공유

BAB 7

작가: Amanda13
last update 최신 업데이트: 2024-12-03 08:02:05

Pagi itu, suasana kantor NextWave tidak seperti biasanya. Ada ketegangan yang tidak terlihat namun terasa di udara. Kirana merasakan ada sesuatu yang salah begitu ia masuk ke ruang kerja timnya.

Amara dan Johan, yang biasanya terlihat akrab, kali ini saling diam di meja masing-masing. Rendy tampak sibuk dengan laptopnya, tetapi dari raut wajahnya, Kirana tahu pikirannya tidak sepenuhnya di sana.

Kirana meletakkan tasnya, lalu berjalan mendekati meja Amara. “Pagi, Amara. Kamu kelihatan murung. Ada masalah?”

Amara hanya menggeleng tanpa menoleh. “Tidak apa-apa, Mbak.”

Kirana mengerutkan dahi. Ia tahu Amara tidak biasa bersikap seperti ini. Ia kemudian mendekati Johan.

“Johan, ada yang terjadi?” tanyanya dengan nada lembut.

Johan mendesah pelan. “Nggak tahu, Mbak. Tadi pagi Amara tiba-tiba jadi dingin sama saya. Saya rasa ini ada hubungannya dengan hasil revisi desain yang saya minta minggu lalu.”

Kirana mulai memahami sumber masalahnya. Sebagai pemimpin tim, ia tahu konflik kecil seperti ini bisa membesar jika tidak segera diselesaikan.

Konfrontasi Tak Terduga

Kirana memutuskan untuk memanggil Amara ke ruangannya.

“Amara, saya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” kata Kirana dengan tegas.

Amara terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata, “Johan terlalu banyak menuntut, Mbak. Saya sudah lembur untuk menyelesaikan desain itu, tetapi dia bilang hasilnya belum sesuai harapan. Saya merasa semua kerja keras saya tidak dihargai.”

Kirana mengangguk, mencoba memahami perasaan Amara. “Saya mengerti kamu merasa kecewa. Tapi ingat, kritik dari Johan bukan untuk menjatuhkanmu. Dia hanya ingin memastikan hasil pekerjaan kita sempurna.”

“Tapi caranya, Mbak…” Amara menunduk, suaranya melemah. “Saya merasa seperti tidak pernah cukup baik.”

“Amara, kamu adalah salah satu desainer terbaik di tim ini. Jika Johan mengkritik, itu bukan berarti dia meragukan kemampuanmu. Itu karena dia percaya kamu bisa memberikan yang terbaik,” kata Kirana lembut namun tegas.

Amara menghela napas panjang. “Saya akan coba bicara dengan Johan lagi.”

Pertemuan dengan Rendy

Setelah menyelesaikan masalah dengan Amara, Kirana memperhatikan Rendy yang masih tampak gelisah di mejanya.

“Rendy, ayo kita bicara sebentar di balkon,” ajak Kirana.

Di balkon kantor yang sepi, Rendy akhirnya angkat bicara.

“Mbak, saya tahu kita harus bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini, tapi saya merasa tekanan ini sudah di luar batas. Semua orang terlihat tegang, dan saya khawatir suasana ini akan memengaruhi hasil kerja kita,” kata Rendy sambil menatap ke kejauhan.

“Rendy, saya tahu ini berat,” balas Kirana dengan nada serius. “Tapi kamu harus percaya, ini semua akan terbayar ketika kita berhasil menyelesaikan proyek ini. Saya akan mencoba membuat suasana lebih baik di tim. Tapi untuk sekarang, saya butuh kamu tetap fokus dan kuat.”

Rendy mengangguk pelan. “Baik, Mbak. Saya akan coba.”

Ledakan di Rapat Tim

Siang itu, Kirana memanggil seluruh tim untuk rapat. Ia ingin membahas perkembangan proyek, tetapi rapat itu berubah menjadi arena konfrontasi.

“Saya sudah selesai dengan bagian saya. Tapi kalau revisi terus-menerus begini, kapan kita akan maju?” suara Johan terdengar tajam, menyasar Amara.

“Revisi itu karena kamu nggak pernah puas, Johan!” Amara membalas, nadanya penuh emosi.

“Sudah, cukup!” suara Kirana memotong pertengkaran mereka. Semua mata tertuju padanya.

“Amara, Johan, saya tidak akan membiarkan konflik ini menghambat kerja kita. Kita semua berada di bawah tekanan yang sama. Jika kalian terus saling menyalahkan, proyek ini tidak akan selesai.”

Hening sejenak sebelum Kirana melanjutkan. “Saya minta kalian berdua bicara setelah ini. Selesaikan masalah kalian. Jika tidak, saya akan melaporkan ini langsung ke Pak Adrian.”

Pernyataan itu membuat suasana ruangan mencekam. Semua orang tahu betapa seriusnya Kirana saat menyebut nama Adrian.

Pertemuan Tak Terduga dengan Adrian

Malam itu, Kirana masih bekerja ketika Adrian tiba-tiba muncul di ruangannya.

“Semua baik-baik saja, Kirana?” tanya Adrian sambil melipat tangan di dada.

“Tidak sepenuhnya, Pak,” jawab Kirana jujur. “Ada ketegangan di tim, dan saya mencoba menyelesaikannya. Tapi saya khawatir suasana ini akan memengaruhi hasil kerja.”

Adrian menatapnya dengan mata tajam. “Kirana, seorang pemimpin harus bisa menjaga keseimbangan antara tekanan dan motivasi. Jika tim Anda mulai retak, itu berarti ada sesuatu yang perlu Anda perbaiki.”

“Saya mengerti, Pak. Saya sedang berusaha,” jawab Kirana sambil menunduk.

Adrian mengangguk kecil. “Saya percaya pada kemampuan Anda. Tapi ingat, Anda juga harus tegas. Jika ada yang menghambat, jangan ragu untuk mengambil tindakan drastis.”

Ucapan Adrian itu terus terngiang di kepala Kirana sepanjang malam. Ia tahu, sebagai pemimpin, ia tidak hanya bertanggung jawab pada hasil, tetapi juga pada orang-orang yang ada di bawahnya.

Malam Penuh Renungan

Ketika Kirana akhirnya sampai di apartemennya, ia merasa lelah, bukan hanya secara fisik tetapi juga emosional. Ia membuka jendela dan membiarkan angin malam masuk, berharap bisa meredakan kegelisahannya.

Ia memikirkan timnya, konflik yang terjadi, dan tantangan besar yang masih harus mereka hadapi. Namun, di tengah semua itu, ia juga merasa ada pelajaran yang bisa ia ambil.

Sebagai pemimpin, ia harus belajar lebih banyak mendengarkan, memahami, dan mengambil keputusan yang tidak selalu mudah.

Dengan segelas teh hangat di tangan, ia menatap ke luar jendela dan berbisik pada dirinya sendiri, “Aku tidak akan menyerah. Kita akan melewati ini bersama.”

Malam semakin larut, dan Kirana masih terjaga di apartemennya. Pikirannya terus berputar, mencoba merangkai solusi terbaik untuk menyelamatkan dinamika timnya yang mulai retak. Ia tahu bahwa sekadar memberi perintah tidak cukup untuk meredakan ketegangan. Ada pendekatan manusiawi yang harus ia lakukan—sebuah langkah yang akan menunjukkan bahwa ia benar-benar peduli, bukan hanya sebagai pemimpin tetapi juga sebagai rekan.

Kirana menghela napas panjang, menyesap teh hangat di tangannya. Di layar laptopnya, laporan proyek yang harus segera ia revisi masih menunggu. Namun kali ini, ia memutuskan untuk menutup laptopnya.

“Besok aku harus menghadapi mereka dengan pendekatan yang berbeda,” gumamnya pelan.

Konfrontasi di Balkoni

Keesokan paginya, Kirana memutuskan untuk mengadakan pertemuan singkat di luar ruangan, di balkoni kantor yang biasa digunakan untuk merokok atau sekadar mengambil udara segar. Ia meminta seluruh timnya hadir.

“Ada apa, Mbak? Kok tumben kita rapat di sini?” tanya Rendy penasaran.

“Saya ingin kita semua bisa berbicara lebih bebas. Kadang suasana ruangan rapat terlalu kaku,” jawab Kirana dengan senyum tipis.

Semua anggota tim hadir—Amara, Johan, Rendy, dan Tina. Namun, suasana tegang dari kemarin masih terasa. Amara dan Johan saling menghindari pandang, sedangkan Rendy terlihat gugup.

“Baiklah,” Kirana memulai, suaranya terdengar lembut tetapi tegas. “Saya tahu belakangan ini banyak tekanan yang kita alami. Tapi saya juga tahu bahwa kita semua sudah bekerja keras untuk proyek ini.”

Semua orang diam, menunggu kelanjutan ucapannya.

“Kita bukan hanya tim yang bekerja sama. Kita adalah keluarga kecil yang harus saling mendukung. Johan, Amara, saya minta kalian bicara dari hati ke hati sekarang. Apa yang sebenarnya terjadi?”

Johan menghela napas panjang sebelum angkat bicara. “Saya hanya ingin memastikan desain Amara sempurna karena itu akan menentukan hasil akhir proyek kita. Tapi mungkin saya terlalu keras menyampaikan kritik saya.”

Amara menatap Johan, lalu berkata, “Saya paham niat kamu, Johan. Tapi cara kamu menyampaikan kritik membuat saya merasa tidak dihargai. Saya sudah mencoba memberikan yang terbaik.”

Suasana hening sejenak. Kirana memandang mereka berdua dengan penuh harap.

“Maafkan saya, Amara,” kata Johan akhirnya. “Saya akan belajar untuk lebih menghargai usahamu.”

Amara mengangguk, senyumnya mulai muncul kembali. “Saya juga minta maaf kalau saya terlalu emosional.”

Kirana tersenyum lega. “Inilah yang saya harapkan dari kalian. Kita mungkin berbeda pendapat, tapi tujuan kita tetap sama—menyelesaikan proyek ini dengan hasil terbaik.”

Kejutan dari Adrian

Saat semua orang kembali ke meja masing-masing, Kirana merasakan sedikit beban yang terangkat dari pundaknya. Namun, ia tidak menyangka bahwa Adrian akan datang ke ruangannya di tengah hari.

“Kirana,” panggil Adrian sambil meletakkan sebuah amplop cokelat di mejanya.

“Ini laporan evaluasi dari klien kita,” katanya. “Tapi saya ingin Anda membaca bagian terakhir dengan saksama.”

Kirana membuka amplop itu dan mulai membaca. Di bagian terakhir laporan, ia menemukan catatan evaluasi yang terasa seperti kritik tajam terhadap hasil kerja timnya.

“Kami menghargai usaha tim NextWave, tetapi kami merasa beberapa elemen dalam proyek ini masih kurang inovatif dan tidak memenuhi ekspektasi awal kami,” tulis klien.

Kirana mendongak, ekspresinya serius. “Pak Adrian, ini berarti kita harus melakukan revisi besar-besaran, bukan?”

Adrian mengangguk. “Benar. Dan itu harus selesai dalam waktu dua minggu. Saya tahu ini tidak mudah, tapi saya percaya Anda bisa memimpin tim Anda untuk menyelesaikannya.”

“Dua minggu?” Kirana terkejut. Tenggat waktu itu terasa mustahil mengingat besarnya revisi yang harus dilakukan.

“Saya tahu ini berat,” lanjut Adrian. “Tapi ini adalah kesempatan Anda untuk membuktikan diri sebagai pemimpin. Saya akan memberikan dukungan penuh, tapi keputusan ada di tangan Anda.”

Tekanan yang Semakin Besar

Kirana mengumpulkan timnya sore itu untuk memberitahu tentang evaluasi klien dan tenggat waktu baru.

“Dua minggu? Itu gila!” seru Johan, suaranya penuh ketidakpercayaan.

“Kita sudah bekerja keras, dan sekarang mereka minta kita mengubah hampir semuanya?” tambah Amara dengan nada frustrasi.

Rendy tampak pucat, sementara Tina hanya bisa diam.

Kirana mengambil napas dalam sebelum berbicara. “Saya tahu ini tidak adil. Tapi ini adalah kenyataan yang harus kita hadapi. Kita tidak bisa menyerah sekarang.”

“Tapi Mbak,” Rendy akhirnya bersuara. “Kalau kita terus dipaksa seperti ini, kapan kita punya waktu untuk diri sendiri? Semua orang sudah hampir kelelahan.”

Kirana merasakan kekhawatiran mereka, tetapi ia tahu tidak ada pilihan lain.

“Rendy, saya paham perasaan kalian. Tapi saya janji, saya akan melakukan apa pun untuk membuat proses ini lebih mudah bagi kita semua. Kita akan melewati ini bersama.”

Perlahan, suasana mulai mencair. Tim Kirana mulai menerima kenyataan, meskipun tekanan tetap terasa berat.

Malam yang Sunyi

Malam itu, Kirana kembali ke apartemennya dengan pikiran yang berat. Ia menatap laptopnya, mencoba menyusun strategi untuk menyelesaikan revisi besar-besaran ini.

Namun, di tengah keheningan, sebuah pesan masuk di ponselnya.

Adrian: Kirana, jika Anda butuh bantuan atau masukan, jangan ragu untuk menghubungi saya. Saya tahu ini sulit, tapi saya percaya pada Anda.

Kirana membaca pesan itu dengan campuran rasa lega dan tekanan. Ia tahu, Adrian tidak sembarangan memberikan kepercayaan seperti ini.

“Saya tidak boleh gagal,” bisiknya sambil menatap layar laptopnya.

Dengan tekad baru, ia mulai menyusun rencana, memastikan setiap detail tercatat. Tidak peduli seberapa berat, ia yakin bahwa timnya mampu melewati semua ini.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 68

    Setelah sukses memantapkan program Kampung Mandiri, Kirana dan Adrian mulai menyadari pentingnya membangun struktur komunitas yang lebih kokoh. Mereka memutuskan untuk membentuk dewan desa mandiri di setiap desa binaan, yang terdiri dari perwakilan masyarakat, tokoh adat, dan generasi muda.“Kita butuh sistem yang bisa berjalan bahkan tanpa kehadiran kita,” ujar Adrian dalam pertemuan bersama para pemimpin komunitas. “Desa-desa ini harus mampu mengelola dirinya sendiri.”Kirana menambahkan, “Kita hanya menanam benih, tapi akarnya harus tumbuh dari kekuatan komunitas itu sendiri.”Dewan desa ini bertugas mengawasi program-program yang sedang berjalan, memastikan pembagian sumber daya yang adil, dan memberikan pelatihan kepemimpinan bagi anggota baru. Dengan adanya dewan ini, desa-desa binaan menjadi lebih mandiri dalam mengambil keputusan dan menjalankan program mereka.Selain itu, Kirana dan Adrian mulai memperkenalkan konsep keberlanjutan da

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 67

    Setelah keberhasilan Kampung Mandiri di desa percontohan, Kirana dan Adrian mulai menerima undangan dari desa-desa lain yang ingin mengadopsi konsep serupa. Mereka membentuk tim penggerak yang bertugas untuk melatih pemimpin lokal dan memastikan setiap program disesuaikan dengan kebutuhan unik setiap desa.“Kita harus memastikan bahwa setiap desa memiliki kemandirian dalam menjalankan program ini,” kata Adrian dalam sebuah rapat dengan timnya. “Bukan hanya menyalin apa yang sudah kita lakukan, tetapi menciptakan solusi yang benar-benar relevan bagi mereka.”Untuk itu, Kirana dan Adrian memperkenalkan konsep Jembatan Komunitas, sebuah program di mana desa-desa yang telah sukses menjadi mentor bagi desa-desa baru. Program ini memungkinkan pengetahuan dan pengalaman mengalir dari satu komunitas ke komunitas lain, memperkuat rasa solidaritas di antara mereka.“Dengan begini, setiap desa bisa saling mendukung,” jelas Kirana. “Dan kita menciptakan jaringan yang saling menguatkan.”Adrian, y

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 66

    Setelah sukses dengan berbagai inisiatif, Kirana dan Adrian memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Mereka meluncurkan proyek baru yang mereka beri nama “Kampung Mandiri.” Proyek ini bertujuan untuk menciptakan komunitas yang sepenuhnya mandiri dalam hal ekonomi, pendidikan, dan lingkungan. “Kita ingin setiap desa bisa menjadi pusat perubahan,” jelas Adrian kepada timnya. “Bukan hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga penggerak bagi desa-desa di sekitarnya.” Sebagai langkah awal, mereka memilih tiga desa percontohan yang memiliki potensi besar namun menghadapi tantangan yang berbeda-beda. Setiap desa diberikan kesempatan untuk menentukan prioritas mereka sendiri, apakah itu pengembangan usaha lokal, pendidikan, atau pelestarian lingkungan. “Kampung Mandiri ini bukan tentang kita,” kata Kirana dalam pertemuan dengan para pemimpin desa. “Tapi tentang bagaimana kalian, sebagai komunitas, mengambil kendali atas masa depan kalian sendiri.”

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 65

    Setelah keberhasilan konferensi pertama Ruang Harapan, Kirana dan Adrian memutuskan untuk memfokuskan tahun berikutnya pada memperkuat jaringan antar komunitas. Mereka percaya bahwa berbagi pengalaman dan praktik terbaik antara desa-desa yang tergabung dalam program akan mempercepat kemajuan secara kolektif.“Kita harus membuat mereka merasa bahwa mereka tidak sendiri,” kata Adrian saat diskusi dengan tim. “Jika satu desa menemukan cara yang berhasil, desa lain juga bisa belajar darinya.”Mereka memulai inisiatif ini dengan mengadakan program pertukaran antar komunitas. Dalam program ini, warga dari satu desa akan mengunjungi desa lain untuk mempelajari cara kerja program mereka. Sebagai contoh, petani kopi dari Desa Asa mengunjungi petani kakao di Desa Citra untuk mempelajari teknik fermentasi yang lebih efisien.Pak Darman, salah satu petani kopi, merasa terinspirasi setelah kunjungan tersebut. “Saya pikir saya sudah tahu segalanya tentang kopi. Tapi ter

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 64

    Setelah berhasil membangun kolaborasi antar-desa dan memperkenalkan program pendidikan digital, Kirana dan Adrian menyadari bahwa fokus berikutnya adalah memastikan ketahanan komunitas dalam menghadapi perubahan global yang terus berkembang. Salah satu tantangan terbesar adalah perubahan iklim, yang mulai memengaruhi pola panen, sumber air, dan kestabilan ekonomi desa.“Kita harus mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian,” ujar Adrian dalam rapat bersama tim Ruang Harapan. “Ketahanan komunitas adalah kunci.”Langkah awal yang mereka ambil adalah memperkenalkan program pertanian berkelanjutan. Dengan menggandeng para ahli, mereka mengadakan pelatihan tentang penggunaan teknologi ramah lingkungan, seperti irigasi tetes, kompos organik, dan tanaman yang tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem.Pak Budi, seorang petani kopi di Desa Asa, menjadi salah satu peserta pertama. “Awalnya saya ragu, tetapi setelah mencoba, saya melihat

  • Cinta Di Tengah Deadline   BAB 63

    Setelah melihat dampak signifikan dari program Ruang Harapan di Desa Asa, Kirana dan Adrian mulai merancang langkah untuk menjangkau desa-desa yang lebih terpencil. Mereka sadar bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Infrastruktur yang minim, akses komunikasi yang sulit, dan jarak yang jauh menjadi tantangan besar. Namun, tekad mereka untuk membawa perubahan lebih luas terus membara.“Kita harus percaya bahwa di setiap desa, selalu ada potensi tersembunyi,” kata Adrian saat mempresentasikan rencana ekspansi mereka kepada tim.Desa pertama yang mereka tuju adalah Desa Langkat, yang terletak di perbukitan dengan akses jalan yang rusak parah. Perjalanan ke desa itu memakan waktu hampir sepuluh jam, tetapi setibanya di sana, mereka disambut dengan antusias oleh para warga yang telah mendengar kisah sukses Desa Asa.“Selamat datang di Desa Langkat,” kata seorang pemuda bernama Arga, yang kemudian menjadi perwakilan komunitas setempat. “Kami sudah menunggu kesempatan ini.”Kirana tersenyum.

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status