Share

Di anggap sepupu

Author: Naily L
last update Last Updated: 2021-12-26 22:55:50

Abbas berjalan mengiringi langkah Sayyidah memasuki sebuah mall.

"Bas, kamu nunggu aja, ya!" Sayyidah menghentikan langkahnya.

"Ngga Sayyidah, aku mau menemanimu,” pinta Abbas.

"Tapi Bas, pakaianmu ... udah ku suruh pakai celana aja, kenapa sih ngga mau?" 

"Ngga papa Say, aku sudah terbiasa pakai sarung, ngga biasa pakai jeans seperti yang kamu suruh. Biarin orang mau nilai aku apa, yang penting aku jadi diri sendiri."

"Ish! Keras kepala amat." gerutu Sayyidah. 

"Dimana tempat teman kamu yang bernama Zahra?" Mengedarkan pandangannya. Merasa dirinya asing di tempat seperti ini, walaupun bukan pertama kalinya ia berkunjung ke mall.

Bahkan dulu ketika libur dari pondok, uminya sering mengajaknya ke mall untuk berbelanja atau mencari kebutuhan saat persiapan berangkat ke pesantren. 

Sangat jarang, alasannya tentu menghindari pemandangan aurot dari wanita yang memakai pakaian kurang bahan, menurutnya.

"Ada ditempat resto, kamu ngikut aja di belakang!" ujar Sayyidah dengan nada kesal.

Setelah berjalan menelusuri resto, terlihat seorang wanita berdiri dengan melambaikan tangan. Celana cream kulot dengan kemeja putih yang di masukan, kepalanya berbalut hijab dengan style yang santai.

"Sayyidah!" panggil wanita itu.

"Zahra!" Sayyidah mendekat dan langsung memeluknya.

Setelah menyadari kehadiran seseorang di belakang Sayyidah, Zahra melepaskan pelukannya dan membisikan pelan ketelinga Sayyidah, "Ini suami lo?" 

"Ummm ... Zahra kenalin ini Abbas suami gue." Sayyidah memperkenalkan Abbas kepada Zahra. 

"Abbas." Menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan tersenyum sopan.

"Zahra," balas Zahra dengan menganggukan kepala.

"Lo udah tau Abbas, ‘kan?" sambung Sayyidah lagi. 

"Baru liat foto pengantin kalian aja dari tante Marwah." Mendengar jawaban dari Zahra, tangis Sayyidah pecah.

"Loh Say, lo kenapa? Sini duduk dulu." Merangkul Sayyidah dan menatap wajahnya dengan kekhawatiran.

"Silahkan duduk juga." ujar Zahra kepada Abbas yang memilih duduk berseberangan dengan Sayyidah dan Zahra, hanya terhalang oleh meja.

"Hiks ... Hiks ... Hiks ... Mamah udah ngga ada Za, udah satu minggu ini. Makanya gue pengen nemuin elo, maaf ngga ngasih tau dari awal." 

"Innalillahi w*'innalillahi rojiun ... Ya Allah, yang sabar Say. Tante Marw*h orang baik, pasti mendapatkan tempat terbaik juga di syurga," ucap Zahra langsung membaw* Sayyidah dalam pelukannya.

"Jujur gue kaget dan ngga nyangka, tapi gue tau lo pasti berat banget ngejalanin ini semua. Lo harus tabah, ya, Say!" ucap Zahra di belakang punggung Sayyidah dan menepuk bahunya untuk menguatkan.

"Apalagi lo ngga sendiri, ada gue, ada suami lo juga," sambung Zahra.

Abbas memandangi keduanya dan menyadari bahwa Sayyidah tidak hanya butuh nasehat atau kata-kata penguat.

Dia juga butuh seseorang untuk menumpahkan tangisnya dan sayangnya itu bukan Abbas sendiri sebagai suami.

Apa boleh buat, Abbas pun masih ciut nyali selama Sayyidah belum berubah dari sikap dingin dan acuhnya.

"Terima kasih banyak Za, lo emang sahabat gue yang paling bisa ngertiin gue." Sayyidah melepaskan pelukannya dan menyeka air matanya.

"Sama-sama Say, gue yakin lo pasti bisa laluin ini semuanya, oke!" Ibu jari dan jari telunjuknya di tautkan membentuk huruf 'O'.

"Hehehe iya, gue ‘kan kuat Za," balas Sayyidah dengan mengepalkan tangannya.

"Nah gitu dong!" 

Abbas tersenyum melihat aksi keduanya. Ia merasa senang melihat senyum kembali mengembang di bibir istrinya.

"Zahra! Sayyidah! Kalian ada disini?" pekik tiga wanita kepada mereka.

"Tasya! Nathalie! Celine!" ucap Sayyidah dan Zahra berbarengan.

"Sayyidah gimana kabar lo? Katanya sekarang ikut saudara lo kan? Di mana Cel?" ujar Nathalie, tangannya menunjuk kepada Celine.

"Di Jawa Timur," jawab Celine. 

"Eeh kita bertiga boleh duduk bareng kalian ‘kan? Sekalian temu kangen gitu." Tasya menimpali.

Abbas bangkit dari tempat duduknya, dan berpindah ke meja sebelah.

Rok di atas lutut, baju berkerah V. Bahkan salah satunya memakai dress di atas lutut tanpa lengan. Paha putih mulus mereka menantang untuk di lihat, tapi tidak demikian dengan Abbas yang membuang pandangannya asal, guna menghindari penampilan seksi dari ke tiga wanita 

tersebut. 

Mereka duduk dikursi kosong, lalu menatap Abbas tengan tatapan bingung. 

"Ini siapa Say, Za?" celetuk Nathalie, manik matanya menatap Abbas yang sedari tadi diam tak berbahasa dan tak menatap mereka sama sekali.

"Ummm ... ini sepupu gue, Abbas namanya. Iya ‘kan Za?" Mengedipkan sebelah matanya.

"Oh! Iiiiiya betul, ini sepupu Sayyidah dari Jawa Timur," ucap Zahra dengan sedikit terbata.

"Dia kayanya ngga suka cewe seksi kaya kita, liat aja matanya ngga ngelirik kita sama sekali," sindir Tasya dengan nada yang di tinggikan. Abbas tetap diam tak bergeming.

"Ohya maaf dia tuh pemalu banget, jadi kaya gitulah seperti yang kalian lihat," jelas Sayyidah.

"Ngga kok, nyantai aja. Jadi lo selama ini kuliah disana?" tanya Celine kepada Sayyidah.

"Iya." 

"Lo ngga tau sih, selama lo ngga ada Sofyan di sikat tuh sama Rani," ungkap Nathalie.

"Iya, ngga sayang apa cowo kesayangan lo di rebut sama cewe lain," timpal Tasya.

Sayyidah menatap manik Zahra dengan ekspresi mengatakan 'gimana ini?'. Sesekali netra Sayyidah melihat Abbas yang tetap diam, ia takut Abbas akan mendengar pembicaraan mereka tadi.

"Eh kalian! Kalau ngomong tuh jangan keras-keras kali, ganggu pengunjung lain. Malu loh jadi perhatian orang lain." potong Zahra, mencoba menghentikan obrolan Tasya, Nathalie dan Celine tadi.

"Ah masa sih?" ujar Celine tak percaya, netranya menatap sekeliling tanpa ada pengunjung lain yang menatap mereka.

"Kita mah udah biasa kali rame begini, hahaha!" sambung Tasya dan Nathalie diiringi oleh tawa. 

Sayyidah dan Zahra pun ikut tertawa.  Namun, terkesan garing dan di buat-buat.

"Kalian kenapa sih? Aneh gitu," ucap Nathalie.

"Ngga kali, kita mah biasa aja. Iya 'kan Say? Mungkin baru ketemu lagi, jadi kita masih kaku ngga nyablak kaya dulu, hahaha." sangkal Zahra dengan tawa yang di buat-buat.

Abbas bangkit dari duduknya dan menatap Sayyidah lekat, "Say, udah waktunya sholat dhuhur. Ayo kita cari mushola dulu!" ajak Abbas.

Semua teman-teman Sayyidah menatapnya dengan melongo dan bingung.

"Ehem kayanya banyak yang berubah dari lo ya, Say. Selain penampilan lo, kebiasaan lo jadi lebih baik," tukas Celine dengan menatap Sayyidah dari ujung kepala sampai ujung kaki, pakaiannya lebih sopan dengan dress panjang, tidak seperti sebelumnya yang memakai celana, walaupun tetap memakai kerudung.

"Hehehe bagus deh kalau gitu, kemajuan dari Sayyidah nih temen-teman," celetuk Nathalie.

"Nah ya, dulu setiap hang out pagi sampe sore ngga pernah tuh Sayyidah izin buat sholat," ucap Tasya.

"Masa iya Sayyidah bakal sholat di depan kalian, yang notabenya non muslim. Sayyidah tuh berusaha menghormati kalian tau," bela Zahra mencoba menutupi aib sahabatnya di depan suaminya.

Sayyidah mematung, pikirannya kacau. Bisa banget dalam satu kesempatan aib-aibnya terbuka di depan suaminya. Sungguh keberuntungan tidak berpihak kepada Sayyidah saat ini. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Dalam Perjodohan   Extra Chapter

    Sayyidah berhias diri seraya bertaut di depan cermin, ibu hamil itu tersenyum puas melihat keberhasilannya mempercantik wajah.“MasyaAllah istri abi tambah cantik,” puji Abbas menatapnya dari pantulan cermin.“Syukron Abi.” Sayyidah mengembangkan senyumnya.“Sudah siap? Ternyata abi nunggu Umi hampir satu jam,” ungkap Abbas sembari memeriksa jam di tangannya.“Hehehe ... dandannya harus yang cantik Bi, jadinya lama deh,” sanggah Sayyidah.“Iya deh.” Abbas membalasnya singkat.Semenjak hamil istrinya itu memang lebih sering berhias dari biasanya, ia juga lebih rajin dalam mengurus dan menata rumah. Abbas semakin bangga dengan sang istri.“Ayo kita berangkat!” Sayyidah beranjak seraya memegangi perutnya yang buncit.“Eh, tunggu dulu!” cegah Abbas, membuat langkah Sayyidah terhenti dan berbalik

  • Cinta Dalam Perjodohan   Akhir Bahagia ( tamat)

    *******Suasana pagi hari di warnai rasa kekhawatiran Abbas, saat sang istri mual muntah tanpa sebab pasti.“Wuuuek!”Sayyidah yang baru saja muncul dari pintu, kembali masuk ke dalam kamar mandi.“Umi! Umi kenapa?” Abbas menggedor-gedor pintu itu dengan cemas.Ceklek!Begitu nampak tubuh sang istri, Abbas langsung menyambarnya ke dalam pelukan.“Sayang, Umi kenapa? Umi sakitkah?” ujar Abbas seraya mengusap punggung istrinya.“Hmmm ... umi nggak papa Bi,” balas Sayyidah.Sejurus kemudian Abbas menuntunnya menuju sofa di samping ranjang.“Umi istirahat aja, ya?! Ayo!” ajak Abbas yang telah bersiap membopong tubuh istrinya ke atas kasur.“Nggak usah Bi, umi baik-baik aja,” tolak Sayyidah.“Umi kenapa sih? Apa yang di rasa? Umi habis makan apa? Semalem Umi minum j

  • Cinta Dalam Perjodohan   Membujuk

    Abbas memindai pandangannya kepada Sayyidah dan Kirani bergantian dengan ekspresi menuntut penjelesan. Sayyidah menghela nafas panjangnya, spontan ia menghamipiri sang suami dan meminta Ibrahim dari gendongannya. “Ibrahim akan punya Abi lagi, nanti main mobilnya juga nggak sendiri, ya?!” tutur Sayyidah mengajak Ibrahim bercengkrama. “Maksud Umi?!” Abbas semakin tak mengerti. Sayyidah bergeming, ia menatap wajah suaminya lekat. Namun, tak ada satupun kata yang bisa ia ucap. Sejurus kemudian ia mengibaskan pandangannya dari wajah sang suami. “Bi, jadilah abi baru untuk Ibrahim! Umi akan rela di madu dengan Kirani!” ungkap Sayyidah lantang, akan tetapi setelahnya ia harus menarik nafas panjang guna mengatur pola pernafasannya yang tidak beraturan. “Ada apa ini Sayang? Kenapa Umi berkata seperti ini?” tanya Abbas terlontar. Sayyidah menelan ludah sebelum ia membuka mulutnya untuk menyahuti pe

  • Cinta Dalam Perjodohan   Calon Abi Baru

    Sayyidah bergeming beberapa saat, akan tetapi bulir bening tak kunjung berhenti mengalir dari sudut matanya. Ia berjalan perlahan dengan langkah limbung, sesampainya di kursi tubuh Sayyidah runtuh di atasnya. “Wanita yang tak sempurna, aku wanita mandul yang nggak bisa punya anak, hiks ... hiks ... hiks ....” Sayyidah tergugu. “Memang lebih pantas kalau suamiku menikah lagi dengan wanita lain yang sempurna, tapi ... aku nggak rela!” Sayyidah meremas kepalanya yang mendongak seraya menyenderkan bahunya di sofa. “Apa aku begitu egois, ya, Allah?” gumam Sayyidah dengan menghiba. Sesaat kemudian ia mengatur pola nafas dengan menghela nafas panjangnya lalu menghembuskannya perlahan. ***** Beberapa waktu telah berlalu ... Sayyidah berhasil meredam gejolak emosinya, akan tetapi belenggu kecemasan masih melekat di hatinya. Di atas meja makan malam Abbas merasa terheran, biasanya walau

  • Cinta Dalam Perjodohan   Hadirnya Kirani Kembali

    Usai menemani acara majelis rutinan di sebuah masjid, Abbas mendampingi perjalanan gurunya menuju tempat pondok.Abuya duduk di samping kemudi, sedangkan Abbas bertugas mengendarai laju mobil yang ia tumpangi.Beberapa santri lain mengawal Abuya dengan kendaraan yang berbeda, sehingga di dalam mobil itu hanya Abuya dan Abbas saja.“Belum ada pejuang yang bisa Abuya kirim ke Batam, Bas,” tutur Abuya memulai percakapan.“Kenapa Abuya?” respon Abbas seraya menengok ke arah sang guru di sampingnya.“Mereka masih memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing di sini,” tandas Abuya.Abbas menganggukkan kepalanya pelan.“Mau pilih ente, tapi ente lagi lanjut kuliah, ya, Bas?!” sambung Abuya.“Na’am Abuya.”“Santri yang Abuya tawarin buat menikahi Kirani belum pada mau Bas, makanya Abuya belum punya kep

  • Cinta Dalam Perjodohan   Pengobatan

    Satu minggu telah berlalu ...Sayyidah tengah menjalani pengobatan herbal seperti yang ia dan suaminya rencanakan.Baginya yang terpenting adalah do’a dan berusaha, tidak ada lagi kalimat putus asa yang menghantuinya.Itu semua karena sugesti dari sang suami untuk terus yakin dengan kekuasaan Allah ta’ala.Sayyidah memandangi gelas berisi ramuan jamu yang terisi penuh, setiap hari kerongkongannya akan terus di lewati rasa pahit yang sangat sebanyak tiga kali.Sayyidah memasang wajah murung seraya menyangga dagunya dengan kedua tangan di atas meja.“Ayo Sayang di minum! Ini buat penawar rasa pahitnya.” Abbas menyodorkan beberapa butir kurma di atas piring kecil di hadapannya.“Sehat-sehat, ya?!” sambungnya, Abbas mengusap kepala Sayyidah dengan lembut.“Hari ini libur dulu dong Bi?!” keluh Sayyidah dengan wajah lesu.“Eh!

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status