Share

Chapter 5

Sese telah keluar untuk mencari tempat pemakaman gadis yang ditabraknya itu.

Sese yang hanya sebatas jiwa tersebut tidak bisa berlama-lama berada di luar ruangan, terutama ketika sedang panas seperti sekarang ini.

Dia memilih berteduh di bawah pohon dekat tepi jalan. Namun, seorang pria dengan kurang ajar datang mendekat.

"Hei tuan! Apa yang ingin anda lakukan? Tolong jangan melakukan hal mesum di tempat ini."

Dia berteriak dan menepuk-nepuk bahu pria bertubuh gempal itu, tetapi yang dilakukannya percuma.

Tangannya menembus tubuh pria tersebut. Hasilnya, Sese tidak bisa menegur pria nakal itu.

"Bagaimana ini? Pria ini memiliki gerak-gerik yang mencurigakan," terka Sese.

Sese tampak panik ketika pria gempal yang ada di depannya mulai membuka resleting celananya.

"Hei tuan! Jangan lakukan itu!" Sese sampai menutup wajahnya, tetapi dia pula penasaran ingin melihat sesuatu yang keluar dari dalam celana tersebut.

Tak berselang lama dari itu, "Ha, akhirnya!"

Ternyata eh ternyata. Rupanya pria itu sedang membuang air kecil di pohon rindang tersebut.

Dia dengan nyamannya buang air kecil di sana. Memang orang lain tidak bisa melihatnya, tetapi Sese menyaksikannya dari awal hingga akhir.

Tanpa berkata lagi. Pria itu pergi dengan perasaan senang dan lega. Karena bebanna telah berkurang.

Beda halnya dengan Sese, "Ih, menjijikan."

Dia tidak habis pikir. Masih ada orang yang seperti itu di zaman yang sudah sangat canggih ini.

"Bagaimana bisa dia buang air kecil sembarangan di tempat yang terbilang ramai?"

"Untung saja ini bukan tempat umum seperti diperkantoran, jika tidak dia akan malu karena dilihat oleh banyak orang," protes Sese walau tidak ada yang dengar.

"Aduh, masih saja ada orang yang seperti itu. Menjijikan sekali," cicitnya layaknya anak ayam.

Lupakan yang sudah terjadi. Sese masih memiliki satu hal penting yang sedari tadi dia cari.

"Aku harus cepat menemukan jiwa gadis itu, atau tubuhku tidak akan pernah bangun."

Sese membulatkan keinginan untuk segera menemukan gadis incarannya itu. Mungkin dia minim informasi, tetapi Sese bukanlah wanita lemah seperti kebanyakan wanita pada umumnya.

****

Sese kembali ke tempat kejadian perkara. Ya, lokasi yang menjadi tempat kecelakaan tunggal dirinya.

"Aku datang dari arah sana. Lalu, saat itu kucing hitam mendadak muncul dari semak-semak itu. Mungkin? Dan setelahnya gadis itu datang sesaat kucing itu melompat ke jalan."

Mengulang setiap inci dari kecelakaan yang menimpanya itu.

Sese berusaha mengingat darimana datangnya gadis tersebut. Karena kemungkinan rumah gadis itu tidak jauh dari lokasi kejadian.

"Mungkinkah rumah gadis itu ada di seberang sana? Karena seingatku dia datang dari jalan itu."

Menunjuk-nunjuk jalan yang ada di depannya. Tanpa Sese sadari dari kejauhan mobil truk besar sedang melaju ke arah dirinya.

"Aaa!"

Tidak sempat Sese menghindar, Jing Tian pun datang untuk menyelamatkan gadis tersebut.

"Apa kau sudah tidak waras? Mengapa kau berada di jalan raya?" Jing Tian memarahi Sese saat itu juga.

Dia kesal dengan sikap ceroboh Sese yang bertindak tanpa berpikir panjang.

"Lepaskan aku!"

"Aku tidak meminta untuk diselamatkan olehmu tuan?" elak Sese yang terdengar saat ini.

"Lagipula aku ini adalah jiwa bukan? Jadi tidak mungkin aku mati setelah truk itu menabrakku," imbuh Sese membalikan keadaan.

"Kau memang tidak waras. Bodoh. Tentu kau akan tetap terluka," bentak Jing Tian dengan nada halus.

"Jika pun kau tidak terluka sekalipun. Tetap saja dirimu sangat membahayakn bagi truk tersebut," ujar Jing Tian melanjutkan.

"Maksud tuan?" potong Sese.

"Aduh, memang sulit menjelaskan sesuatu kepada seseorang yang bodoh. Selalu saja tidak nyambung," ujarnya terdengar meremehkan.

"Apa? Tuan mengatakan apa? Jadi tuan menganggapku si bodoh?" cerca Sese tidak terima.

"Maaf tuan yang pintar. Karena tuan ini sangat pintar. Bisa tidak tuan memberikan saya sedikit penjelasan tentang ini tanpa perlu menjelek-jelekan diri saya," meminta dan memohon darinya.

Sese bahkan mengangkat kedua tangannya sebagai tanda ketulusan dirinya, tetapi dalam hatinya dia tetap ngedumel kesal.

"Nah, itu terdengar lebih bagus," senang Jing Tian menerima pujian.

Hahaha.

Tertawa dengan terpaksa Sese lakukan untuk bisa mendapatkan banyak informasi dari Jing Tian.

"Baiklah, tentu mudah saja untuk menjelaskannya," kata Jing Tian, ringan begitu saja.

"Jika memang mudah. Mengapa tuan tidak segera memberitahukannya kepada saya?" desak Sese, merorolong terus kepada Jing Tian.

"Mengapa dia sangat suka berbasa-basi? Apa susahnya tinggal mengatakannya saja?" gerutu Sese dalam hati kecilnya, yang sudah pasti dapat didengar oleh Jing Tian.

He, Jing Tian menyunggingkan bibirnya membuat senyuman yang tidak sedap dipandang.

"Astaga, mengapa dia menunjukan wajah seperti itu. Pria ini memang tidak tahu diri. Dia sudah membuatku kesal dengan membuang waktuku saja," sambung Sese, masih di dalam hatinya.

Jing Tian terus mendengarkan keluh kesah yang diutarakan oleh Sese.

Dia membiarkan Sese mengomel salam hatinya. Toh nanti juga dirianya yang akan lelah dengan sendirinya. Pikir Jing Tian santai.

"Mengapa dia terus tersenyum? Jangan-jangan dia bisa membaca isi hatiku?" terka Sese demikian.

Menebak hal yang benar, membuat Sese menjadi waspada.

"Hei tuan! Mengapa kau diam saja? Bukankah tadi kau sudah berjanji akan mengatakan semuanya tentang jiwaku ini? Lalu, kapan kau akan mengatakannya?" lanjutnya dengan protes.

Sese sudah dibuat kesal olehnya, namun tetap saja Jing Tian terlihat santai. Seraya menginjak-injak tanah dengan tempo yang cepat.

"Gadis itu akan segera dijemput oleh Dewa Maut dalam waktu 15 menit lagi," ujar Jing Tian angkat bicara.

"Jika dia tidak segera ditemukan, maka keberadaan dirimu pula akan terancam," tambahnya.

Sese masih menyimak, dengan perasaan yang harap-harap cemas.

"Saat ini tubuhnya dalam keadaan darurat. Jika dalam 15 menit kau tidak menemukan jiwa itu, maka persiapkan dirimu untuk ikut pergi dengan Dewa Maut pula," tutup Jing Tian memandang Sese.

Setelah menerangkan hal tersebut. Sese pula tidak ambil diam. Tanpa berkata apapun Sese bergegas pergi.

Berlari dia untuk menemukan jiwa dari gadis itu.

"Ya!" sunggut Jing Tian tidak suka.

"Sungguh tidak sopan. Bagaimana bisa dia pergi begitu saja tanpa berterima kasih?"

"Setidaknya beri salam atau semacamnya. Malah pergi begitu saja," tutupnya kesal.

Diperlakukan tidak sopan oleh seorang gadis, menjadikan tamparan keras bagi Jing Tian selama hidupnya.

Benar. Jing Tian sudah hidup hampir 1000 tahun, dan baru kali ini dia bertemu dengan gadis yang sangat sombong.

Bahkan untuk mengatakan terima kasih saja gadis itu tidak bisa. Sudah dipastikan dia akan sulit menghargai kerja keras seseorang.

"Dari pada aku memikirkan gadis bodoh itu, lebih baik aku pergi berendam air panas saja."

"Biarkan saja dia mencari hal yang mustahil dia temukan," tuturnya masa bodo.

Acuh tak acuh. Jing Tian membiarkan Sese bekerja sendiri tanpa bantuan darinya.

"Siapa yang meminta dia untuk keras kepala?" tungkasnya tidak peduli.

"Dia juga tidak meminta. Jadi aku tidak perlu memperdulikannya," lalu tutupnya.

Jing Tian memilih lepas tangan perihal Sese. Sudah dia tekankan. Siapa saja yang keras kepala, maka tidak akan mendapatkan bantuan darinya.

Dengan begitu Jing Tian membiarkan Sese bekerja seorang diri.

Dalam hitungan detik. Jing Tian menghilang dari sana. Kemana perginya dia, entah tidak ada yang tahu?

Lalu, bagaimana dengan nasib Sese?

Mampukah Sese menemukan gadis yang dirinya cari dalam kurun waktu 15 menit?

Atau dalam 15 menit itu menjadi hari terakhir bagi Sese melihat dunia ini?

Penasaran?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status