Share

Kencan!

Entah sudah berapa kali Vanesha meneguk segelas air di hadapannya. Ia bahkan beberapa kali memanggil seorang pelayan untuk mengisi ulang air dalam gelasnya yang hampir kosong. Cuaca hari itu sangatlah dingin, namun entah mengapa keringat dingin terus mengucur di sekitar leher dan wajahnya. Ia juga merasa tak tenang dalam duduknya. Sesekali menarik mini dress berwarna merah jambu yang diberikan oleh Hesti tadi malam.

Dilihatnya keadaan sekitar restoran itu. Yah! Sungguh aneh karena lelaki yang menawarkan sebuah kencan itu memesan semua kursi yang ada. Seolah tempat itu mendukung pertemuan rahasianya malam ini. Ia melihat dua orang laki-laki bertubuh besar dengan pakaian serba hitam berjaga di depan restoran, lalu menyusul tiga orang laki-laki berpakaian serupa mendadak menutup tirai restoran hingga membuat Vanesha terperangah.

Kecemasan kembali melanda tatkala ia tak lagi bisa melihat sosok Hesti yang menjaganya di luar gedung. Lalu dengan tangan gemetaran ia pun mengirim sebuah pesan kepada Hesti.

‘Hesti, apa yang akan mereka lakukan padaku? Mereka menutup tirainya? Bagaimana jika kakek-kakek itu mencoba melakukan hal-hal aneh padaku? Bagaimana Hesti? Apa yang harus aku lakukan?’

Vanesha mengigit ujung bibirnya. Ia kembali melihat sekelilingnya. Dan tak lama muncul dua orang pelayan yang membawa menu. Menu yang sepertinya sudah dipersiapkan oleh lelaki misterius yang akan menjumpainya itu.

Vanesha masih menunggu jawaban Hesti. Namun ketika sebuah notifikasi ponselnya berbunyi, benda yang ada dalam genggamannya itu mendadak mati!

“Ah, sial! Lagi-lagi tiba-tiba seperti ini?!” gerutunya yang nyaris menangis karena berulang kali gagal untuk menyalakan kembali ponselnya. “Hesti.... Aku takut!” gumamnya yang perlahan mulai menangis sambil terus tak henti mencoba menyalakan benda dalam genggamannya.

“Vanesha Alkashia?”

Suara berat mengagetkan Vanesha yang menangisi ponselnya. Mendengar suara itu tentu membuat Vanesha semakin panik. Tangannya yang gemetaran perlahan mengusap titik air mata di sekitar wajahnya. Lalu mencoba menunjukkan wajahnya di hadapan sosok yang malam ini akan berkencan dengannya.

Kedua mata Vanesha terbelalak lebar saat mengetahui sosok yang berdiri di hadapannya itu sungguh di luar ekspetasinya. Matanya tak mampu berkedip ketika melihat lelaki yang akan mengencaninya itu adalah sosok publik figur yang tentu tak asing di matanya.

“Va-Vander Anderson?”

Bagai mimpi yang tak pernah terpikirkan bagi Vanesha ketika melihat sosok Vander Anderson di hadapannya. Vander Anderson adalah seorang aktor senior yang terjun ke dunia hiburan sejak usia belasan tahun. Aktingnya yang sangat bagus di setiap peran membuat lelaki itu dipuja-puja banyak wanita berbagai usia. Apalagi ketampanannya yang tak termakan usia. Di usianya yang sudah 38 tahun, Vander masih nampak muda dengan gaya kekinian yang menyulap penampilannya bak laki-laki berusia 20 tahunan.

Dengan senyuman ramah Vander duduk di hadapan Vanesha. Lelaki itu menatap Vanesha dengan tatapan tajamnya setelah menciutkan senyuman manis di bibirnya.

“Maaf, karena sudah membuatmu lama menunggu.” tukas Vander kemudian. “Ada satu scene yang ternyata harus diambil hari ini secara mendadak, jadi aku tak menyangka akan datang setelat ini untuk menemuimu, Vanesha.”

Vanesha masih nampak kikuk. Bahkan senyumannya pun nampak sangat aneh. Bagaimana tidak? Berduaan dengan seorang bintang adalah hal di luar dugaannya! Kini bukan hanya tubuhnya yang gemetaran ketika Vander menatap matanya, jantungnya pun terasa mau copot dibuatnya.

“Ti-tidak apa-apa, Tu-Tuan. Lagi pula a-aku pun baru beberapa menit duduk di sini.” jelas Vanesha yang mencoba keluar dari zona paniknya.

Vander kembali tersenyum, lalu beberapa kali menganggukkan kepala. Senyuman itu tentu saja membuat Vanesha semakin gemetaran! Degupan jantung pun kian menjadi karenanya.

“Bagaimana jika kita makan dahulu sebelum membicarakan sebuah kesepakatan?” tawar Vander.

“Kesepakatan?”

Dahi Vanesha berkerut. Wanita itu dibuat keheranan dengan satu tawaran asing Vander yang tentu belum ia dengar dari Hesti.

“Ya, ada satu kesepakatan yang perlu aku tawarkan sebelum kita berkencan.” jawab Vander yang kemudian meneguk segelas air di hadapannya.

Kedua mata Vanesha terbelalak ketika Vander menyebut kata ‘kencan’ dalam dialognya. Seolah ia masih tak yakin jika super star di hadapannya itu akan berkencan dengannya.

“Jadi, Tuan Vander benar-benar akan berkencan denganku?” tanya Vanesha dengan mata berbinar.

Vander melipat kedua tangannya di depan dada. Lalu bersandar dan dalam diamnya memperhatikan penampilan Vanesha lebih rinci dari sebelumnya. Wajahnya nampak seolah sedang berpikir, seketika membuat Vanesha kembali berdebar menantikan jawabannya.

“Tentu jika kamu menyetujui kesepakatannya.” jawabnya Vander usai menilai penampilan wanita bergaya glamoure di hadapannya.

“Baiklah!”

Dengan rasa penasaran yang terus bergemuruh Vanesha mencoba menikmati makanannya. Sesekali ia melirik ke arah Vander yang menikmati hidangan di atas meja dengan gaya elegan. Seketika pemandangan sempurna itu membuat Vanesha berpikir tentang alasan Vander mengadakan acara kencan rahasia seperti ini.

Tak berapa lama keduanya selesai menyantap hidangannya. Mereka menutup acara jamuan mewah itu dengan meneguk segelas orange juice di hadapan mereka. Lalu Vanesha pun perlahan mengelap bibirnya yang basah dengan tisu dan mulai membenarkan kembali posisi duduknya agar lebih tenang. Ia sudah tak sabar mendengar kesepakatan yang akan Vander tawarkan padanya.

“Sebelum aku mengatakan kesepakatan itu, kamu harus berjanji bahwa selamanya merahasiakan pertemuan ini. Sepakat atau tidaknya nanti, aku akan tetap membayarmu langsung ke rekening yang sudah kamu daftarkan pada perantaramu sebagai sumpahmu merahasiakan pertemuan ini. Bagaimana? Apa kamu bisa melakukannya?”

Vanesha berpikir sejenak.

“Kenapa Tuan tetap membayarku jika aku tidak menyepakati kesepakatan itu? Bukankah itu akan merugikan dirimu?” tanya Vanesha.

“Tentu saja tidak.” jawab Vander cepat. “Walaupun kau tidak menyepakatinya nanti, aku tetap bisa pegang janjimu merahasiakan hal ini dengan diterimanya sebuah nominal rupiah di rekening pribadimu. Selepas itu aku bisa mencari wanita lain lagi yang tidak keberatan dengan kesepakatan itu.”

Vanesha kembali terdiam. Ia kembali berpikir sebelum akhirnya bersiap diri menghadapi sebuah tawaran yang akan Vander katakan.

“Baiklah, Tuan. Kalau begitu, aku siap mendengar kesepakatan yang akan kau tawarkan itu.”

Vander mengangguk pelan, lalu melipat kembali kedua tangannya di depan dada. Ia menatap mata Vanesha lekat-lekat dari tempatnya berada.

“Jika kau setuju, kau akan berkencan denganku selama dua minggu. Tapi kita akan mengakui bahwa hubungan ini berjalan selama satu tahun di depan media. Setelah itu kau harus menikah denganku secara kontrak selama satu tahun. Bagaimana?” ujar Vander.

“Me-menikah?” Vanesha terkejut.

“Aku akan memberimu upah sebesar seratus juta rupiah setiap bulannya selama kita menjadi suami dan istri. Jika secara kontrak itu adalah upah kerjamu sebagai seseorang yang kusewa, secara media itu adalah besar nominalku untuk mencukupi kebutuhan istriku sehari-hari. Bagaimana?”

“Se-seratus juta?”

Vanesha masih terkejut. Seratus juta adalah nominal menggiurkan bagi jiwanya yang sangat miskin!

“Tapi selama itu, kau tak boleh menyentuhku kecuali di depan publik! Bagaimana? Deal?”

Vanesha terpaku. Yah, apa yang ia dengar bukanlah hal biasa. Pernikahan kontrak?! Tentu saja itu pekerjaan teraneh baginya. Istri?! Tentu saja itu menjadi jabatan paling gila baginya. Ia menjadi bimbang dengan apa yang harus ia katakan. Banyak ketakutan yang jua menyerang di balik sikap tenangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status