Share

Kemarahan Abbas

Author: Naily L
last update Last Updated: 2021-12-26 23:29:49

Abbas duduk di belakang kemudi, melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Sayyidah berada di sampingnya. Keduanya diam tanpa sepatah katapun.

Detik kemudian ...

"Ada yang mau kamu jelasin?" tanya Abbas memecah keheningan.

"Tidak ada," balas Sayyidah dengan malas.

"Kalau pergi kemanapun harus tau waktu, waktunya sholat harus sholat. Jangan sampe di tinggal!" pesan Abbas, kepalanya menengok kepada lawan bicaranya.

Sayyidah membuang wajahnya ke jalan, "Aku udah besar, tau mana yang benar-mana yang salah, tau depan-belakang, tau atas-bawah. Ngga usah kamu ngasih tau, aku juga sudah tau," sanggah Sayyidah dengan ketus.

"Jaga pergaulan kamu Sayyidah, jangan sampe mama sedih di alam sana dengan keadaan kamu di sini!"

"Aku tau," jawab Sayyidah dengan ekspresi kesal. 

Abbas tak lagi membalas ucapan Sayyidah. Tak ada kata maaf sama sekali dari mulutnya, setelah mengatakan Abbas sebagai sepupu di depan teman-temannya. Padahal di tempat tinggalnya, Abbas dengan bangganya mengenalkan Sayyidah sebagai seorang istri.

"Ya salaam ... sabar Abbas ini ujian," batin Abbas menghibur hatinya. Wajahnya tersenyum datar menanggapi sikap menyebalkan istrinya.

Sesampainya di rumah, Sayyidah merebahkan tubuhnya di kasur dengan posisi tengkurep.

Abbas melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang lengket.

Drrrt ... Drrrt ... Drtt ...

Tanpa membalikkan badan, tangan Sayyidah terulur menelusuri nakas. Begitu dapat, telunjuknya menekan tombol on off.

Mata sayu Sayyidah membola menatap layar, tubuhnya kini telah duduk bersandar pada headboard ranjangnya. 

Yang di tujukan pertama kali ialah gambar dirinya dengan Abbas di mall tadi, ia ingat moment saat Abbas mengajak Sayyidah untuk beranjak dan sholat terlebih dahulu. Caption di bawahnya bertuliskan 'Sayyidah yang sholehah dengan sepupu alimnya'.

Ramai di bawahnya berisi beragam komentar dari penghuni group alumni SMA Kartini, walaupun sudah lulus dan melanjutkan pendidikan masing-masing, tapi mereka masih saja aktif berkomunikasi.

Hampir semuanya memiliki moment untuk jadi bahan gosip, sepertinya giliran Sayyidah yang jadi bahan gosip mereka saat ini.

Sebuah pesan masuk atas nama Sofyan, sontak Sayyidah segera membukanya.

[Ay, lo ada di jakarta? Gue kangen (emoji love)]

"Ishh! Bukannya dia udah jadian sama Rani? Masih manggil Ay lagi. Tapi aku juga masih berharap dengannya," gumam Sayyidah.

[ Iya, gue lagi di sini.]

Send

Pintu kamar mandi terbuka menampakkan Abbas yang keluar dengan memakai kaus putih polos, dengan bawahan celana di bawah lutut. Tangannya meraih sarung dan atasan koko di gantungan baju.

Cek, Sayyidah berdecak kesal dan melempar pandangannya ke sisi lain.

"Ngga tau malu mau pakai baju di sini, padahal ada aku."

Tak lama kemudian Abbas sudah rapih dengan stelan koko putih dan sarung, di punggungnya terselampir sajadah. Bau minyak misiknya menyeruak ke hidung, wangi dan bikin nyaman.

"Say, waktu maghribnya sudah lepas tiga puluh menit. Kamu mau mandi dulu apa langsung sholat?" tanya Abbas.

"Nanti aja."

"Eiitss ... Jangan nanti! Waktu maghrib itu sebentar, keburu masuk waktu isya nanti." Menarik selimut yang di gunakan Sayyidah.

"Iih! Aku capek, libur satu kali 'kan ngga papa." Menarik kembali selimutnya.

"Sayyidah ngga boleh gitu, kamu udah janji sama almarhumah buat jadi orang yang lebih baik 'kan?"

"Stop deh! Kamu kaya anak kecil selalu pesan mamah yang jadi andalan buat ngancem aku."

Abbas menghentikan aksinya dan menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan kasar.

Sayyidah benar-benar membuat siapapun naik pitam, kecuali Abbas yang dengan sabar meladeninya, tapi tidak kali ini.

"Sayyidah Fatimah dengerin aku baik-baik, jika rumah ini dan segala isinya terbakar termasuk kamu yang ngga terselamatkan. Panasnya itu tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan panas api neraka. Satu kali saja meninggalkan sholat fardhu, itu bisa menjadikan masuk neraka. Kamu itu tanggung jawabku di dunia dan di akhirat, jika aku membiarkan kamu tidak sholat maka aku juga kena dosanya," ujar Abbas panjang lebar dengan tegas.

Sayyidah menatapnya dengan sengit.

"Kenapa? Apa kamu pikir aku tidak bisa marah? Kalau hal mengenai diriku sendiri aku bisa saja diam dan bersabar, tapi untuk urusan syariat dan akhirat aku tidak bisa sabar. Karena itu urusan keselamatan masa depan kehidupanku di akhirat," sambungnya.

Sayyidah tak membalas apapun ucapan Abbas, dia tercengang melihat ekspresi kemarahan Abbas.

"Ternyata orang seperti dia bisa marah juga," batinnya.

Belum usai dari keheranannya, ia di kejutkan dengan sikap lembut Abbas kepadanya. Abbas menarik selimutnya. 

Memegang kedua kakinya.

"Di bagian mana yang pegal? Kamu capek 'kan?" tanya Abbas dengan nada yang lembut. Kedua tangannya memijit kedua kaki Sayyidah dengan lembut. 

Sayyidah terhipnotis dengan sikap Abbas, mulutnya menganga seolah tak percaya.

"Udah ya, takut waktu maghribnya habis." Tangan Abbas meraup wajah Sayyidah yang masih melongo. Terdengar kekehan kecil di mulutnya.

Detik kemudian Sayyidah merasa dirinya melayang, Abbas telah membopongnya tanpa memberi aba-aba. 

"Barangkali kamu masih capek buat jalan, jadi aku bantuin." Lagi-lagi Sayyidah terhipnotis dengan sikapnya, kini wajah Sayyidah sangat dekat dengan wajahnya, apalagi tangan Sayyidah yang refleks melingkar di leher Abbas.

Hawa dingin menyentuh kaki Sayyidah, tak di sangka kakinya sudah menginjakkan lantai kamar mandi. 

"Ayo kamu wudhu! Aku tunggu di luar." Tangan Abbas mengacak rambut Sayyidah, menyadarkan kesadarannya. 

"Ish! Konyol banget aku ini, tubuhku berharap Abbas melakukan lebih ... seperti adegan film-film romantis: membelai, memeluk, mencium. Seorang Abbas? Ah! Ngga deh! Ngga level!" Sayyidah merutuki diri sendiri.

***

Setelah bersalaman usai sholat jama'ah, tangan Sayyidah di cekal oleh Abbas saat beranjak dari duduknya.

"Aku mau nanya," ujarnya dengan ekspresi yang tidak bisa di artikan.

"Tanya apa?" balas Sayyidah.

"Siapa itu Sofyan?" Kini ekspresi Abbas telah berubah seperti orang yang menuntut penjelasan.

"Aku juga mau nanya, kok kamu bisa nyetir mobil? Terus nyupirin aku segala," balas Sayyidah dengan balik menanyai Abbas.

"Pintar mengalihkan pembicaraan kamu, ya." Mencubit hidung Sayyidah.

"Aku itu udah lama bisa nyetir, udah punya SIM juga, sejak umi masih ada aku udah di ajarin semuanya."

"Umi kamu orang yang baik Bas, dulu mamah sering menceritakan kebaikan-kebaikan tante Sofa."

"Bukan baik lagi, beliau itu syurga untukku." Rasa penasaran Abbas sedikit menguap seiring obrolan dengan Sayyidah, walaupun hatinya terasa nyeri saat mendengar teman Sayyidah menyebut 'Sofyan cowo kesayangan Sayyidah'.

Sayyidah bernafas lega, Abbas tak berlarut dalam pertanyaannya. Jika ia terus bertanya, apa yang bisa ia jawab. Sedangkan ia tak bisa memaknai hatinya. Ia memang menyukai Sofyan, laki-laki yang keren, ganteng, tinggi, siapapun pasti jatuh hati saat pandangan pertama, tapi mendengar tingkah laku Sofyan dengan wanita lain, ia jadi sedikit kurang yakin dengan Sofyan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kahmi Tambora
asik ceritax
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Cinta Dalam Perjodohan   Extra Chapter

    Sayyidah berhias diri seraya bertaut di depan cermin, ibu hamil itu tersenyum puas melihat keberhasilannya mempercantik wajah.“MasyaAllah istri abi tambah cantik,” puji Abbas menatapnya dari pantulan cermin.“Syukron Abi.” Sayyidah mengembangkan senyumnya.“Sudah siap? Ternyata abi nunggu Umi hampir satu jam,” ungkap Abbas sembari memeriksa jam di tangannya.“Hehehe ... dandannya harus yang cantik Bi, jadinya lama deh,” sanggah Sayyidah.“Iya deh.” Abbas membalasnya singkat.Semenjak hamil istrinya itu memang lebih sering berhias dari biasanya, ia juga lebih rajin dalam mengurus dan menata rumah. Abbas semakin bangga dengan sang istri.“Ayo kita berangkat!” Sayyidah beranjak seraya memegangi perutnya yang buncit.“Eh, tunggu dulu!” cegah Abbas, membuat langkah Sayyidah terhenti dan berbalik

  • Cinta Dalam Perjodohan   Akhir Bahagia ( tamat)

    *******Suasana pagi hari di warnai rasa kekhawatiran Abbas, saat sang istri mual muntah tanpa sebab pasti.“Wuuuek!”Sayyidah yang baru saja muncul dari pintu, kembali masuk ke dalam kamar mandi.“Umi! Umi kenapa?” Abbas menggedor-gedor pintu itu dengan cemas.Ceklek!Begitu nampak tubuh sang istri, Abbas langsung menyambarnya ke dalam pelukan.“Sayang, Umi kenapa? Umi sakitkah?” ujar Abbas seraya mengusap punggung istrinya.“Hmmm ... umi nggak papa Bi,” balas Sayyidah.Sejurus kemudian Abbas menuntunnya menuju sofa di samping ranjang.“Umi istirahat aja, ya?! Ayo!” ajak Abbas yang telah bersiap membopong tubuh istrinya ke atas kasur.“Nggak usah Bi, umi baik-baik aja,” tolak Sayyidah.“Umi kenapa sih? Apa yang di rasa? Umi habis makan apa? Semalem Umi minum j

  • Cinta Dalam Perjodohan   Membujuk

    Abbas memindai pandangannya kepada Sayyidah dan Kirani bergantian dengan ekspresi menuntut penjelesan. Sayyidah menghela nafas panjangnya, spontan ia menghamipiri sang suami dan meminta Ibrahim dari gendongannya. “Ibrahim akan punya Abi lagi, nanti main mobilnya juga nggak sendiri, ya?!” tutur Sayyidah mengajak Ibrahim bercengkrama. “Maksud Umi?!” Abbas semakin tak mengerti. Sayyidah bergeming, ia menatap wajah suaminya lekat. Namun, tak ada satupun kata yang bisa ia ucap. Sejurus kemudian ia mengibaskan pandangannya dari wajah sang suami. “Bi, jadilah abi baru untuk Ibrahim! Umi akan rela di madu dengan Kirani!” ungkap Sayyidah lantang, akan tetapi setelahnya ia harus menarik nafas panjang guna mengatur pola pernafasannya yang tidak beraturan. “Ada apa ini Sayang? Kenapa Umi berkata seperti ini?” tanya Abbas terlontar. Sayyidah menelan ludah sebelum ia membuka mulutnya untuk menyahuti pe

  • Cinta Dalam Perjodohan   Calon Abi Baru

    Sayyidah bergeming beberapa saat, akan tetapi bulir bening tak kunjung berhenti mengalir dari sudut matanya. Ia berjalan perlahan dengan langkah limbung, sesampainya di kursi tubuh Sayyidah runtuh di atasnya. “Wanita yang tak sempurna, aku wanita mandul yang nggak bisa punya anak, hiks ... hiks ... hiks ....” Sayyidah tergugu. “Memang lebih pantas kalau suamiku menikah lagi dengan wanita lain yang sempurna, tapi ... aku nggak rela!” Sayyidah meremas kepalanya yang mendongak seraya menyenderkan bahunya di sofa. “Apa aku begitu egois, ya, Allah?” gumam Sayyidah dengan menghiba. Sesaat kemudian ia mengatur pola nafas dengan menghela nafas panjangnya lalu menghembuskannya perlahan. ***** Beberapa waktu telah berlalu ... Sayyidah berhasil meredam gejolak emosinya, akan tetapi belenggu kecemasan masih melekat di hatinya. Di atas meja makan malam Abbas merasa terheran, biasanya walau

  • Cinta Dalam Perjodohan   Hadirnya Kirani Kembali

    Usai menemani acara majelis rutinan di sebuah masjid, Abbas mendampingi perjalanan gurunya menuju tempat pondok.Abuya duduk di samping kemudi, sedangkan Abbas bertugas mengendarai laju mobil yang ia tumpangi.Beberapa santri lain mengawal Abuya dengan kendaraan yang berbeda, sehingga di dalam mobil itu hanya Abuya dan Abbas saja.“Belum ada pejuang yang bisa Abuya kirim ke Batam, Bas,” tutur Abuya memulai percakapan.“Kenapa Abuya?” respon Abbas seraya menengok ke arah sang guru di sampingnya.“Mereka masih memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing di sini,” tandas Abuya.Abbas menganggukkan kepalanya pelan.“Mau pilih ente, tapi ente lagi lanjut kuliah, ya, Bas?!” sambung Abuya.“Na’am Abuya.”“Santri yang Abuya tawarin buat menikahi Kirani belum pada mau Bas, makanya Abuya belum punya kep

  • Cinta Dalam Perjodohan   Pengobatan

    Satu minggu telah berlalu ...Sayyidah tengah menjalani pengobatan herbal seperti yang ia dan suaminya rencanakan.Baginya yang terpenting adalah do’a dan berusaha, tidak ada lagi kalimat putus asa yang menghantuinya.Itu semua karena sugesti dari sang suami untuk terus yakin dengan kekuasaan Allah ta’ala.Sayyidah memandangi gelas berisi ramuan jamu yang terisi penuh, setiap hari kerongkongannya akan terus di lewati rasa pahit yang sangat sebanyak tiga kali.Sayyidah memasang wajah murung seraya menyangga dagunya dengan kedua tangan di atas meja.“Ayo Sayang di minum! Ini buat penawar rasa pahitnya.” Abbas menyodorkan beberapa butir kurma di atas piring kecil di hadapannya.“Sehat-sehat, ya?!” sambungnya, Abbas mengusap kepala Sayyidah dengan lembut.“Hari ini libur dulu dong Bi?!” keluh Sayyidah dengan wajah lesu.“Eh!

  • Cinta Dalam Perjodohan   Bayi Tabung

    Setelah menjalani beberapa rangkaian pemeriksaan, Abbas kembali mengajak Sayyidah berkonsultasi kepada dokter di rumah sakit seraya membawa hasil pemeriksaan.Dokter berhijab itu menghembuskan nafasnya kasar sembari memperhatikan hasil laboratorium atas nama Sayyidah Fatimah Zahra tersebut.“Selain kista sepertinya ada masalah lain di kandungan Ibu,” kata yang terucap dari mulutnya.“Ada apa Dok?” sergah Sayyidah segera.Laki-laki yang duduk di sampingnya meraih tangannya, lalu menggenggam erat ... membuat rasa takut serta kekhawatiran Sayyidah kembali mundur.“Saluran tuba falopi rahim Ibu Sayyidah mengalami penyumbatan, sehingga menyebabkan sperma Pak Abbas tidak bisa membuahi sel telur Ibu. Mohon maaf sekali ....” Dokter wanita itu menjeda ucapan, terdengar helaan nafas dari mulutnya.“Dalam penilaian medis Ibu Sayyidah tidak bisa hamil, adapun jika ingin menjalani pr

  • Cinta Dalam Perjodohan   Apa Kita Bisa Punya Anak?

    Sayyidah berjalan mendekati sang suami yang telah berdiri menyambutnya. Abbas menuntun langkah kakinya untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter. “Kistanya berukuran 6,7 senti. Maaf sudah berapa lama Bapak dan Ibu menikah?” tanyanya. “Hampir tiga tahun, Dok,” jawab Abbas. “Kista tersebut bisa saja menjadi penyebab Ibu sulit hamil, akan tetapi masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi penyebabnya.” “Maka dari itu saya akan memberikan surat rujukan agar Ibu Sayyidah menjalani HSG, yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi rahim dan saluran indung telur.” Ia menggoreskan tinta di atas lembaran kertas, lalu menyodorkannya kepada Abbas dan Sayyidah. ***** Suasana hening di dalam mobil, Abbas menatap lurus ke jalan tanpa sepatah katapun ucapan yang ia lontarkan sejak berada di rumah sakit, hingga sekarang. Sayyidah terus menatap wajah suaminya d

  • Cinta Dalam Perjodohan   Penyakit Sayyidah

    Menyadari sesuatu yang mungkin terjadi pada suaminya, Sayyidah beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa segelas air putih.“Minum dulu Abi!” titah Sayyidah menyodorkan gelas sembari duduk di samping sang suami.Abbas meneguk air yang di berinya hingga tandas, lalu terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mulutnya."Alhamdulillah," ucap pelan Abbas seraya meletakkan gelas di atas meja.“Ada apa? Abi dari mana?” tanya Sayyidah seraya meraih kedua tangan sang suami dan menggenggamnya.Laki-laki yang ia tatap menghempaskan nafasnya kasar.“Karim sudah tiada, tadi abi menanti kedatangannya di pondok,” ucap Abbas pelan.“Innalillahi wa Inna ilaihi roji’un ... sejak kapan Bi? Berarti jenazahnya di bawa pulang dari Batam?” Sayyidah terbelakak.“Semalem salah satu pengurus mengabari abi. Iya, atas permintaan dari keluarga unt

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status