak habis, itu sudah keharusan bagi Vanesha memikirkannya. Vander hanya bertindak sesuai kesepakatan.

Vanesha masih terdiam. Wanita itu sedang berpikir. Sementara Vander hanya menatapnya sembari menunggu tanggapan Vanesha.

"Ingatlah, tidak ada paksaan dalam kesepakatan ini. Toh, aku juga tak menyentuhmu selama menikah. Persoalan kerugian lain, baiknya kau pikir lebih dalam lagi. Namun aku hanya bisa memberimu waktu malam ini saja, karena aku sungguh tak punya banyak waktu untuk berbincang dengan orang asing." imbuh Vander usai meneguk segelas minuman di hadapannya.

"Apa kau tak bisa memberiku waktu sampai esok pagi?" tawar Vanesha.

Tentu nominal rupiah menjadi ukurannya. Ia tak mau salah melangkah, namun untuk saat ini ia sangat membutuhkan uang. Ia harus membayar hutang-hutangnya setelah kedua orang tuanya meninggal. Ia juga harus membayar biaya hidupnya. Banyak yang ia pertimbangkan terkait uang.

"Aku tak bisa memberimu banyak waktu. Karena aku pun harus membungkam semua media yang ada. Seperti yang kau tahu bagaimana pandangan semua orang terhadapku selama aku masih melajang." jelas Vander. "Aku berbohong bukan karena aku tak bisa mendapatkan wanita, tapi aku memiliki alasan lain. Yang jelas, apa yang dikabarkan oleh media tidaklah benar. Jadi, satu hal itu mungkin bisa mengurangi rasa jijikmu terhadap tawaranku."

Kening Vanesha berkerut. Karena ia memang tak tahu tentang persoalan yang sedang Vander bahas.

"Memangnya, apa yang media katakan tentangmu?" tanya Vanesha.

Vander terheran-heran! Ia seolah tak percaya jika wanita di hadapannya itu tidak tahu tentang persoalan pelik yang dihadapinya.

"Apa kau tak mendengar satu pun berita tentangku?" tanya Vander pelan.

Vanesha menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Lalu menatap tirai-tirai lebar yang menempel di jendela dengan beberapa pasang bodyguard yang menjadi pemandangan.

"Aku terlalu sibuk mencari lowongan kerja di media, mana mungkin aku tahu persoalan selebritas. Bahkan aliran listrik di rumahku sudah diputus tiga hari ini. Hh, bahkan aku berhutang pulsa pada tetanggaku hanya untuk menghubungi Hesti agar bisa bertemu denganmu malam ini."

"Tak ku sangka kau semiskin itu!"

Mendengar cap miskin yang Vander ucap, Vanesha pun terkekeh. Ia tak menyangka jika laki-laki tampan itu berbicara secara terang-terangan tanpa peduli perasaan lawan bicaranya. Beruntung Vanesha adalah orang yang santai.

"Mendengar celetukanmu barusan, aku jadi penasaran dengan pemberitaanmu yang menghebohkan itu! Jadi, sebelum aku menjawab kesepakatan kita, bisakah kau menunjukkan pemberitaan itu dengan ponselmu? Aku terlalu miskin saat ini, kuotaku tak cukup dan ponselku yang jelek ini mendadak mati!"

Tak menunggu lama Vander sudah menunjukkan sebuah artikel dalam ponselnya. Ia bahkan menyodorkan ponsel pribadinya itu kepada Vanesha. Dan dengan cepat Vanesha membaca judul dalam artikel itu sebelum akhirnya menganggukkan kepala sebagai tanda sudah mengerti dengan isi pemberitaan.

"Jadi, karena lama melajang, kau diisukan sebagai laki-laki pelangi?"

Vander mengangguk. Mengiyakan pertanyaan wanita yang baru saja ia kenal.

"Hahahahahhahaa!"

Dan Vander pun terkejut ketika wanita itu menertawakannya. Ia memicingkan mata. Membiarkan dua alis melengkungnya beradu saat Vanesha tertawa.

Menyadari bagaimana lelaki itu memandanginya usai menertawakan, maka Vanessa pun perlahan mencoba meredam kembali tawanya. Ia menyeringai. Menunjukkan wajah anehnya setelah melihat wajah kaku Vander.

"Hh! Sudahlah!" Vander menghela napas, lalu membuang pandangannya ke arah jendela yang kini sudah ditutup tirainya. "Aku akan membuka tirainya jika kau menyetujui kesepakatan kita. Dan ketika hal itu terjadi, kau harus siap dengan beberapa kamera yang entah sejak kapan sudah ada di balik tirai ini."

Vanesha menelan saliva. Ia turut memperhatikan tirai tebal yang ada di hadapannya. Membayangkan tentang apa yang baru saja Vander katakan padanya.

"Ja-jadi maksudmu, ji-jika tirai ini terbuka, maka wajahku akan terekspose dan..."

"Jika kau menolak, aku akan pergi sebelum tirai ini terbuka." potong Vander.

Vanesha kembali terdiam. Ia mencoba memikirkan semua yang telah Vander ucap. Mempertimbangkan setiap pilihan yang akan di ambilnya. Lalu perlahan menatap tas kecil yang nyata sejak awal disediakan untuknya dari tim kencan buta. Perlahan membayangkan bagaimana kekosongan benda cantik itu saat ini. Benda terlihat mewah itu hanya ada sebatang ponsel mati di dalamnya. Dan hanya ada dua lembar uang berwarna hijau di dalamnya.

Tak lama, wanita yang sudah nampak cantik dengan make up yang dipakainya itu pun memandangi Vander. Untuk sesaat menghela napas, kemudian mengangguk pelan.

"Baiklah! Ayo lakukan pernikahan!"

Dan ketika kalimat itu keluar dari mulut Vanessa, dengan sangat cepat tirai terbuka. Saat beberapa cahaya kamera bergerak mengambil gambar, Vanesha dikejutkan dengan sebuah kecupan manis Vander yang menempel di bibirnya...

Kedua mata Vanesha terbelalak! Sentuhan lembut yang baru saja ia dapatkan nyaris membuat jantungnya copot dari tempatnya! Lalu dengan tangan gemetaran yang sudah digenggam Vander ia menatap mata pria yang baru saja menciumnya.

"Bukankah sebagai syarat, kau hanya menggenggam tanganku?" gumam Vanesha yang saat itu tak bisa menatap jendela karena di penuhi oleh para wartawan.

Vander membalas tatapan mata Vanesha dengan tatapan lembut. Lelaki itu sudah memulai aktingnya sebagai seorang kekasih.

"Aku merubah skrip ketika mengetahui berapa wartawan yang akan datang untuk melakukan ini..."

"Ja-jadi kau merubah skrip hanya karena..."

"Tersenyumlah, maka satu juta dollar akan masuk ke rekeningmu malam ini!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status