Share

5 Tahun Kemudian

last update Last Updated: 2025-11-20 10:14:27

"Dayoung ke kamar dulu pa, ada yang harus Dayoung kerjaannya. Tidak akan lama, dua puluh menit, Dayoung akan ke ruang kerja papa." Ucap Griselle sambil berdiri lalu melangkah ke arah kamarnya.

Di dalam kamar, Griselle sibuk dengan email yang, setelah selesai Griselle pergi keluar kamar untuk menemui papanya. Didepan pintu yang terbuat dari kaca, Griselle bisa melihat papanya sedang sibuk dengan dokumen di atas meja.

"Pa..."Panggil Griselle saat membuka pintu, ia berjalan ke arah kursi yang terletak di depan meja kerja papanya. Sang papanya melirik sekilas lalu matanya kembali tertuju ke arah dokumen di meja.

"Apa rencanamu di masa depan?" Tanya papa tanpa mengangkat wajahnya.

"Bekerja dan membangun usaha. Dan juga Dayoung sangat membutuhkan bantuan dari papa." Kata Griselle dengan wajah serius dan mata yang menunjukkan keteguhan hati.

"Oh, apa yang bisa papa bantu?" Papa sedikit terkejut mendengar Griselle mengatakan membutuhkan bantuannya. Papa Griselle tidak pernah mendengar putrinya itu mengatakan membutuhkan bantuan sejak dari kecil, dia menatap wajah putrinya itu dan senyum lembut terlihat di wajahnya.

"Dayoung butuh modal untuk buka usaha dan membutuhkan support dari Hanseng Group." Terdengar tekad dalam kata-kata Griselle. Sang papa kembali tersenyum.

“Bagaimana kau mau membangun usahamu? Dayoung, papa bisa mengerti apa yang kamu pikirkan, tetapi sebagai putri tunggal dari Hanseng Group, tanggung jawab perusahaan kelak akan jatuh ke tanganmu. Kenapa kamu masih berpikir membangun usaha lain?”

“Pa, Dayoung selalu sendiri dari kecil. Dayoung hanya memiliki dua sahabat yang seperti saudara, Dayoung juga ingin berjuang bersama mereka memulai dari nol. Apalagi kami sama-sama wanita, di masa depan, kami tidak tahu suami macam apa yang kami miliki. Akan bagus jika dia pria baik-baik, jika tidak?” Griselle berusaha meyakinkan papanya.

“Mereka bisa bekerja di perusahaan kita. Papa bisa memberikan jabatan yang baik untuk mereka. Lily dan Adriana, sudah seperti keluarga bagi kita.”

“Pa, jika mereka mau, sejak dulu mereka sudah bekerja di tempat kita. Ini perusahaan keluarga bukan milik Dayoung pribadi. Pa, Dayoung janji tidak akan mengecewakan papa dan keluarga kita.”

Papa terdiam, dia tampak berpikir dengan keras. Griselle juga terdiam, dia membiarkan papanya mempertimbangkan kembali kata-katanya.

“Baik, tetapi kamu tidak boleh meninggalkan pekerjaanmu. Kamu harus tetap membantu papa di perusahaan.”

“Itu juga rencana Dayoung, Lily dan Adriana yang akan menghandle perusahaan yang Dayoung bangun. Bagaimanapun Dayoung tahu, kelak di masa depan, jatuh bangunnya Hanseng Group ada di tanganku. Dayoung harus tetap di perusahaan sejak dini, agar bisa mengerti permasalahan yang dihadapi perusahaan. Dayoung tidak bisa membiarkan usaha yang di bangun opa hancur tanpa ada yang bertanggung jawab.” Jawab Griselle dengan ketegasan di hati.

"Bagus..bagus...seperti itulah seharusnya putri tunggal dari Hanseng Group. Kamu akan mendapatkan semua yang kamu minta, kami semua akan mendukungmu." Balas papa sambil beranjak berdiri dan menghampirinya, Griselle mengikutinya. Mereka berdua saling berpelukan dengan erat.

Lima tahun kemudian,

Di sebuah gedung megah, sebuah papan nama besar bertuliskan “Hanseng Group”.

Lantai dua puluh sembilan, di dalam sebuah ruang kantor yang luas dan mewah. Terdapat dapur mini dan ruang istirahat bahkan terdapat ruang untuk berlatih beladiri yang dilengkapi dengan punching bag dan wooden dummy.

Sebuah meja besar dengan sebuah papan di atas meja yang bertuliskan “Business Development Manager". Griselle tampak sedang terduduk di kursi kerjanya, memandang ke arah jalan raya yang ramai, Ia meminum kopinya hingga habis lalu bangkit mendekati dinding yang terbuat dari kaca, pemandangan ibukota tampak jelas dari tempat dimana ia berdiri.

"Sudah lima tahun...sudah waktunya aku menikmati hidup." Ia bergumam pada diri sendiri. Ya, kejadian di depan gedung Pengadilan Negeri sudah berlalu lima tahun.

Selama lima tahun ini Griselle bekerja tanpa henti, ia tidak mengenal kata libur. Bahkan ia terkadang tidak tidur berhari-hari untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Bukan hanya dia, tetapi juga kedua sahabat baiknya, Lily dan Adriana. Adriana resign dari perusahaan tempat dia bekerja. Lily sudah bercerai juga resign dari perusahaan keluarganya. Bertiga mereka bahu membahu membangun usaha. Kini mereka sudah memiliki lima perusahaan.

"Tut!Tut!Tut! Intercom di meja berbunyi, Griselle menghampiri meja kerjanya lalu menekan sebuah tombol.

"Ibu, ada ibu Lily di lobi." Terdengar suara dari seberang.

"Suruh dia masuk." Dia menjawab singkat, tetapi sebelum dia duduk kembali ke kursinya, pintu ruangannya terbuka lalu tampak kepala seorang gadis imut diiringi senyuman yang merekah lebar.

"Say, lagi santai kan?" Ucap Lily sambil melangkah masuk ke ruangan, Griselle hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Datang dulu baru nanya, kenapa nggak nanya dulu, baru datang ke sini?" Ucap Griselle dengan pura-pura sewot sambil melangkah ke arah sofa di seberang meja kerjanya Lily pun tertawa.

"Malam ini kemana kita? Cafe yuk." Ajak Lily dengan langkah santai ke arah dapur mini di ruangan tersebut.

"Aku sudah tahu, kamu datang pasti mau mengajak jalan. Kenapa? Dapat kucing lagi?" Tanya Griselle dengan lirikan ke arah Lily.

"Kucing ini ganteng say, body-nya ok. Aku sudah ketemu sekali, klepek-klepek aku dibuatnya." Kata Lily penuh semangat sementara tangannya dengan cekatan membuka dua sachet kopi.

Griselle hanya mengelengkan kepala.

"Kamu ngga takut ganti-ganti pasangan?" Griselle menyandarkan punggungnya ke sofa, dengan mata menatap punggung Lily yang sedang membuat kopi. Dia sedikit iri dengan Lily yang seolah-olah hidup tanpa beban.

Walau tidak sering, Lily dan Adriana dengan mudah pergi berkencan dengan pria manapun mereka suka, sedangkan dia sendiri? Sulit baginya melakukan itu.

"Ada triknya say." Suara Lily membuyarkan lamunan Griselle.

"Oh, bagaimana triknya? Kasih tahu aku." Tanya Griselle dengan senyum tersungging di wajahnya.

"Awal-awal jangan kasih kucing pegang kendali, kita yang pegang kendali. Jadi kita bisa lihat barangnya, kalau bentuknya nggak beres atau baunya nggak enak, artinya ada penyakit. Sudah jangan dilanjutkan. Juga pakai pengaman lah." Lily melangkah menghampiri Griselle dan menyodorkan secangkir kopi ke arahnya.

"Aku belum biasa." Jawab Griselle sambil meraih cangkir kopi pemberian Lily, dan menatap wajah sahabatnya dengan tatapan dalam.

"Ya biasakan dong, sudah lima tahun kamu kerja seperti orang gila, kapan kamu nikmati hidup? Atau kamu masih ingat mantan?" Tanya Lily dengan wajah kuatir.

"Nggak lah, bahkan jika sampah itu sampai berani mengusik aku, pasti aku sikat." Griselle meniup kopi di tangan lalu menyesapnya.

"Nggak pernah punya keinginan untuk merasakannya?" Kembali Lily bertanya dengan raut wajah penasaran.

"Nggak, aku nggak tahu enaknya dimana. Kamu lupa kalau aku sama itu sampah nggak pernah berhubungan badan?" Kening Lily mengernyit mendengar kata-kata Griselle, dia benar-benar lupa tentang cerita ini..

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Itu Tidak Datang Tiba-Tiba   Kamu Scorpio

    Pukul tujuh tiga puluh malam, mobil Griselle terlihat keluar dari kediaman orang tuanya.Griselle memasuki cafe milik Andre, dia menemukan meja di mana Lily dan Adriana sedang duduk. Di samping mereka ada dua pria yang menemani, Griselle segera menghampiri mereka."Sorry ya semua, aku terlambat. Jalanan agak macet tadi." Sapa Griselle dengan sedikit melirik ke arah ke dua pria itu. Tampan, kata Griselle dalam hati.Kedua pria itu segera berdiri dan mengulurkan tangan mereka."Santai say, sini aku kenalin.”Lily memperkenalkan kedua pria itu kepadaGriselle. Griselle akhirnya tahu yang mana bernama Joshua, teman kencan Lily. Sedangkan pria yang lain bernama Teddy yang terlihat berbincang akrab dengan Adriana. Mereka lalu duduk, saat Griselle hendak duduk, Lily menahannya.Lily menunjuk ke arah sebuah meja, di mana ada seorang pria bertopi yang sedang membaca buku duduk di meja lain tidak jauh dari mereka." Teman Joshua dan Teddy, lihat dia terpikat nggak sama kamu, Joshua bilang ngga mu

  • Cinta Itu Tidak Datang Tiba-Tiba   David

    David mengeluarkan sebatang rokok, lalu berdiri dan meletakkan rokok itu ke bibir orang gila. David menyalakan api untuknya, dan orang gila mulai merokok. David memberi tanda agar orang gila duduk sambil menunjukkan gelas kopi.Orang gila itu duduk tetapi David bergerak menarik rambutnya keras ke bawah sehingga menghantam meja. Selanjut sebuah tinju menghantam rahang orang gila itu dan dia pingsan. David kembali duduk dan memesan ulang kopi hitam karena kopi sebelumnya tumpah saat kepala orang gila itu menghantam meja."Ini bukan orang gila cuma orang stres, orang gila masa mengerti cara merokok." Ucap David asal sambil melirik ke arah dua sahabatnya. Akhirnya orang gila dibawa pergi oleh satpam komplek apartemen. Teddy dan Joshua hanya menggelengkan kepalanya melihat tindakan sahabatnya itu, lalu mereka kembali duduk."Mau sampai kapan kamu begini Vid? Kamu nggak merasa kalau kamu terlalu dingin dengan keadaan sekitarmu?" Tanya Joshua sambil mengambil sebatang rokok David, lalu men

  • Cinta Itu Tidak Datang Tiba-Tiba   Siapa Yang Sebenarnya Gila

    "Temui Hendri, jangan keras terhadap dia, juga jangan memberi harapan." Kata papa dengan tenang, lalu ia berbalik pergi ke ruang kerjanya. Adriana terpaksa menemui Hendri.Belum sempat Adriana melangkah, mama memegang lengannya,"Papamu tidak akan pernah lupa akan penderitaanmu karena Hendri, percayalah, papa pasti punya alasan untuk ini." Sambil melangkah ke ruang tamu, Adriana mengernyitkan kening memikirkan perkataan mama."Kamu sudah pulang? Aku dengar dari papamu kalau kamu menginap di rumah Lily." Hendri berdiri saat melihat Adriana menghampirinya."Ada perlu apa?""Hanya ingin menemuimu.""Sekarang sudah ketemu, kamu bisa pulang." Sahut Adriana acuh sambil membalikkan tubuhnya. Hendri segera meraih lengan Adriana dan Adriana menepisnya dengan kasar."Apa maumu sebenarnya?" Wajah Adriana tampak dipenuhi kemarahan."Adriana, bisa kita duduk dan membicarakannya, please?" Tanya Hendri dengan nada memohon. Adriana teringat perkataan mama, lalu ia duduk tanpa mau memandang wajah Hend

  • Cinta Itu Tidak Datang Tiba-Tiba   Masalah Adriana

    "Bungkusmu sampai kebuka? Berarti kamu nggak dingin seperti kata mantanmu dong?” Lily dengan mulut penuh cemilan terus bertanya."Sebenernya aku nggak pernah merasakan apa yang dilakukan Heri. Di cium sana sini dan di belai. Jujur aku menikmatinya.” Griselle berhenti dan mengambil minum, setelah minum dua teguk." Oh pantas..." Adriana dan Lily mengangguk-anggukkan kepalanya."Makanya saat kalian bilang enak, aku juga bingung awalnya. Tetapi tadi sama Heri memang rasanya menyenangkan, tapi hatiku nggak ingin melakukanya." Griselle mengingat kembali kejadian di kamar."Terus? Kamu tinggal pergi?" Kembali Adriana bertanya dan Griselle menganggukkan kepalanya sebagai tanda jawaban."Tubuhku memang menginginkannya tetapi aku sebenar berusaha untuk tetap sadar, hatiku benar-benar nolak. Makanya pas dia mau buka bungkus bawahanku, aku sadar dan teringat perkataan Lily sebelumnya untuk memegang kendali.”"Terus kok kamu bisa tahu ukurannya?" Tanya Lily penuh penasaran, Adriana juga menganggu

  • Cinta Itu Tidak Datang Tiba-Tiba   Lelucon

    Kain yang menutupi bagian bawahnya kini semakin basah, benda yang berada di balik kain itu tercetak dengan jelas. Tangan Heri dengan terampil bermain di area sensitifnya, Griselle menggigit bibirnya keras. Dia masih berusaha untuk mengembalikan kesadarannya.Tangan Heri mengait pinggiran kain segitiga berwarna kuning itu dan ciuman Heri mulai turun ke arah perutnya. Salah satu tangan Griselle segera menghentikan gerakan tangan Heri, ia menutup rapat kedua pahanya.Griselle menyingkirkan kepala Heri dari tubuhnya dan terduduk di atas tempat tidur. Nafas Griselle tersenggal-senggal, tanganya berusaha meraih kain penutup dadanya dan gaunnya."Sori, stop dulu Her." Kata Griselle sambil beranjak bangkit, tanpa menunggu persetujuan Heri. Griselle mengambil pakaian dan tasnya lalu menuju ke kamar mandi. Ia membersihkan bagian bawahnya, lalu memasukkan kain segitiga yang telah basah itu ke dalam kantong plastik, lalu Griselle mengeluarkan yang baru dari dalam tasnya, dan memakainya.Griselle

  • Cinta Itu Tidak Datang Tiba-Tiba   Rasa Yang Tidak Pernah Dirasakan

    Griselle kini hanya berdua dengan pria itu, Heri."Kenapa cerai?" Tanya Heri membuka pembicaraan."Yaaa...udah ga cocok aja. Kalau kamu?""Sama..nggak kesepian?""Nggak, hidupku ramai saja." Balas Griselle santai."Maksudku waktu berada di kamar. Biasa ada pasangan di samping, sekarang nggak ada.""Nggak juga, itu hanya kebiasaan. Seiring waktu juga terbiasa. Kenapa? Kamu merasa kesepian?"tanya Griselle sambil menatap ke arah wajah Heri. Griselle menyadari Heri mencoba menggiring perkataan ke arah lebih dalam.“Terkadang rasa sepi itu datang, apalagi kalau lagi pas sehabis mengurus proyek. Pulang kerja dalam kondisi fisik dan mental lelah tetapi nggak ada yang di ajak ngobrol di rumah." Jawab Heri dengan membalas menatap tajam ke arah Griselle.“Oh, tinggal sendiri? Orang tua dimana?”“Iya sendiri, orang tuaku di kota lain. Di kota ini hanya ada adik perempuanku yang sudah menikah.” Jawab Heri sambil menyebut salah satu kota, tempat orang tuanya tinggal."Sudah berapa lama cerai?" Tan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status