Share

Choose Me!!
Choose Me!!
Author: Cherry Sakura

Pertunangan Sepihak

"Astaga. Aku jadi tokoh utama dalam cerita macam apa, sih?" gerutu Ayana kesal.

Tak ada angin, tak ada hujan dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, tiba-tiba saja ia diseret datang ke rumah seseorang yang kata bundanya adalah calon tunangan Ayana. Perut Ayana dalam sekejap terasa mulas. Ia mencengkram erat gaun putih yang melekat di tubuhnya hingga gaun itu kusut saking frustasinya. Selaku penulis novel roman, Ayana memang sering menulis cerita tentang pertunangan sepihak atau pernikahan tanpa cinta, tapi ia tidak pernah menyangka kalau ia akan menjadi tokoh utama dalam cerita yang ia tulis sendiri.

"Ternyata benar kata orang. Jangan sembarangan menulis cerita, nanti bisa kejadian." Ayana mendesis penuh penyesalan, teringat pada cerita-ceritanya yang tidak pernah happy ending dan takut itu akan terjadi di kehidupan nyatanya.

Ayana merangkak di tanah dengan sepatu hak tinggi dan membiarkan gaun mahalnya menyapu tanah. Persetan dengan gaun, yang ada dalam benak Ayana saat ini hanyalah melarikan diri dari acara yang akan mempertemukannya dengan calon tunangannya. Begitu tiba di rumah itu, Ayana langsung merasakan firasat buruk dan hati kecilnya berteriak menyuruhnya untuk segera melarikan diri.

Di tengah pelariannya, Ayana kembali mengomel. Seharusnya dari awal ia menaruh curiga kenapa dipaksa berdandan cantik yang diluar kebiasaannya. Seharusnya ia bersikeras tidak ikut dan berpura-pura sakit yang membuatnya harus bedrest di tempat tidur.

Ayana kembali berjalan dengan setengah merangkak, mengendap-endap berusaha menyembunyikan keberadaannya dari siapapun yang bisa menyeretnya masuk ke kediaman yang entah milik siapa. Mengingat tipikal keluarganya yang sangat tidak menjunjung tinggi asas demokrasi, sudah bisa dipastikan penolakan Ayana hanya akan berakhir sia-sia.

“Bagaimana kalau ternyata laki-laki itu psikopat gila? Aku nggak mau mati muda dalam keadaan terpotong-potong,” desis Ayana ketakutan.

Gadis itu bergidik ngeri dengan pikirannya sendiri. Belum apa-apa dirinya sudah overthinking duluan. Semua kemungkinan terburuk sudah berkumpul di dalam kepalanya. Dirinya bukan tokoh utama yang hidup dalam dongeng di mana segala sesuatunya bisa happy ending seperti dongeng Cinderella atau film Bollywood di mana tokoh utamanya bisa melarikan diri dari pelaminan di hari H dengan selamat. Hidupnya bukan sekedar cerita novel atau film di mana kedua tokoh utamanya sekonyong-konyong bisa saling jatuh cinta dan hidup bahagia. Lagipula berdasarkan kebanyakan novel romance yang pernah Ayana baca dan tulis, seorang pria yang ditunangkan secara paksa bisa dipastikan memiliki kekasih. Mana mungkin pria itu jomblo ngenes seperti dirinya yang setiap nembak selalu kena tolak duluan.

“Aku malas mau bersaing. Malas mau nambah-nambahin masalah. Sudahlah, lebih baik aku kabur saja." Tekad Ayana bulat. Ia lebih memilih menyerah sebelum berperang daripada harus menghabiskan waktunya baku hantam dan jambak-jambakan rambut dengan perempuan lain hanya untuk memperebutkan laki-laki. Ayana yakin, melarikan diri adalah keputusan terbaik yang bisa dirinya ambil. Ayana tidak mau merepotkan dirinya sendiri dengan menerima kebencian dari pria yang akan ditunangkan secara paksa dengannya. Menjadi tokoh yang teraniaya tidak pernah dicita-dicitakan oleh Ayana. Hidup damai adalah semboyannya. Salam hidup damai!!!

Bola mata Ayana yang berwarna coklat terang berotasi memperhatikan sekelilingnya yang sepi. Pagar pembatas yang menjulang tinggi tertangkap oleh penglihatan Ayana dan helaan nafas kasar serta merta keluar dari mulut Ayana. Ya Tuhan, haruskah dirinya memanjat pagar itu dalam keadaan dirinya memakai gaun? Belum lagi sepatu hak tinggi yang sedari tadi ingin Ayana patahkan haknya karena sudah membuatnya susah berjalan.

“Hey! Kenapa kamu terus saja marah?”

Ayana yang sedang berusaha mencari jalan keluar tersentak kaget mendengar suara bariton yang menembus masuk gendang telinganya. Suara yang entah kenapa berhasil membuat darah Ayana berdesir. Dengan cepat, Ayana memutar tubuhnya guna mengintip arah suara yang tadi mengudara dengan merdu. Dari suaranya saja, Ayana yakin kalau pemilik suara itu pastilah seseorang dengan wajah tampan rupawan nan menawan.

“Wuaaaa.” Mata Ayana membola. Mulutnya terbuka lebar. Sungguh pemandangan yang sangat tidak good looking.

"Kak Aksa,” gumam Ayana dengan penuh damba. “Kenapa Kak Aksa ada di sini? Astaga!” seru Ayana dengan suara tertahan. Ia menutup mulutnya dengan jemari tangannya.

“Jangan-jangan orang yang akan ditunangkan denganku adalah Kak Aksa,” ujar Ayana tersenyum lebar.

Rencana Ayana untuk melarikan diri dalam sekejap menguap seperti langit mendung yang tidak jadi menurunkan air hujan. Ayana bahkan tidak sabar ingin segera berlari kembali masuk ke dalam rumah dan berteriak agar pertunangannya bisa dilaksanakan dalam tempo waktu secepat-cepatnya. Kalau pria yang akan ditunangkan dengannya adalah Aksara Luth Fransakti yang pernah diincarnya, maka Ayana dengan suka rela dan hati ikhlas akan menerima perjodohan sepihak yang dilakukan orangtuanya tanpa banyak drama. Kalau perlu besok mereka langsung ke KUA.

“Kamu menyebalkan.”

“Lho?” Ayana mengerjapkan mata dan memutar kepalanya. Ia pikir akan mendengar suara lembut seorang gadis menghiba kepada Aksa disertai dengan isak tangis menyedihkan seperti yang biasanya ada di dalam film. Tapi, alih-alih mendengar suara lembut atau suara tangisan, Ayana justru mendengar suara bariton yang tidak kalah seksinya dengan suara milik Aksa.

Ayana kembali mengendap-ngendap bak seorang pencuri lalu melongokkan kepalanya dari balik pohon rambutan yang menjadi tempatnya bersembunyi. Sembari berusaha keras mengabaikan buah rambutan berwarna merah ranum yang tampak menggoda, Ayana mencoba untuk tetap fokus mencuri dengar sekaligus mencuri pandang kepada dua sosok pria yang tampaknya sedang berbicara serius. Kening Ayana berkerut begitu ia bisa menangkap penampakan wajah dari pria yang berdiri di depan Aksa. Sagara Abimanyu.

“Kenapa Saga ada di sini juga?” tanya Ayana bingung.

Dengan gerakan slow motion, Ayana berusaha menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangannya. Dirinya urung untuk kembali masuk ke dalam rumah dan menemui keluarganya. Mau ditaruh di mana mukanya kalau sampai bertatap muka langsung dengan dua orang laki-laki yang dulu pernah menolaknya mentah-mentah? Malu, oi!!! Mana dulu Ayana nembaknya tidak pakai otak, tidak pakai harga diri pula.

“Kabur, deh! Kabur!!!” racau Ayana panik sembari mengangkat tinggi gaunnya bersiap untuk mengambil langkah kaki seribu.

“Please, kamu jangan marah lagi. Mana mungkin aku suka perempuan-perempuan berisik begitu. Yang aku suka cuma kamu, Ga!" ucap Aksa lembut sembari menyentuh pipi Saga.

“Yang benar?” dengus Saga tidak percaya dengan tangan bersidekap di dada.

“Ah....”

Ayana terperangah sembari mengerjapkan matanya berkali-kali. Ayana merasa telinganya seperti mendengar suara sangkakala berbunyi. Apa kiamat memang sudah dekat? Kenapa bisa ada dua orang laki-laki bercakap dengan begitu mesranya sambil melakukan skinship? Tubuh Ayana merinding. Adegan di depan matanya terlihat lebih menyeramkan dibandingkan adegan gore di film 'Meat Grinder' yang berhasil membuat Ayana mogok makan bakso.

"Astaga. Pantas dulu aku ditolak. Ternyata mereka berdua nggak normal," ratap Ayana terkejut sekaligus juga kecewa.

“Jadi please, jangan marah lagi!” pinta Aksa lembut. Wajah tampan Aksa mulai mendekati wajah Saga.

Sebagai penonton tak diundang, Ayana merasa wajah dan lehernya mendadak kaku. Ayana ingin menyelamatkan matanya dari adegan tidak senonoh yang bisa mengotori otak polosnya, tapi demi nenek Tapasya yang tidak kunjung insyaf, Ayana seperti kehilangan kemampuan syaraf sensoriknya. Ayana terdiam kaku seperti Malin Kundang kena kutuk jadi batu.

“Eh?” Ayana yang kena mental breakdown tergeragap saat tiba-tiba penglihatannya menggelap. Bukan, penglihatannya gelap bukan karena ia yang tiba-tiba jatuh pingsan melainkan karena seseorang menutupi matanya. Seseorang yang sudah dengan baik hatinya menyelamatkan mata Ayana dari tontonan laknat bagi kaum homophobia.

“Kamu kenapa ada di sini, bocah? Kamu masih belum pantas melihat adegan semacam itu." Kala berbisik lembut tepat di telinga Ayana sembari menutup mata gadis itu dengan tangannya.

“Hiks.”

“Lho? Kenapa kamu malah nangis?” tanya Kala bingung.

“Bang?” panggil Ayana mewek sambil menarik baju orang yang sudah menyelamatkan penglihatannya.

“A... apa?”

“Abang ada kenalan ustadz yang bisa merukiyah orang yang kemasukan jin?” tanya Ayana terisak dengan hidung meler.

“Ha?”

“Mereka berdua harus dirukiyah sebelum kena azab. Huweeee.”

Tangis Ayana seketika meledak, membuyarkan suasana romantis nan absurd yang diciptakan oleh Aksa dan Saga.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Setyorini
Ayana, kenapa nasib kamu begitu banget, Ya. Aku punya bacaan baru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status